Pernikahan bukanlah hal yang bisa seenaknya dilakukan tanpa persiapan matang. Setiap individu sudah pasti harus memahami peran mereka lebih dulu sebelum menikah. Bahwa menjadi seorang istri tidak akan mudah, menjadi suami juga demikian. Belum lagi ketika mereka memiliki peran tambahan sebagai orangtua bagi anak mereka kelak. Sebenarnya tidak akan membuat terkejut jika saja Subendra memiliki inisiatif demikian ketika mereka tidak sedang membahas sentuh menyentuh. Ketika Subendra menginginkan pernikahan hanya karena cemas hubungan mereka menjauh karena tidak bisa leluasa, Zira jadi meragukan niatan menikah itu.
"Mas Ben mau nikah hanya supaya bisa kita saling menyentuh?"
Subendra menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan ucapan Zira itu.
"Bukan begitu. Kita lebih baik menikah daripada kita ketakutan resiko kebablasan. Aku jelas nggak menginginkan pernikahan hanya untuk bisa saling menyentuh. Kalo niatan aku memang seperti itu, aku nggak akan menahan diri selama lima bulan ini. Aku akan ikuti permainan kamu yang suka mancing-mancing aku untuk melakukan lebih."
Zira mengakui bahwa Subendra selalu melindunginya sebagai perempuan yang pria itu cinta. Pemikirannya sekilas membawanya untuk tidak percaya pada ajakan menikah sang kekasih. Namun, kini Zira bisa mengerti bahwa mereka memang sebaiknya mengarahkan hubungan ini secara serius. Toh, tujuan Zira untuk bisa merdeka dari pertanyaan kapan menikah bisa terwujud.
"Ah, maaf. Aku salah paham lagi sama niatan kamu. Emang dasarnya otak aku aja yang nggak bisa diajak kompromi."
"Nggak. Kamu juga lagi kebingungan, kan, mengatasi masalah kita yang satu ini. Satu-satunya cara memang kita yang menikah, Zira."
Subendra menatap sang kekasih dengan penuh pertanyaan. "Kamu nggak siap untuk menikah denganku?"
Tidak ada alasan bagi Zira untuk tidak siap untuk menikah. Apalagi jika pasangannya adalah Subendra. Pria yang memang tidak akan rela Zira lepaskan begitu saja. Pria yang level green flag nya tidak bisa ditemukan dengan mudah di dunia yang sudah semakin aneh-aneh saja ini.
"Kenapa harus aku nggak siap?"
"Karena kamu sejak tadi diem aja."
"Itu karena aku memikirkan hubungan kamu dengan orangtuaku. Kamu belum kenalan sama keluargaku, Mas. Masa main ajak nikah tanpa kenalan dan diprospek sama ayahku?"
Subendra akhirnya bisa menghela napas lega karena mendapati alasan diamnya Zira sejak tadi. Rupanya karena pria itu belum bertemu dan berkenalan sebagai kekasih Zira.
"Kalo gitu, kita harus buat jadwal segera untuk ketemuan sama orangtua kamu, Zira."
Zira mengangguk dan terkejut ketika Subendra dengan cepat mengecup kening dan bibir perempuan itu. Subendra memanfaatkan mematungnya tubuh Zira dan membuat perempuan itu menatap dengan lama ke arah sang kekasih.
"Mas?"
"Aku cuma ngecup sebentar, nggak bikin kamu langsung terangsang, kan?"
Ucapan itu memang disampaikan dengan wajah datar, tapi Zira bisa melihat sisi sengaja Subendra. Tujuan pria itu memang untuk sedikit menggoda Zira.
"Aku nggak mau lama-lama disini, deh. Kamu sekarang malah yang iseng. Padahal aku sengaja nahan diri!"
Zira pura-pura merajuk pada sang kekasih. Berusaha untuk turun dari ranjang Subendra.
"Eits, iya, iya. Aku cuma bercanda. Habisnya aku kangen dengan kamu yang suka nempel-nempel manja kayak sebelumnya. Tapi habis ini aku nggak akan gangguin kamu begitu. Mau makan apa? Aku masakin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Dibalik Celana Mas Bentot
RomanceSubendra Wiyahya, atau yang sering disapa Bentot, adalah pria low profile yang memiliki sepaket titel; mapan, tampan, dan memenuhi harapan. Setidaknya paket titel itu berlaku dan diinginkan para perempuan. Tidak terkecuali Shazira Mafasa. Zira, si...