Subendra bisa melihat bagaimana tampang orangtua Zira yang tidak memperkirakan hal seperti ini akan terjadi. Wajah panik yang diberikan oleh ayah Zira adalah yang paling kentara terkejutnya. Tidak bisa pria tua itu menutup mulutnya yang terbuka lebar. Lalu kedua tangan ayah Zira yang langsung memegang kepala belakang begitu menyadari Subendra dengan nekat menabrak bagian depan mobil Tiago. Sudah tidak bisa dijelaskan lagi bagaimana perasaan Subendra begitu mengamati dari jauh mobil yang sudah terparkir di depan rumah orangtua Zira, tapi penumpangnya tidak kunjung turun. Siapa yang bisa berpikir rasional disaat seperti itu? Bayangan kekasihnya yang disentuh-sentuh oleh atasannya itu langsung membuat Subendra semakin kesal bukan main.
Maka dari itu, tidak ada alasan yang membantu bagi Subendra untuk tidak menabrak bagian depan mobil Tiago untuk mengacaukan ketenangan penumpang di dalamnya. Dia segera memikirkan rencananya dengan ayah Zira yang sudah disepakati berdua.
Begitu melihat Zira muncul dari dalam mobil, Subendra juga ikut melakukannya. Dia mengatakan kalimat yang jelas tidak masuk akal. Namun, sudah pasti akan sangat menjanjikan di situasi seperti ini. Ini adalah salah satu cara juga supaya pria yang terlihat tidak ingin menjauh dari Zira itu menjadi tahu diri untuk tidak mendekati Zira yang jelas-jelas sudah memiliki kekasih—walaupun sedang tahap break.
"Kamu nggak bisa melepaskan buah cinta kita gitu aja, Zira. Jangan lakukan hal buruk!" seru Subendra yang benar-benar tidak disangka-sangka oleh sang kekasih.
Sudah pasti kalimat itu membawa keributan yang lain. Keributan yang diawali oleh mama Zira yang langsung menutup mulutnya tidak percaya. Sedangkan ayah Zira menatap sang putri dengan memanggil nama sang anak dengan nada yang begitu tegas.
"Shazira, apa yang sudah kalian lakukan sebenarnya?!"
Subendra melirik pada Tiago yang terkejut. Namun, tidak berani untuk mengatakan apa pun. Pria itu tetap berada tidak jauh dari mobilnya dan mengamati Zira yang langsung diserbu tanya orang terdekatnya.
"Ayah, Mama ... aku nggak melakukan apa-apa. Aku—"
"Kita harus membicarakan langkah serius untuk kalian berdua. Jangan sampai ada masalah yang terjadi ke depannya dan kami sebagai orangtua nggak tahu apa-apa!" ucap ayah Zira dengan telak.
"Dan kamu! Selesaikan urusan mobil itu besok dengan Subendra sendiri. Jangan menambah keributan di rumah saya. Karena malam ini saya harus menyidang dua orang yang harus dinikahkan ini!"
Subendra suka dengan ketegasan yang ayah Zira miliki. Mengusir Tiago sebagai orang luar yang tidak perlu ada diantara mereka untuk menyelesaikan masalah. Tidak pernah Subendra perkirakan bahwa calon mertuanya akan mampu memberikan jalan keluar yang sangat ampuh untuknya dan Zira. Sudah jelas Subendra menyadari bahwa dia mendapatkan dukungan yang sangat besar dari ayah Zira. Jangan sampai dia menyia-nyiakan apa yang diberikan oleh pria yang mempercayakan putrinya kepada Subendra itu.
***
"Jawab jujur sekarang juga sama Ayah. Kenapa kalian menyembunyikan hal itu?"
Zira masih senantiasa menunduk dengan apa yang ditanyakan oleh ayahnya. Tidak berani untuk menaikkan pandangan. Padahal perempuan itu sadar betul mereka tidak melakukan kesalahan sejauh itu.
Subendra yang melihat hal itu langsung meraih tangan Zira dan berkata di depan orangtua perempuan itu. "Saya minta maaf, Om. Saya yang harus bertanggung jawab dengan semua yang terjadi. Saya yang—"
"Kamu apaan, sih? Aku nggak hamil! Gimana bisa aku hamil, kalo kita nggak pernah—"
"Sayang, kamu nggak perlu menutupi apa pun lagi di depan ayah dan mama kamu. Kita memang harus bertanggung jawab dengan apa yang udah kita lakukan. Hal yang paling penting disini bukan untuk mengingat-ingat kapan kita melakukannya. Tapi kita harus membahas mengenai pernikahan yang harus dilakukan."
Subendra tahu betapa tidak sukanya Zira dengan apa yang dilakukan pria itu. Zira tidak suka untuk berbohong, tapi perempuan itu juga pasti tidak mau untuk mengacaukan pemahaman orangtuanya. Zira pasti tidak mengira bahwa orangtuanya begitu paham apa yang terjadi pada hubungan mereka berdua. Tidak akan nyangka bahwa Subendra sudah mengatakan segalanya pada ayah Zira tanpa menutupi satu apa pun. Namun, yang dilakukan ini adalah untuk membuat Zira tidak kabur dari pembahasan pernikahan.
"Nggak ada yang perlu dibahas soal kehamilan, Ayah. Aku nggak bicara bohong. Ayah harus percaya–"
"Ayah nggak bisa percaya karena bisa aja kalian ini udah ngelakuin hal yang lebih dari pegangan tangan."
Tentu saja hal yang seperti ini akan terjadi. Zira yang masih keras kepala. Untungnya Subendra memiliki dukungan diam-diam dari calon mertuanya. Mengatakan dengan jujur bahwa mereka sudah melakukan hal yang lebih dari sekadar pegangan tangan memang ada gunanya. Meskipun malu untuk mengakui, dia tetap harus mengakuinya pada ayah Zira untuk membuat segalanya menjadi lancar. Bukan lancar membuat Zira langsung mengiyakan, tapi lancar didukung oleh calon mertuanya dan tidak melakukan hal gila ini sendirian.
"Ayah!" Zira masih senantiasa untuk membuat penyangkalan.
"Mama, bawa anaknya ke dalam. Suruh kencing."
Subendra tidak tahu bagian itu. Dia menjadi terkejut karena ucapan ayah Zira itu. Reaksi terkejut Subendra juga tidak bisa disembunyikan begitu saja. Katanya dukung aku jadi mantunya? Kok, malah Zira disuruh kencing beneran? Jelas nggak bakalan hamil.
"Oke. Ayo, Ma! Aku akan buktiin kalo aku nggak hamil."
Setelah itu Subendra dan ayah Zira dibiarkan berdua. Semula dia mengira akan gagal juga, tapi ayah Zira langsung membawanya menuju halaman dan memastikan pembicaraan mereka kali ini tidak akan didengar siapa pun.
"Wadoooh, kamu ini bagaimana Nak Bendra? Saya suruh ngaku ngehamilin Zira bukan berarti ngerusakin mobil orang."
Subendra mengira ada hal yang sangat penting, misalnya mengganti hasil tes kehamilan Zira menjadi positif? Namun, yang dikhawatirkan ayah Zira malah mengenai mobil Tiago yang Subendra sengaja tabrak.
"Saya minta maaf untuk yang itu, Om. Saya kesal karena Zira tadi nggak keluar-keluar dari mobil. Pikiran saya udah kemana-mana bayanginnya."
"Iya, iya. Saya paham. Tapi jadinya ruwet bayarin perbaikan mobil segala."
Subendra tidak berniat untuk sombong, tapi dia memang lebih dari mampu untuk mengganti biaya perbaikan mobil Tiago. Makanya dengan santai dan sedikit meringis dia berkata, "Om, tolong nggak perlu memikirkan itu. Saya bisa bayarnya, Om. Tolong tenang untuk bagian itu. Yang perlu kita pikirkan sekarang, apa yang harus saya lakukan dengan Om nyuruh Zira tes kehamilan? Hasilnya akan tetap negatif, Om."
"Saya juga tahu bagian itu, Subendra. Kalo nggak saya suruh tes, nanti Zira curiga. Dia pasti bakalan mikir semua ini udah kita rencanakan. Jadi, begitu Zira selesai sama mamanya. Hasilnya dia tunjukkan, saya akan tetap menyuruh kalian menikah karena kamu tadi udah ngomong terang-terangan di depan rumah. Saya pakai alasan bahwa ucapan kamu pasti sudah didengar tetangga. Itu bisa dilakukan. Yang terpenting, setelah itu, kamu harus bicara empat mata yang bener sama Zira. Jangan ada kesalahpahaman lagi. Kalo perlu, kalian berdua juga bicara sama Shanira. Tunjukkan ke Zira bahwa kamu dan Shanira memang nggak punya perasaan apa pun lagi."
Subendra mengangguk patuh pada ucapan calon mertuanya itu. Dia juga sudah pasti akan melakukannya. Setidaknya Subendra memiliki kesempatan yang besar karena ayah Zira membuat putrinya itu tidak banyak menolak bertemu Subendra.
"Om, gimana kalo Zira nantinya tahu rencana kita?"
"Nggak masalah buat saya, Nak Bendra. Yang bermasalah nanti tetap kamu. Ya, berjuanglah! Masa kamu nggak tahu gimana caranya memperjuangkan anak Om? Ini udah Om kasih jalur orang dalam, loh? Tinggal kamu manfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin. Jangan disia-siakan."
Mereka saling berdiam diri sejenak. Ketika suara Zira dan mamanya terdengar mencari-cari sang ayah. Tanpa bisa Subendra duga, kerah bajunya langsung ditarik dan wajahnya dipukul oleh ayah Zira dengan serius. Iya, serius. Sungguhan Subendra dikejutkan oleh rasa nyeri dari bogem mentah yang ayah Zira berikan.
Gila juga ini ayahnya Zira. Kalo bikin skenario sukanya dadakan! Nasib, nasib. Kena pukul juga akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Dibalik Celana Mas Bentot
RomantikSubendra Wiyahya, atau yang sering disapa Bentot, adalah pria low profile yang memiliki sepaket titel; mapan, tampan, dan memenuhi harapan. Setidaknya paket titel itu berlaku dan diinginkan para perempuan. Tidak terkecuali Shazira Mafasa. Zira, si...