Keheningan di ruangan itu pecah oleh ketukan pelan di pintu. Benjamin muncul di ambang pintu, diikuti oleh seorang dokter tua yang membawa tas medis hitam. Dokter itu tampak sedikit gugup, langkahnya terasa ragu ketika memasuki ruangan dan mendapati Taeyong menatapnya dengan sorot mata dingin dan tak bersahabat. Tanpa menunggu perintah lebih lanjut, dokter tersebut segera mendekati ranjang, meletakkan tasnya dengan hati-hati di samping, dan mulai membuka tas itu untuk mengeluarkan peralatan medisnya.
Namun, ketika sang dokter mengulurkan tangan hendak menyentuh pergelangan tangan Jisoo untuk memeriksa denyut nadinya, Taeyong langsung menghentikannya dengan satu gerakan tegas. Tangan Taeyong terulur, menahan dokter itu dengan ekspresi tajam dan sikap protektif yang tak biasa.
“Jangan menyentuhnya sembarangan,” desisnya dengan nada peringatan. “Jika kau membuatnya terluka lebih parah atau membangunkannya dari tidurnya, kau akan berurusan denganku.”
Dokter itu menelan ludah seketika, wajahnya memucat panik dan tampak gugup, tapi dia berusaha mempertahankan ketenangan. “T-tentu, Tuan. Saya akan berhati-hati,” jawabnya sambil berusaha mengendalikan tangannya yang gemetar. “Nona ini tampaknya sangat kelelahan dan mengalami beberapa cedera serius. Saya hanya perlu memastikan kondisinya stabil.”
Setiap gerakan dokter itu diperhatikan dengan saksama oleh Taeyong. Tatapannya tajam seperti elang yang siap menerkam kapan saja jika dokter itu melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Dia berdiri tegak di samping ranjang, kedua lengannya terlipat di depan dada, dan memancarkan aura ancaman yang membuat suasana di ruangan itu semakin tegang. Benjamin yang berdiri di dekat pintu, memperhatikan dengan cemas, tak berani bergerak atau mengeluarkan suara sedikit pun.
Setelah beberapa saat, Ronald—sang dokter—selesai memeriksa luka-luka Jisoo dengan teliti. Dia menghela napas lega, lalu bergumam sambil membereskan peralatannya, “Nona ini sangat beruntung. Sepertinya dia diberkati oleh Dewi Pelindung. Dengan luka-luka seperti ini, masih bisa bertahan—”
“Keberuntungan?” sahut Taeyong sinis. “Menurutmu ini keberuntungan, Dokter? Sementara dia babak belur, dibiarkan sendirian melawan tiga pria brengsek itu? Apa yang beruntung dari keadaan seperti ini?”
Ronald terkejut mendengar nada keras dari Taeyong. Dia menatap pria itu dengan wajah bingung, merasa terpukul oleh ledakan emosi yang tiba-tiba. “M-maaf, Tuan,” katanya terbata-bata, suaranya gemetar di bawah tatapan matanya yang tajam. “Yang saya maksud bukan keberuntungan dalam arti seperti itu ... tapi mungkin ada alasan lain ....”
Taeyong menyipitkan mata, ekspresinya berubah makin dingin. “Aku tidak peduli dengan maksud-maksudmu yang rumit,” balasnya. “Lakukan saja tugasmu dan hindari bicara omong kosong.”
Ronald menelan ludah, wajahnya memucat kemudian. Namun, dia tahu ada hal yang tak bisa diabaikan begitu saja dan jika tidak disampaikan sekarang, konsekuensinya bisa lebih buruk. Dia menarik napas dalam mencoba mengumpulkan keberanian, lalu menundukkan kepala sedikit, berharap mendapatkan simpati meski hanya secuil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breaking Her | taesoo [✔️]
FanfictionDikhianati oleh saudara kembarnya, Putri Kedelapan dari keluarga assassin hidup dengan identitas baru sebagai Jisoo Lyudmila Baek, setelah diselamatkan dari kematian oleh seorang bangsawan muda, Daisy Lavinia. Demi membalas budi, Jisoo bersumpah mel...