Setelah beberapa menit menunggu, pintu rumah Rina akhirnya terbuka. Rina muncul dengan wajah tegang, seperti sudah tahu bahwa kedatangan tim Detektif Reomit bukan untuk hal baik.
Samuel tersenyum tipis, berusaha menjaga sikap ramah. “Pagi, Rina. Kami perlu bicara sama lo soal malam itu, tentang yang terjadi sama Oes dan Mackenzie.”
Rina tampak ragu, matanya sesekali melirik ke dalam rumah. “Gue... gue nggak tahu apa-apa soal itu.”
Marcell melangkah maju, tatapannya tajam. “Dengar, Rina. Ini penting. Kita nggak di sini buat nyalahin lo, tapi lo tahu sendiri, ada yang nggak beres sama Jiren dan kelompoknya. Kalau lo bantu kita, kita bisa lindungi lo.”
Rina terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Oke… gue ikut. Tapi tolong, jangan bawa-bawa nama gue kalau nggak perlu.”
Begitu Rina masuk ke van, mereka segera melanjutkan perjalanan untuk menjemput Arman. Awalnya, Arman menolak untuk ikut, tapi setelah Samuel menjelaskan bahwa mereka hanya mencari keadilan untuk Oes, akhirnya Arman setuju.
Di dalam van, suasana begitu tegang. Para saksi duduk dalam kebisuan, hanya sesekali bertukar pandang penuh kecemasan. Rina duduk gelisah di belakang, sementara Arman menunduk dengan ekspresi serius.
“Lo yakin nggak ada yang lo sembunyiin, Rina?” tanya Samuel sambil menoleh sedikit ke belakang.
Rina menarik napas dalam-dalam. “Gue nggak tahu kenapa gue bisa terlibat. Gue cuma ikut-ikutan, nggak pernah nyangka bakal sejauh ini.”
Samuel mengangguk pelan, mencoba membuatnya merasa nyaman. “Dengar, kita cuma mau keadilan. Kalau lo benar-benar nggak terlibat dalam hal buruk, lo aman sama kita.”
Di depan, Gavriel menatap keluar jendela. “Sebenernya semua ini nggak harus terjadi kalau mereka nggak main kasar sama Oes.”
Marcell menghela napas berat. “Jiren itu tipe orang yang nggak bakal berhenti sampai dia dapet apa yang dia mau. Lo tahu sendiri, kan?”
Gavriel mengangguk. “Itu dia. Makanya kita harus bikin semua ini jelas di depan hakim nanti.”
Begitu tiba di gedung pengadilan, tim Detektif Reomit keluar dari van dan membantu para saksi turun satu per satu. Samuel memberikan semangat pada Mackenzie dan Rina, memastikan mereka siap untuk bersaksi. Di ruang tunggu, mereka duduk dengan penuh kegelisahan. Rina semakin gelisah, sementara Arman hanya menunduk dalam-dalam. Gavriel berusaha mencairkan suasana, tapi ketegangan sudah terlalu besar untuk diabaikan.
Samuel menepuk bahu Mackenzie. “Lo siap, kan? Ini demi Oes.”
Mackenzie mengangguk meski wajahnya pucat. “Gue siap. Gue harus lakuin ini.”
Beberapa menit kemudian, seorang petugas memanggil mereka masuk ke ruang sidang. Rina dan Arman menarik napas dalam, Gavriel menatap mereka penuh dukungan.
Di ruang sidang, setiap detik terasa menekan. Marcell berbisik ke Samuel, “Semoga aja ini cukup buat bikin Jiren dapet ganjarannya.”
Samuel mengangguk, merasakan adrenalin mengalir dalam dirinya. Mereka tahu, ini adalah titik penentuan. Dengan bukti di tangan dan para saksi siap bersaksi, tim Detektif Reomit memasuki ruang sidang untuk menuntaskan segalanya.
Setelah sidang pertama yang memuat kesaksian para saksi, tim Detektif Reomit bergerak cepat. Dengan informasi dari Mackenzie dan Rina, mereka sudah tahu identitas lengkap para pelaku utama dalam kasus ini. Samuel, Marvell, Marcell, dan Orlando segera merencanakan operasi untuk menangkap seluruh anggota kelompok Jiren: Sebastian, Buzz, George, Arman, dan Jiren sendiri.
“Operasi kali ini nggak boleh gagal,” ujar Marcell dengan nada tegas. “Kita tahu keberadaan mereka sekarang. Ini kesempatan kita buat mengakhiri semua ini.”
Marvell mengangguk serius. “Samuel dan gue akan ke lokasi persembunyian Buzz dan George. Lo dan Orlando amankan yang lain.”
Samuel dan Marvell bergerak cepat ke bangunan tua tempat Buzz dan George bersembunyi. Dari dalam, terdengar percakapan samar.
“Kita bawa senjata, kan?” bisik Samuel dengan mata waspada.
Marvell mengangguk, memberi isyarat untuk maju. Mereka mendobrak pintu, mengejutkan Buzz dan George yang sedang berkumpul di ruang tengah.
“Detektif Reomit! Jangan bergerak!” teriak Samuel.
Buzz dan George panik, mencoba melarikan diri, namun Samuel dan Marvell dengan sigap menghadang mereka. Setelah perlawanan singkat, mereka berhasil memborgol keduanya.
***
Sementara itu, Marcell dan Orlando berada di gudang kosong di pinggiran kota untuk memburu Jiren dan Sebastian. Mereka bergerak hati-hati, memberi kode pada Orlando untuk mengepung mereka.
“Tunggu, kita tangkap mereka hidup-hidup,” bisik Marcell.
Saat mendekat, Jiren melihat bayangan mereka dan langsung kabur. “Jangan coba-coba, Jiren! Lo nggak punya tempat lagi buat lari!” teriak Marcell, mengejarnya ke lorong belakang. Orlando berhasil mengamankan Sebastian, yang menyerah tanpa perlawanan.
Setelah kejar-kejaran sengit, Marcell akhirnya menangkap Jiren di ujung lorong, memborgolnya dengan tegas. “Lo bakal bayar semua yang udah lo lakuin ke Oes dan Mackenzie,” ucap Marcell dingin.
***
Dengan para pelaku utama berhasil ditangkap, tim Detektif Reomit membawa mereka kembali ke pengadilan. Suasana di ruang sidang begitu tegang ketika para terdakwa duduk di kursi pesakitan, wajah mereka penuh kekhawatiran. Samuel, Marvell, Marcell, dan Orlando berdiri bersama Freya, Mackenzie, dan Jade, siap mendengarkan keputusan akhir.
Hakim memulai sidang dengan serius, memeriksa bukti-bukti serta mendengarkan kembali kesaksian para saksi. “Setelah mempertimbangkan semua bukti dan kesaksian yang ada,” suara hakim menggema di ruang sidang, “saya menjatuhkan hukuman penjara untuk Jiren, Sebastian, Buzz, George, dan Arman. Hukuman yang setimpal atas tindakan kejam yang telah mereka lakukan.”
Hakim mengetukkan palunya, tanda keputusan akhir. “Dengan ini, kasus ditutup. Para terdakwa akan menjalani hukuman sesuai undang-undang.”
Begitu palu diketukkan, ruangan terdiam sejenak, lalu pecah menjadi sorakan kemenangan dari tim Detektif Reomit, Freya, Jade, dan Mackenzie. Mereka akhirnya mendapatkan keadilan untuk Oes, dan kebenaran pun terungkap.
Marvell, dengan senyum lebar, menepuk bahu Samuel. “Kita berhasil, bro. Ini semua berkat kerja keras kita.”
Samuel tersenyum penuh kelegaan. “Kerja keras dan keberanian. Keadilan akhirnya berpihak pada kita.”
Freya memeluk Jade dan Mackenzie dengan air mata haru di matanya. “Ini semua untuk Oes. Dia bisa tenang sekarang.”
Tim Detektif Reomit berkumpul di luar gedung pengadilan, saling tersenyum dan mengangguk dengan penuh kemenangan. Perjuangan panjang ini akhirnya membuahkan hasil yang manis, memberikan mereka kepuasan yang tak ternilai.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
SMP Floor 1997
Novela JuvenilSMP Floor 1997-- "Ini bukan tentang siapa, tetapi tentang keadilan." • Joebartinez, 1910, setelah penegakkan hukum yang dianggap kurang adil dalam kematian Gartinez. Cerita ini mengikuti kehidupan sekelompok remaja di SMP Flores, sebuah sekolah yan...