Chapter 15

3K 163 3
                                    

Bahagia memang mempunyai sepupu yang perhatian.

***

Happy Reading

"Anak-anak inilah contoh orang yang tidak tau sopan santun pada gurunya" Zahra dan Satya mendengar jelas perkataan itu, dan mereka juga tau jelas siapa pemilik suara itu.

Keduanya melototkan mata mereka yang sudah melotot sedari tadi. Keduanya menelan ludah susah payah, itu suara Bu Delia guru matematika yang terkenal killer.

Namanya saja yang malaikat tapi sifatnya sepertu ibu tiri.

"Kenapa berhenti? sudah puas adu matanya?" tanya Bu Delia santai, tapi itu adalah musibah untuk Satya dan Zahra.

"Siapa yang menang?" lanjutnya Satya maupun Zahra hanya diam menunduk.

"Kalian tau kan apa hukumannya kalau ada murid yang berani berbuat ulah di kelas saya?" keduanya mengangguk.

"Kalau sudah tau kenapa masih berdiri di situ!" keduanya mengangguk lagi.

"Permisi Bu" pamit keduanya lalu pergi meninggalkan kelas.

Beginilah akibatnya kalau mencoba membuat ulah jika sedang pelajaran matematika. Tanpa pilih kasih, semuanya sama. Yang Pintar, bodoh, kaya maupun miskin semuanya akan tetap berjemur di lapangan yang panasnya minta ampun selama 2jam lamanya. Untung cuma berjemur, tidak sampai berdiri dengan satu kali dalam keadaan menghormat bendera.

Disinilah Zahra dan kiki berdiri di tengah lapangan di temani panasnya matahari. Dan ini kali pertamanyaa untuk keduanya di hukun seperti ini.

1 jam berlalu keduanya masih biasa-biasa saja. Jika Zahra sedari tadi hanya menunduk, beda halnya dengan kiki yang setiap 5 menit sekali selalu melihat Zahra.

5 menit berlalu, kiki melihat Zahra yang tengah melap keringatnya di dahi serta lehernya.

"Capek?" Zahra mengangguk lemah.

"Istirahat gih, biar gue aja yang lanjutin" sambung Satya terlihat khawatir.

"Gue masih kuat kok"

"Tapi muka lo udah pucat, nanti biar gue yang bilangin ke Bu Delia kalo lo gak kuat".

"Gak usah sat, gue kuat kok cuma panas aja"

"Keras kepala" Satya membuka seragamnya, lalu meletakkan di atas kepala Zahta sebagai payungnya. Setidaknya agar tidak terlalu panas, begitu pikirnya.

Zahra tersenyum inilah Satya, meskipun sangat menyebalkan tapi ia sangat perhatian. Satya membuka seragamnya hingga ia hanya memakai T-shirt putih tipis, yang jelas-jelas semakin menyengat kulit tipisnya.

"Masih kuat?" tanya Satya untuk sekian kalinya, belum sempat Zahta menjawab tubuhnya sudah ambruk duluan. Untung Satya sudah siap dari tadi, siap jika ambrukk seperti ini.

Satya sudah menduga jika Zahra akan pingsan, karna wajahnya gadis itu sudah sangat pucat. Satya menggndong Zahra menuju UKS dengan sangat berhati-hati ia membaringkan Zahra, Satya mengambil kertas di meja yang ada di dekat ranjang lalu mengipaskannya ke Zahra supaya gadis itu cepat sadar.

Baru beberapa kipasan Zahra sudah sadar, membuat Satya mengerutkan dahinya. Ia bingung kenapa Zahra sadar secepat itu, bukan ia berharap Zahra tidak sadar-sadar tapi ini terlalu cepat menurutnya. Satya menghentikan aktivitasnya mengipasi Zahra.

Zahra nyengir tanpa dosa lalu duduk.

"Lo pura-pura pingsan?" tanya Satya kesal, Zahra semakin memperlebar cengirannga, pertanda iya.

Satya mendelik kesal "tega lo ya, gue udah khawatir karna lo pingsan eh taunya cuma pura-pura" Satya mengerucutkan bibirnya, membuat Zahra tertawa karna Satya terlihat lucu.

"Gak lucu" sunggut Satya melototkan matanya.

"Yaelah ngambek aja lo kayak pembantu, tadi gue emang benar-benar pusing Sat, kaki gue lemes yaudah gue ambrukk seketika, by the way makasih loh udah gendong gue kesini" Zahra menepuk bahu Satya.

"Hmm sekali lagi lo bohongin gue seumur-unur gue gak bakal percaya lagi sama lo. Ingat itu!" Ancam Satya.

"Iyaa iyaa"

Satya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya "4 menit lagi, lo udah gak papa kan?" Zahra mengangguk antusias.

"Yaudah gue tinggal dulu ya mau lanjutin hukumannya" lanjut Satya bangkit dari duduknya.

"Ehh sat tunggu gue ikut" teriak Zahra dan bergegas turun dari ranjang UKS. Satya menghentingkan langkahnya, lalu membalikkan badan.

"Lo disini aja istirahat, biar gue yang lanjutin"

"Gak boleh gitu dong, gue juga harus ikut biar a ..." Zahra menggantungkan ucapannga karna Satya menatapnya tajam. Tatapan yang mengatakan ia tidak mau di bantah. Zahra menelan ludahnya lalu mengangguk lemah, seketika air wajah Satya berubah dari raut wajah yang menakutkan kini sudah tersenyum manis.

"Nah gitu dong, yaudah gih istirahat. Gue pergi dulu, baik-baik disini, kalo ada apa-apa cepet hubungi gue, lo masih simpen nomor gue kan? Gue harap sih masih" ucap Satya panjang lebar, Zahra melongo mendengarkan penuturan Satya itu.

Mengingatkannya kepada Abangnya Zelka yang selalu menasehatinya seperti itu.

Satya mencubit gemas pipi Zahra, lalu segera pergi Zahra nafasnya asal, ia berjalan menuju ranjang dengan langkah malasnya. Ia membaringkan tubuhnya perlahan. Sebenarnya ia sudah tidak apa-apa lagi dan tidak masalah jika melanjutkan hukumannya.

Tapi karena Satya mengancamnya, bukan mengancam tapi menatapnya tajam membuat ia takut.

My Prince [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang