Jisoo merasakan detak jantungnya semakin cepat, seolah berlomba dengan kesunyian sore yang menyelimuti mereka. Di tengah angin sejuk yang berembus lembut, genggaman tangan Taeyong terasa hangat. Namun, rasa hangat itu bukan sekadar hangat akan kenyamanan. Ada intensitas yang mengikat, seolah genggaman itu bukan hanya cara untuk menyatukan jemari mereka, tapi untuk memastikan bahwa dia tak akan pernah bisa melepaskan diri dari pria ini.
Menyadari hal itu, napas Jisoo tercekat. Ada perasaan yang tak bisa dia pahami sepenuhnya, campuran antara ketakutan dan keterikatan yang begitu kuat hingga mengusik ketenangannya. Dia tahu bahwa Taeyong bukan sekadar ingin memilikinya. Pria ini ingin menjadi satu-satunya tempat baginya untuk kembali, apa pun yang terjadi.
Keinginan Taeyong bukanlah keinginan yang lembut dan penuh kasih sayang seperti dalam kisah romantis yang pernah dia dengar. Tekad pria itu sekeras baja, obsesinya mengerikan, tapi anehnya, juga menjanjikan rasa aman yang ganjil.
Jisoo mencoba menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya. Di tengah ketakutan dan kegugupan, muncul setitik rasa nyaman dan lega. Genggaman tangan Taeyong yang kuat seakan memberinya sebuah keyakinan bahwa tidak akan ada yang berani menyakitinya selama pria ini berada di sisinya.
Namun, seiring dengan kenyamanan itu, muncul pertanyaan yang terus mengganggu pikirannya. Apakah ini cinta atau hanya rasa aman yang datang dari keterikatan yang dipaksakan? Apakah perasaannya tulus atau hanya kepatuhan yang tertanam dari keterpaksaan yang dialaminya?
Tidak ... tidak, Jisoo mengguncang pikirannya, mencoba menyingkirkan kebingungan yang mulai merayap. Kau tidak boleh menyukai pria ini, Jisoo! teriak batinnya, memperingatkan. Ingatlah apa yang pernah dia lakukan padamu. Hanya karena dia menyelamatkanmu sekali, bukan berarti kau harus tunduk padanya.
Kenangan pahit menyerbu benaknya, saat-saat Taeyong menipunya, mengendalikannya, dan bahkan membatasi kebebasannya dengan dalih “melindunginya”. Dia tak mampu menghapus semua itu dari ingatannya, tak bisa begitu saja memaafkan atau melupakan apa yang pernah pria ini lakukan. Meski kini pria ini menunjukkan sikap yang lebih lembut dan penuh perhatian, dia tahu bahwa sisi gelapnya masih ada tersembunyi di balik permukaan, selalu siap untuk muncul kapan saja.
Namun, kehangatan yang perlahan merayap di hatinya tak mau menghilang begitu saja. Perasaan itu terus bertahan, menolak tenggelam di bawah lapisan ketakutan dan amarah yang telah lama dia simpan. Sementara hatinya terus berdebat, menyangkal dan melawan perasaan baru yang diam-diam menyusup masuk. Di tengah gejolak batinnya, genggaman tangan Taeyong seolah menjadi jangkar yang menariknya kembali, membuatnya tetap bertahan di sisi pria ini.
Jisoo mencoba mengalihkan pandangannya dari Taeyong, memfokuskan atensinya pada pemandangan Lotus Lake yang terbentang indah di depan mereka. Cahaya matahari sore yang memantul di atas permukaan air menciptakan kilauan keemasan, berpendar lembut seperti bintang-bintang yang mengapung di atas danau. Suasana itu begitu damai, seakan meredakan sedikit kegelisahan yang memenuhi hatinya. Namun, tak peduli seberapa keras dia berusaha tenggelam dalam keindahan alam, kehadiran Taeyong di sampingnya begitu kuat seperti bayangan gelap yang tidak bisa diabaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breaking Her | taesoo [✔️]
FanfictionDikhianati oleh saudara kembarnya, Putri Kedelapan dari keluarga assassin hidup dengan identitas baru sebagai Jisoo Lyudmila Baek, setelah diselamatkan dari kematian oleh seorang bangsawan muda, Daisy Lavinia. Demi membalas budi, Jisoo bersumpah mel...