Di Wilayah Timur Kota Enia, di balik kabut tebal yang mengelilingi pegunungan terjal dan hutan gelap, berdiri sebuah kediaman besar yang dikenal sebagai rumah Keluarga Kim, para assassin paling ditakuti di seluruh wilayah. Rumah itu bukan istana megah, tapi bangunan berbatu yang kokoh dengan menara-menara tinggi, di mana jendelanya mengintip ke arah jurang tajam. Dinding-dinding kelabu, lorong-lorong panjang, dan suara gemerisik senjata yang terus diasah memenuhi udara. Di sinilah keluarga pembunuh bayaran ini tinggal, berlatih, dan menjalankan misi-misi berbahaya yang menjaga keseimbangan kekuasaan di Enia.
Namun, di tengah semua kekerasan dan darah yang mengalir dalam kehidupan para assassin itu, ada satu hal yang berbeda: seorang gadis kecil yang dipanggil “Si Kecil Kim.”
Jisoo adalah putri kedelapan keluarga Kim. Satu-satunya anak perempuan yang tersisa setelah kakak perempuannya, Haerin, tewas dalam sebuah kecelakaan saat masih kecil. Kepergian Haerin meninggalkan luka yang dalam di hati sang ibu, membuatnya bersumpah untuk melindungi putri terakhirnya dari jalan hidup kelam yang dilalui kakak-kakaknya.
“Mereka semua adalah pembunuh, Sayang,” kata ibunya berkali-kali saat menyisir rambut panjang Jisoo di malam hari. “Tapi kamu berbeda. Kamu istimewa. Aku tak ingin kehilanganmu seperti kakakmu.”
Namun, Jisoo yang melihat saudara-saudaranya berlatih di halaman keluarga, di bawah tatapan ayah mereka yang tajam, merasa canggung dengan perbedaan itu. Setiap pagi suara dentingan pedang dan hentakan kaki yang tegap membangunkannya. Para assassin keluarga berlatih tanpa henti dari pagi hingga malam. Di bawah matahari pagi, mereka bergerak cepat dan akurat, bayang-bayang mereka menari di atas tanah berpasir. Mereka berlari, menembak, dan bertarung tanpa belas kasih. Ketika matahari tenggelam, latihan berlanjut dalam sunyi dan kelam. Dalam diam, Jisoo memperhatikan dan menyerap semua yang bisa dia lihat.
Dia ingin seperti mereka ....
Berkat tekad bulatnya itu, dia menyelinap keluar dari kamar, berdiri di belakang pepohonan tinggi yang mengelilingi arena latihan keluarga. Dengan tangan terkepal dan jantung berdebar, dia tahu dia tidak bisa terus diam. Dia perlu belajar—bukan untuk menjadi assassin, tapi untuk melindungi dirinya sendiri. Satu hari tanpa sepengetahuan ibunya, dia mendekati ayahnya.
“Ayah,” suara Jisoo ragu saat dia mendekati pria berwajah dingin yang berdiri di halaman, mengawasi saudara-saudaranya berlatih, “ajari aku bertarung.”
Ayahnya, Julien Kim, mengangkat alis. “Tidak, Jisoo. Kamu tahu ibumu melarang itu.”
“Aku tidak ingin jadi pembunuh,” ujar Jisoo dengan tekad semakin kuat. “Aku hanya ingin melindungi diriku sendiri.”
Diam sejenak. Julien menatap mata itu dalam-dalam, mungkin mencari kebenaran di balik kata-katanya. Akhirnya, dengan napas berat dia setuju. “Baiklah, tapi ini antara kita berdua. Jangan pernah katakan pada ibumu.”
Dan begitulah, di malam hari ketika rumah mulai sunyi, Jisoo dilatih oleh ayahnya sendiri. Latihannya keras, tapi tidak pernah seberat yang dijalani kakak-kakaknya. Dia belajar bertahan hidup bukan menyerang. Namun, Jisoo tahu, dengan setiap gerakan yang dia pelajari, dia semakin mendekati takdir yang tak terelakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breaking Her | taesoo [✔️]
FanfictionDikhianati oleh saudara kembarnya, Putri Kedelapan dari keluarga assassin hidup dengan identitas baru sebagai Jisoo Lyudmila Baek, setelah diselamatkan dari kematian oleh seorang bangsawan muda, Daisy Lavinia. Demi membalas budi, Jisoo bersumpah mel...