[Yuhuuu! Ini adalah chapter terakhir untuk event Merdeka dari Karos Publisher. Cerita ini memang terhitung ringan, dan aku berharap bisa menghibur kalian. Nantinya, cerita ini akan terbit di Karos Publisher, ya. Tentu yang ikutan PO nantinya akan mendapatkan banyak chapter tambahan mengenai kehidupan pernikahan Mas Bentot dan Zira. Tenang aja, aku akan kasih momen after marriage di versi bukunya nggak pelit-pelit. Yang nungguin bagian 'ekhem' juga adanya versi buku, ya. Kalo nggak salah juga bakalan ada vesi ebooknya. Pokoknya nanti aku infokan lagi. Terima kasih semuanya :)]
"Deketan fotonya. Masa udah akad malah takut sentuhan?"
Subendra dan Zira kompak digoda oleh semua pihak. Khususnya keluarga Zira. Sudah masuk ke acara resepsi, seluruh godaan dari orang-orang yang sudah menikah menjadi banyak terdengar oleh telinga keduanya. Tidak perlu ditanyakan betapa malunya mereka berdua karena terus digoda mengenai hubungan yang sudah sah. Namun, keduanya harus tetap menerimanya tanpa memprotes. Sebab, begitulah jika pasangan muda baru menikah. Selalu ada saja orang yang sibuk menggoda.
"Begini?" tanya Subendra.
"Dirangkul juga nggak apa-apa, Mas." Si fotografer menambahkan.
Subendra begitu gugup menyentuh Zira yang kini sudah resmi menjadi istrinya. Bahkan Zira juga tidak terlalu blak-blakan di acara ini. Padahal Subendra sudah menunggu supaya istrinya itu bersikap tidak tahu malu.
"Bisa nggak, sih, kamu jangan norak?" bisik Zira pada Subendra. "Kita bisa makin digodain kalo kamu gemeter, Mas!"
Nyatanya Zira memang hanya sedang menahan diri saja. Tidak mau membuat banyak orang semakin mendekati mereka hanya untuk menggoda.
"Namanya juga pasangan baru, Zi. Aku gugup karena ini pengalaman pertama."
"Yaiyalah pengalaman pertama! Pertama dan selamanya! Jangan setengah-setengah kalo ngomong, Mas. Jangan bikin aku kesel, deh!"
"Ya Allah, Sayang. Kenapa setiap yang aku lakuin bikin kamu kesel, sih? Ini, kan, hari bahagia kita."
"Aku emang bahagia, tapi aku bad mood karena aku lagi datang bulan! Jangan tanya kenapa aku kesel. Pokoknya aku pengen kesel!"
Ah, rupanya begitu. Zira yang tidak blak-blakan rupanya dipengaruhi karena mood menstruasi perempuan itu. Tidak heran jika apa pun yang dilakukan orang-orang di sekitar mereka membuat Zira kesal dan memilih bungkam ketimbang memarahi banyak pihak.
Eh, kalo Zira mens, itu artinya ... nggak ada malam pertama setelah acara resepsi selesai?
Subendra baru menyadari hal itu dengan baik setelah mereka disuruh pose begini dan begitu untuk pemotretan di momen pernikahan ini.
Semua tamu dan seluruh keluarga yang datang menikmati acara hingga pukul sembilan malam. Gedung sudah mulai sepi dan dibersihkan. Kedua pasangan yang menjadi raja dan ratu semalam langsung masuk ke kamar hotel, dibersihkan seluruh atribut pernikahannya.
Setelah melihat kasur, secara otomatis keduanya baru merasakan betapa lelahnya mereka seharian menghadapi tamu yang seperti tiada hentinya naik ke pelaminan dan mengucapkan selamat.
"Aku nggak ngira bakalan masih dapet hadiah bentuk fisik begini. Aku kira bakalan dapet amplop aja." Zira berucap dengan nada lemas menatap banyaknya hadiah di ujung ruangan kamar.
"Nggak usah terlalu dipikirin. Itu besok aja. Kita masih punya banyak waktu."
Subendra sendiri memilih untuk langsung bersih-bersih dan memakai pakaian yang nyaman untuk dirinya sendiri. Zira yang melihat semua itu hanya menjadi pengamat. Kakinya begitu malas untuk mengikuti sang suami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Dibalik Celana Mas Bentot
RomanceSubendra Wiyahya, atau yang sering disapa Bentot, adalah pria low profile yang memiliki sepaket titel; mapan, tampan, dan memenuhi harapan. Setidaknya paket titel itu berlaku dan diinginkan para perempuan. Tidak terkecuali Shazira Mafasa. Zira, si...