Keesokan harinya Jake bangun sekitar jam 4 pagi menyelesaikan PR yang belum sempat dikerjakan semalam.
Ketika matahari mulai memasuki celah gorden Jake selesai dengan pr-nya, lalu pergi kekamar mandi bersiap.
Setelah rapi Jake pergi keluar kamar menuju dapur menyiapkan sarapan sederhana berupa roti panggang untuk semua saudaranya.
Satya baru saja turun memakai seragam lengkap serta tas yang tersampir dipunggung. Jake menoleh melihat Satya berjalan melewatinya, membuka kulkas mengambil kotak susu dan membawanya keruang makan.
"Roti panggang?" Tanya Satya sembari menuangkan susu kedalam gelas lalu meminumnya.
Jake membalas dengan bergumam tanpa beralih dari kegiatan mengolesi roti oleh selai.
"Kenapa gak buat sandwich daripada roti panggang" Satya menaruh kembali kotak susu kedalam kulkas, mengintip Jake yang fokus mengolesi selai.
"Kamu tau aku gak bisa nyalain kompor. kalo dapur meledak kamu mau tanggungjawab?"
"Kamu bisa panggil aku buat nyalain kompor"
"Terus siapa yang goreng telur?" Jake menatap Satya yang kini terdiam mengedipkan mata menatapnya cengo.
Diantara mereka berdua tidak ada yang pernah menggoreng telur, sekalipun Satya bisa menyalakan kompor anak itu hanya bisa membuat mie instan itupun terlalu lembek dan tidak layak dimakan.
"Daripada menatapku seperti itu, lebih baik bantu aku mengolesi roti biar cepat selesai" Jake menyerahkan piring berisi roti pada Satya, tetapi Satya malah terkekeh memundurkan langkahnya berbalik begitu saja menuju ruang tengah meninggalkan Jake yang hanya menghela nafas sabar.
Setelah meninggalkan dapur, Satya duduk diruang tamu menunggu Jake selesai membuat sarapan, tangannya merogoh ponsel dari saku celana sedetik kemudian ia teringat baterai ponselnya habis dari semalam dan belum sempat mengisi daya.
"Sial, gue lupa ngecas" monolog Satya berniat mengambil charger dikamar tapi ia terlalu malas menaiki tangga. Matanya mengedar mengamati sekeliling siapa tau salah satu saudaranya baru akan turun dari lantai atas.
Ide cemerlang terlintas dipikirannya, saat mengingat kamar Jayden berada dilantai satu. Jadi Satya tidak perlu repot menaiki tangga sekedar mengambil charger lagipula tipe ponsel milik Satya dengan Jayden kan serupa.
Dengan cepat ia bangkit berlari menuju kamar Jayden diujung ruangan.
Satya mengetuk pintu kamar Jayden tiga kali, tidak ada jawaban dari dalam.
Dua kali ketukan, tetap tidak ada jawaban.
Dengan ragu Satya membuka pintu perlahan. Pemandangan pertama kali saat Satya masuk adalah Jayden yang masih bergelung selimut tebal hampir menutupi seluruh badannya, tidak biasanya juga Jayden akan bangun siang dihari sekolah.
Satya mendekati ranjang, ketika langkah kakinya semakin mendekat, ia bisa melihat jejak keringat dipelipis Jayden, keningnya sedikit berkerut seperti menahan sakit jangan lupakan tarikan nafas yang terkesan berat.
Satya buru-buru menghampiri Jayden, membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Cengkraman tangan Jayden didada menunjukkan intensitas rasa sakit yang terus bertambah setiap detik, melihat Jayden kambuh Satya berniat keluar memanggil Jake untuk membantu namun Jayden menahan tangannya.
"T..olongh hah a..ambilh..kan obatku sajah hah ditashh"
Satya segera mengambil obat ditas milik Jayden, mengobrak-abrik seluruh isi didalamnya, rasa kalut mendominasi saat dirinya tidak kunjung menemukan obat yang dimaksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Family || Enhypen
ActionSeandainya waktu dapat kembali diputar, Hilmi tidak ingin kehilangan siapapun. Seandainya Hilmi bisa membagi kasih sayang sama rata pada putra-putranya, ia tidak akan pernah hidup dalam penyesalan. Hilmi mungkin bisa merelakan wanita yang sangat ia...