Chapter LIII: Lust for life 4.0

294 53 16
                                    

“Tenanglah,” bisik Taeyong, suaranya rendah, dalam, dan menenangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Tenanglah,” bisik Taeyong, suaranya rendah, dalam, dan menenangkan. “Biarkan dirimu lepas, Jisoo. Biarkan aku menjagamu.”

Kata-katanya seperti mantra, bergaung di benak Jisoo dan meluruhkan sedikit demi sedikit pertahanannya. Namun, di dalam hatinya, dia masih bertanya-tanya, apakah benar dirinya mampu menahan badai perasaan yang kini meluap tak terkendali?

Jisoo tanpa sadar mengangguk meskipun Taeyong yang ada di belakangnya tak bisa melihat. Kabut kenikmatan menguasai pikirannya, membuatnya sulit berpikiran jernih. Tubuhnya merespons dengan sendirinya saat jemari Taeyong menyusup lebih dalam, menemukan titik manis yang membuat setiap saraf di tubuhnya bergetar. Sebuah erangan meluncur dari bibirnya, tertahan namun penuh gairah, sementara gemericik air di sekitarnya menjadi latar irama yang menambah intensitas suasana.

Pinggulnya yang awalnya berusaha menahan diri kini bergerak mengikuti ritme jemari Taeyong. Gerakannya spontan, seakan mencari lebih banyak dari sensasi luar biasa yang mendera dirinya. Kenapa aku tidak bisa berhenti? Kenapa ini terasa begitu mengikatnya semakin kuat? pikirnya dalam dilema yang semakin larut dalam gelombang perasaan yang tak bisa dia lawan. Air di bak mandi membelai kulitnya, tetapi justru sentuhan Taeyong yang membakar seluruh keberadaannya.

Taeyong menyesuaikan posisinya di belakang, tubuhnya bergeser sedikit untuk mendapatkan kendali lebih baik. Jemarinya tak pernah berhenti bermain-main. Ibu jarinya menyapu lembut dan ritmis pada titik sensitif di puncaknya, sementara jemari lainnya bergerak masuk lebih dalam mewujudkan kombinasi stimulasi yang hampir mustahil ditanggung oleh Jisoo. Napasnya terengah-engah, terpotong pendek setiap kali sensasi itu melampaui batas toleransinya.

“Taeyong,” Jisoo merintih, suaranya serak oleh hasrat yang tak lagi mampu dia sembunyikan, “aku ... aku tidak bisa ....”

“Shh ...!” Taeyong menenangkannya dengan mencium kembali lehernya, meninggalkan jejak ciuman hangat yang diakhiri dengan gigitan kecil yang membuat gadis itu menggigil. “Biarkan saja, Jisoo. Rasakan semuanya. Jangan tahan dirimu.”

Kata-kata itu seketika menjadi kunci yang membuka pintu pelepasan. Dalam sekejap, Jisoo merasakan gelombang kenikmatan mencapai puncaknya, menyapu dirinya seperti badai. Tubuhnya menegang hebat, punggungnya melengkung sempurna saat orgasme pertama menghantamnya, meninggalkan dirinya terengah-engah dan bergetar dalam pelukan Taeyong. Jeritan pelan lolos dari bibirnya, sementara air di sekitar bergelombang dengan liar, mencerminkan kekacauan emosinya.

Taeyong memeluknya erat dari belakang, tubuhnya terasa hangat, memberikan rasa aman meskipun emosi Jisoo sedang di puncaknya. Jemarinya tetap bergerak lembut, memperpanjang ekstasi yang tak berakhir hingga getaran terakhir mereda. Suara gemericik air perlahan kembali tenang, menggambarkan kontras antara intensitas sebelumnya dan keheningan saat ini.

Ketika Jisoo akhirnya membuka mata, dia mendapati atensinya terjebak dalam tatapan Taeyong. Mata pria itu penuh intensitas, campuran kebanggaan, kepuasan, dan sesuatu yang lebih dalam, yang sulit diartikan. Ekspresinya melunak, tapi senyum kecil bermain di sudut bibirnya menunjukkan betapa dia menikmati melihat Jisoo menyerah pada momen itu.

Breaking Her | taesoo [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang