Pagi itu, gedoran keras di pintu kamar membangunkan Jisoo dengan tiba-tiba. Rasa kantuk yang masih menyelimuti tubuhnya segera menghilang, digantikan oleh detak jantung yang semakin cepat saat mendengar panggilan dari luar. Kepalanya terasa berat, mengingat betapa lelahnya dia semalam hingga tertidur tanpa mengganti pakaian. Gaun lusuh yang dikenakannya masih berbau keringat dan kelelahan, tetapi dia terlalu lelah untuk peduli malam itu.
Dengan tangan gemetar, Jisoo membuka pintu, dan di sana, berdiri Taeyong. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, pria itu langsung masuk ke dalam kamar, seolah-olah ruang itu miliknya. Matanya tampak dingin, penuh kendali, membuat Jisoo merasa ada sesuatu yang tidak beres.
“Tutup pintunya!” perintahnya singkat, tanpa emosi.
Perasaan campur aduk segera membanjirinya. Ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang lebih dari biasanya dalam sikap Taeyong. Jantungnya kembali berdegup kencang, tubuhnya bereaksi terhadap perubahan yang belum sepenuhnya dia pahami. Apa yang diinginkan pria ini pagi-pagi begini? Ada sesuatu berbeda pada Taeyong kali ini, sesuatu yang membuat perasaan takut merayap perlahan ke benaknya, membuat udara di kamar terasa lebih dingin dan menyesakkan.
Ketika Jisoo masih berdiri di ambang pintu, bingung dan terlihat canggung, Taeyong menatapnya tajam, lalu mengucapakan, “Lepaskan pakaianmu.”
Jisoo membelalakkan mata, rasa kaget menjalar cepat melalui tubuhnya. Apa yang baru saja dia katakan?
“Apa?!” serunya, penuh ketidakpercayaan. “Anda gila? Saya tidak mau!” Tangan Jisoo mengepal kuat, tatapannya penuh kebencian. Perasaan takut dengan cepat berubah menjadi kemarahan yang membakar di dalam dada. Bagaimana mungkin dia bisa memerintahkannya seperti itu?
Namun, Taeyong tak peduli. Dengan langkah pelan, dia mendekatkan pada Jisoo. Sorot matanya tak pernah bergeming barang sedetik, seolah tak ada yang bisa menghentikan niatnya. Jisoo yang panik refleks mundur selangkah demi selangkah, sampai akhirnya tubuhnya terpojok di sudut kamar.
“Perintah tuan adalah mutlak.” Setiap kata diucapkan dengan nada dingin dan mematikan. Dia menekankan kalimat itu dengan jari telunjuknya menunjuk ke arah Jisoo, menandakan bahwa dia tidak sedang bermain-main. “Lepaskan pakaianmu. Sekarang.”
Apa-apaan sebenarnya orang ini? Tiba-tiba dia datang ke kamar dan menyuruhnya untuk melepaskan pakaian. Apakah dia sudah gila? Kemarahan menguasai Jisoo, membuat seluruh tubuhnya gemetar hebat. Tangannya mengepal erat, kukunya menusuk telapak tangannya hingga nyaris berdarah. Dia ingin berteriak, ingin melempar sesuatu ke arah pria itu, tetapi dia tahu betapa kuat dan tak kenalnya pria ini terhadap perlawanan.
“Tidak! Saya tetap tidak mau!” Mata tajamnya penuh kebencian yang siap meluap kapan saja. “Anda tidak bisa memaksa saya,” lanjutnya dengan suara bergetar.
Taeyong menatapnya sebentar, lalu tertawa—tawa yang dingin, mengejek, dan penuh cemoohan. Suaranya bergema di ruangan ruangan yang terasa semakin kecil. “Kau akan menurutiku, Jisoo.” Senyum dingin terlukis di wajah itu. “Atau ... haruskah aku membiarkanmu menjadi kelinci pria lain?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Breaking Her | taesoo [✔️]
FanfictionDikhianati oleh saudara kembarnya, Putri Kedelapan dari keluarga assassin hidup dengan identitas baru sebagai Jisoo Lyudmila Baek, setelah diselamatkan dari kematian oleh seorang bangsawan muda, Daisy Lavinia. Demi membalas budi, Jisoo bersumpah mel...