Chapter 27

3.5K 162 3
                                    

Kalo kita melakukan kesalahan kepada dia, mintalah maaf kepadanya sebelum terlambat.

Jika dia meminta maaf kepada kamu, maafkan lah dan kasih dia satu kesempatan untuk memperbaiki semuanya, karena manusia tak luput dari kesalahan.

***

"Hayra, please sekali ini aja dengerin gue" mohon Kevin dengan wajah melasnya, berharap Zahra luluh.

"Gue males dengerin lo ngomong, mending pergi deh dan jangan ganggu-ganggu gue lagi" jelas ini sebuah usiran, bukan persetujuan.

"Gue cuma mau nebus semua kesalahan yang pernah gue lakuin, jadi please beri gue kesempatan" Kevin mengatupkan kedua tangannya di depan dada. Hanya kata 'Please' dan 'Mohon' lah kata yang mampu ia ucapkan untuk meluluhkan hati Zahra.

"Nebus kesalahan? Kesempatan? Sudah berapa banyak kesempatan yang gue kasih buat lo. Apa itu belum cukup? Apa semua kesempatan itu belum cukup buat nyakitin gue? Apa lo masih mau nambah lagi? Cukup sudah gue kasih lo dan gue gak akan kasih lagi!!" tegas Zahra dengan menekan setiap katanya.

"Makanya gue mau jelasin semuanya dan beri gue waktu. Please gue mohon sebelum semuanya terlambat" Kevin sudah tidak tau lagi harus mengatakan apalagi. Dan waktu terus berjalan, jika ia gagal lagi kali ini. Mungkin memang ia harus menyerah saat ini juga.

"Penjelasan apa lagi yang mau lo jelasin. Lo mau jelasin kalo lo cinta sama Angel bukan gue!"

Kevin mendongak dan memejamkan matanya, ia mencoba menahan air matanya agar tidak menetes. Sakit, sakit Tuhan. Andai saja ia bisa menggengam hatinya, andai ia bisa bicara dengan hatinya. Pasti Kevin akan mengatkan 'please jangan sakit' tapi apa daya, hatinya sudah benar-benar sakit. Tergores, ditusuk, di hantam beribu-ribu batu besar. Sangat sakit.

"Kevin" panggil seseorang, Iqbaal membuka matanya. Suara itu sudah tidak asing lagi di telinganya. 'Kevin' hanya bunda dan ayahnya lah yang memanggil dengan sebutan itu. Jelas itu bukan suara ayahnya tapi bundanya.

Kevin memutar tubuhnya dan langsung melihat bundanya yang menatapnya dengan mata indahnya. Kevin tersenyum tipis lalu menghampiri Rike.

"Bunda ngapain ke sekolah? Perasaan Kevin gak buat onar deh" bingung Kevin, tidak biasanya bundanya datang ke sekolah. Dulu bundanya memang sering datang ke sekolah, hanya karena kebodohan Kevin. Tapi sekarang tidak lagi karena Kevin sudah jadi anak pintar.

"Memangnya harus buat onar dulu baru bunda datang ke sekolah? Dasar bodoh"

"Bun please deh jangan bilang Kevin bodoh lagi" Kevin melipat kedua tangannya di depan dada, lalu memanyunkan bibirnya.

Zahra hanya melihat obrolan anak dan bundanya itu. Tanpa ada niat untuk pergi meninggalkan taman. Jelas ia ingin mengetahui bagaimana Kevin jika bersama bundanya. Apakah menyebalkan? Dingin? Cuek? Tidak-tidak, satupun yang di sebutkan itu tidak ada yang benar. Malah Kevin terlihat manja. Mungkin.

"Bunda sama siapa kesini?" tanya Kevin mengalihkan pembicaraan

"Ayah" singkat Rike. Kevin semakin mengerutkan dahinya, tidak biasanya pula ayahnya juga ikut. Ia jadi bingung, sebenarnya apa tujuan orangtuanya ini datang ke sekolah.

"Ngapain berduaan ke sekolah? Cari berondong?"

'Pletak'

"Aishh.. Astaga bun ini kepala bukan batok kelapa" sunggut Kevin sembari mengelus-elus kepalanya, Zahra yang melihatnya sudah menahan tawanya. Sungguh ini kali pertamanya ia melihat Kevin selucu ini.

"Terus ayah dimana?" tanya Kevin celingak-celinguk mencari keberadaan ayahnya itu.

"Ruang kepala sekolah" jawab Rike seadanya

"Ruang kepala sekolah? Ngapain? Arisan?"

'Pletak'

"Ishh.. Astaga ya ampun. Vin salah apaan sih bun?" astaga, Kevin sudah benar-benar kesal dengan wanita yang ada di depannya ini. Kenapa tidak, baru beberapa menit bundanya disini ia sudah 2 kali mendapat jitakan maut dari sang bunda.

"Jadi anak kok gak sopan banget sama orang tua"

"Ya ya lupakan. Jadi bunda dan ayah ngapain ke sekolah?" tanyanya dengan lembut, lebih tepatnya di lembut-lembutkan. Anak yang nakal memang.

Manja dan menyebalkan, hanya itu yang dapat Zahra deskripsikan untuk saat ini. Kevin bicara dengan bundanya seolah ia tengah berbicara dengan teman sebayanya. Ceplas-ceplos tanpa memikirkan akibat dari ucapannya itu.

Kevin juga tidak sungkan mengeluarkan ekspresi-ekspresi aneh dari wajahnya. Cemberut, merajuk, dan masih banyak lagi. Dan ini juga kali pertamanya Zahra melihat sisi lain dari Kevin. Jika biasanya ia hanya melihat ekspresi dingin, cuek, dan tidak bersahabat. Tapi lain halnya jika sedang bersama bundanya, benar-benar membuat Zahra semakim penasaran dengan pria itu.

Rike mengubah ekspresinya jadi lebih serius "Jadi gini bunda dan ayah datang kesini buat ngurus surat pindah kamu."

'Surat pindah?' bingung Zahra bertanya dalam hatinya.

"Surat pindah" ulang Kevin.

"Yaelah bun kan masih lama. Ngapaim ngurusnya sekarang kayak gak ada hari besok aja" lanjutnya, mengingatkan bundanya jika pindahnya masih lama.

"Keberangkatannya di percepat"

"Apa?" Kevin membelakakkan matanya, apa-apaan ini.

"Di percepat gimana bun? Bukannya 1 bulan lebih lagi kita perginya. Bunda pasti bercanda kan?" tanya Kevin meyakinkan, kalau bundanya sedang bercanda. Tapi melihat air wajah bundanya, tidak seperti orang yang tengah bercanda. Jadi benar di percepat.

"Bunda gak becanda Vin, kita berangkat 2 minggu lagi"

Kevin dan Zahra sama-sama membulatkan matanya. Kevin menggeleng-gelengkan kepalanya. 2 minggu lagi? Tidak, ini terlalu cepat. Bagaimana ia bisa pergi dengan keadaan seperti ini, ia pergi dengan keadaan hati yang sakit. Tidak! Tidak! Tidak!

Kevin menekuk wajahnya, 2 minggu itu waktu yang cepat. Apa ia bisa mendapat maaf Zahra dalam waktu sesingkat itu? Kevin menoleh ke arah Zahra , melihat gadis itu dengan sendunya. Zahra membalas tatapan Kevin dengan ekspresi yang sulit diartikan.

Rike tersenyum lembut seolah menguatkan Kevin. Ia tau jelas, lagi ada masalah antara anaknya itu dengan gadis yang di bawah pohon sana. Dan masalah itulah yang membuat Kevin untuk pergi.

"Lagi ada masalah?" Tanya Bunda Rike, Kevin mengangguk "selesain semua masalahnya sebelum kita pergi" ia mengangguk lagi, walau ia tidak tau apa ia bisa menyelesaikan masalahnya atau tidak.

"Yaudah bunda pergi dulu" Rike mengacak-acak rambut Kevin gemas. Ia memiringkan tubuhnya untuk melihat Kevin, merasa ia tengah di lihat Zahra tersenyum sopan.

"Bye, hmm namanya siapa Vin?".

"Hayra hmm Zahra lebih tepatnya" jawab Kevin lesu.

"Bye Hayra" ucap Rike cukup keras agar Zahra mendengarnya.

"Bye tante" jawabnya ramah, dan tak lupa senyum.

EDITING

My Prince [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang