Chapter XXI: Perburuan kelinci

219 50 16
                                    

Jisoo duduk kaku di samping Taeyong, matanya sesekali melirik ke luar jendela, memperhatikan bagaimana jalan-jalan sunyi di luar Kota Tarrin semakin jauh sementara hutan yang gelap mulai melingkupi pandangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jisoo duduk kaku di samping Taeyong, matanya sesekali melirik ke luar jendela, memperhatikan bagaimana jalan-jalan sunyi di luar Kota Tarrin semakin jauh sementara hutan yang gelap mulai melingkupi pandangannya. Pepohonan tinggi di tepi jalan berdiri berbaris, menciptakan bayang-bayang panjang yang menambah kesan suram pada cahaya matahari sore yang semakin redup. Suara roda mobil yang bergemeretak di atas jalan berbatu menjadi satu-satunya suara selain deru halus mesin, mengisi keheningan di antara mereka.

Taeyong duduk tenang, wajahnya terlihat santai namun namun senyum tipis di bibirnya menyiratkan sesuatu yang tidak menyenangkan. Mata tajamnya tak pernah lepas mengawasi Jisoo, tatapan intens itu membuatnya semakin merasa terjebak. Meskipun tidak ada ancaman fisik, aura dominasi yang memancar dari pria itu membuat suasana di dalam mobil terasa berat.

“Kau gelisah, Nona Baek?” tanyanya tiba-tiba, suaranya lembut tapi penuh dengan maksud tersembunyi. Tatapannya tetap terarah pada Jisoo, seolah menikmati ketidaknyamanan yang memancar darinya.

Jisoo menelan ludah, jantungnya berdetak kencang. Dia berusaha menjawab dengan tenang meski ketakutan terus menghantuinya. "Tidak, Tuan. Hanya... saya tidak menyangka akan pergi berburu." Suaranya sedikit bergetar, tapi dia berusaha terlihat tenang.

Senyum tipis Taeyong muncul lagi, tapi tak pernah sampai ke matanya. “Kau akan terbiasa,” jawabnya ringan, setiap kata terasa memiliki makna lebih dalam. “Berburu bisa sangat menyenangkan, terutama ketika kau tahu apa yang sedang kau buru.”

Ucapan itu membuat Jisoo merasa semakin gelisah. Ada sesuatu di balik kata-kata itu yang membuat punggungnya dingin. Sementara mobil terus melaju melewati desa-desa kecil dan ladang terbuka. Udara di luar semakin dingin, tapi itu tak seberapa dibandingkan dengan rasa takut yang mulai menyelimuti Jisoo.

“Tuan, berapa lama kita akan pergi berburu?” Jisoo akhirnya memberanikan diri bertanya, mencoba mencari tahu tujuan sebenarnya. Tangannya dingin, jemarinya saling mengeratkan satu sama lain di pangkuannya untuk menahan rasa cemas yang semakin membesar.

Taeyong memiringkan kepalanya sedikit, menatap Jisoo dengan sorot mata yang sulit ditebak. “Tidak lama,” jawabnya, suaranya rendah dan misterius. “Kita hanya perlu menangkap beberapa kelinci.” Kata ‘kelinci’ diucapkannya dengan cara yang membuat Jisoo merasakan sesuatu yang ganjil, seolah ada makna terselubung di balik kata itu.

Kata itu terus bergema di kepalanya. Kelinci? Apa maksud Taeyong sebenarnya? Apakah ini hanya permainan kata atau ada bahaya lebih besar yang dia sembunyikan? Perasaan tidak nyaman mulai menggerogoti perutnya. Jisoo yakin, ini bukan sekadar perburuan biasa. Dia merasa terperangkap dalam situasi yang semakin berbahaya.

Pepohonan di luar jendela semakin rapat, jalan yang mereka lalui semakin sempit dan bergelombang. Mobil berguncang beberapa kali, menambah ketegangan yang kian mencekam tubuh Jisoo. Di kejauhan, hutan lebat mulai terlihat, kegelapannya menyelimuti dan memberikan firasat buruk yang makin tak bisa diabaikan.

Breaking Her | taesoo [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang