Pagi di kampus Universitas Manajemen terasa cerah dan penuh semangat. Aiden Bhayangkara memasuki ruang kuliah dengan kepala penuh ide untuk presentasi akhir semester. Sementara itu, di sisi lain kota, Asyala tampak duduk di meja belajarnya dengan ekspresi frustasi. Buku-buku pelajaran dan catatan berserakan di sekelilingnya, dan nampak jelas bahwa ia menghadapi kesulitan.
Setelah beberapa hari di sekolah, Asyala menghubungi Aiden melalui pesan singkat, meminta bantuan lagi untuk tugas pelajaran IPA. "Aiden, aku benar-benar bingung dengan tugas IPA yang harus diserahkan minggu depan. Bisakah kita bertemu untuk membahasnya?"
Aiden, yang sedang sibuk dengan jadwal kuliah dan persiapan ujian, merasa sedikit enggan. Namun, ia ingat betapa Asyala sebelumnya menunjukkan kemajuan yang signifikan dan merasa perlu untuk memberikan dukungan tambahan. “Tentu saja, Asyala. Kapan kamu bisa?”
Asyala membalas, “Bagaimana jika kita bertemu di kampusmu? Aku tahu kamu sibuk, tapi mungkin lebih mudah jika aku bisa menemui kamu di sana.”
Aiden setuju dan mengatur waktu untuk bertemu di ruang studinya di kampus. Sesampainya di kampus, Aiden langsung menyapa Asyala yang sudah menunggu di depan ruang studinya. Gadis itu tampak agak malu dan kelelahan, dan Aiden bisa merasakan ketegangan yang ada.
“Hey, Asyala. Ada apa?” tanya Aiden sambil mempersilakan Asyala masuk ke ruang studinya.
Asyala duduk di kursi yang tersedia, mengeluarkan tumpukan kertas dan buku dari tasnya. “Aku benar-benar kesulitan dengan tugas ini. Topiknya adalah tentang reaksi kimia, dan aku merasa sangat bingung.”
Aiden memandang dokumen yang dibawa Asyala dan mulai melihat-lihat. “Oke, mari kita lihat bagian mana yang membuatmu bingung.”
Asyala menunjuk ke beberapa bagian dari tugas yang mencakup persamaan reaksi kimia dan konsep-konsep dasar yang tampaknya rumit baginya. Aiden memulai dengan menjelaskan konsep-konsep tersebut dengan cara yang lebih sederhana, menggunakan contoh sehari-hari untuk membantu Asyala memahaminya.
Sementara Aiden menjelaskan, Asyala mulai menunjukkan tanda-tanda pemahaman. Meskipun dia masih tampak agak kesulitan, ia tampaknya lebih mampu mengikuti penjelasan Aiden. “Aku rasa aku mulai mengerti, tapi bisa kamu jelaskan lebih lanjut tentang konsep ini?” tanya Asyala, menunjukkan minat yang lebih besar.
Aiden tersenyum. “Tentu saja. Kadang, memang perlu waktu untuk memahami materi ini. Cobalah bayangkan bahwa reaksi kimia seperti proses memasak. Kita mencampur bahan-bahan dengan cara tertentu untuk mendapatkan hasil akhir. Sama seperti dalam reaksi kimia, kita perlu memahami bagaimana bahan-bahan tersebut berinteraksi untuk menghasilkan sesuatu yang baru.”
Asyala mengangguk, terlihat lebih percaya diri. “Jadi, ini seperti saat aku mencampur bahan-bahan untuk membuat kue. Aku harus tahu bagaimana setiap bahan berfungsi agar kue yang aku buat bisa berhasil.”
“Persis,” jawab Aiden. “Dengan memahami proses tersebut, kamu bisa lebih mudah mengaplikasikan konsep ini ke dalam tugasmu.”
Mereka melanjutkan diskusi hingga Asyala merasa cukup memahami materi. Aiden merasa puas melihat kemajuan Asyala, meskipun prosesnya masih memerlukan usaha. Saat mereka akhirnya menyelesaikan tugas tersebut, Asyala tampak lega dan lebih tenang.
“Terima kasih banyak, Aiden. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpa bantuanmu. Kadang-kadang, aku merasa pelajaran IPA ini terlalu berat,” kata Asyala dengan tulus.
Aiden merasa senang. “Aku senang bisa membantu. Ingat, kamu tidak perlu menghadapi semua ini sendirian. Jika ada yang membingungkan, jangan ragu untuk bertanya.”
Setelah mereka selesai, Aiden dan Asyala berbincang ringan tentang kegiatan mereka di luar akademik, dan suasana di ruangan menjadi lebih santai. Aiden merasa bahwa membantu Asyala tidak hanya tentang tugas sekolah, tetapi juga tentang membangun hubungan yang saling mendukung.
Ketika Asyala akhirnya meninggalkan kampus, Aiden merasa puas. Meskipun seringkali tantangan muncul, ia melihat potensi dan perkembangan dalam diri Asyala. Ia menyadari bahwa proses ini tidak hanya membantu Asyala belajar, tetapi juga membantunya tumbuh dan menemukan cara untuk menghadapi tantangan dalam hidup.
Dengan penuh harapan, Aiden melanjutkan harinya, siap menghadapi berbagai tantangan yang akan datang, baik dalam akademik maupun dalam hubungan mentoring yang terus berkembang dengan Asyala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aiden Bhayangkara (Proses Terbit)
Teen FictionAiden Bhayangkara, mahasiswa Manajemen yang dulunya berasal dari jurusan IPA, tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah dengan cara ini. Ketika ia ditugaskan sebagai mentor untuk Asyala, seorang siswi SMA yang dikenal dengan sifat malasnya, Ai...