Jisoo berlari keluar dari gedung utama, napasnya tersengal-sengal dan dadanya bergemuruh oleh emosi yang tak tertahankan. Langkah kakinya cepat, tak peduli dengan suara gemerisik daun atau angin malam yang menusuk kulitnya. Begitu dia sampai di kamarnya, Jisoo mengunci pintu, jatuh terduduk di lantai yang dingin. Ruangan kecil itu sepi, hanya terdengar deru napasnya yang masih belum teratur.
Hatinya diliputi kebingungan, kemarahan, dan rasa panik yang bercampur aduk. Tangannya secara refleks mengusap bibirnya, mencoba menghapus sensasi yang terus mengganggunya—sensasi bibir Taeyong yang menekan bibirnya. Setiap kali dia mengingat bagaimana pria itu mencium bibirnya dengan kasar dan mendominasi, rasa jijik menguasainya.
Dia mengusap bibirnya dengan kasar, berharap bisa menghilangkan semua jejak ciuman itu, tapi sensasi panas yang tertinggal di sana masih membara. “Kenapa kau diam saja, Jisoo?!” Dia memarahi dirinya sendiri, air mata bercampur dengan kemarahan yang menyesak di dadanya. “Kenapa kau tidak melawannya? Kau bisa melawannya!”
Tangannya mengepal kuat. Semua latihan keras dari pagi hingga malam bersama ayahnya—latihan untuk melindungi dirinya dari orang-orang seperti Taeyong—rasanya sia-sia. Kenapa dia tidak bisa bereaksi saat pria itu mendekatinya? Kenapa dia tidak bisa menggunakan keterampilannya untuk melindungi dirinya sendiri? Perasaan kecewa pada dirinya sendiri semakin menyesakkan dada.
“Kau pengecut, Jisoo! Kau harusnya membunuhnya saat itu juga!” teriaknya penuh amarah. Jisoo memeluk lututnya, kepalanya jatuh ke pangkuan. Tubuhnya bergetar karena rasa marah yang semakin membara. Dia belum pernah berciuman dengan siapa pun sebelumnya dan kini ciuman pertamanya hilang begitu saja karena pria—sialan—itu. Dan hal itu membuatnya semakin marah.
“Taeyong ...,” gumamnya penuh kebencian. “Aku bersumpah, aku akan membunuhmu.” Dia mengepalkan tangan lebih erat, kukunya hampir menembus kulit. “Kau akan membayar ini ... bukan hanya untuk Daisy, tapi untuk apa yang kau lakukan padaku.”
Butuh waktu lama baginya untuk menenangkan diri. Dia duduk di sana dalam kebisuan, pikirannya penuh dengan rencana balas dendam. Malam semakin larut, tetapi kemarahan di dalam dirinya belum sepenuhnya padam. Dia tahu bahwa suatu saat, dia akan mendapat kesempatan untuk membuat Taeyong menyesali setiap perlakuannya.
Keesokan paginya, Jisoo merasa lega karena tidak perlu langsung berurusan dengan Taeyong. Nyonya Laura memanggilnya lebih awal untuk meminta bantuannya dalam menyiapkan pesta kecil menyambut kepulangan Kepala Keluarga, Dabin Han, dan putra keduanya, Noah Antoine Han. Jisoo merasa sedikit terhibur dengan kesibukan ini, setidaknya dia bisa mengalihkan pikirannya dari kejadian mengerikan semalam.
Seluruh mansion sibuk dengan persiapan. Para pelayan bergerak cepat membersihkan setiap sudut rumah besar itu, mengatur bunga-bunga segar di setiap vas, dan memastikan bahwa semuanya sempurna untuk menyambut kepulangan kepala keluarga. Piring-piring perak yang mengilap disusun dengan rapi di atas meja makan yang panjang, dihiasi taplak sutra halus dan lilin-lilin beraroma mawar yang sudah disiapkan sejak kemarin. Tirai-tirai berat yang tergantung di jendela besar dibuka, membiarkan cahaya matahari masuk ke dalam ruangan yang luas dan megah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breaking Her | taesoo [✔️]
FanficDikhianati oleh saudara kembarnya, Putri Kedelapan dari keluarga assassin hidup dengan identitas baru sebagai Jisoo Lyudmila Baek, setelah diselamatkan dari kematian oleh seorang bangsawan muda, Daisy Lavinia. Demi membalas budi, Jisoo bersumpah mel...