Jisoo duduk di kasur, punggungnya bersandar pada kepala ranjang mencoba meredakan rasa nyeri yang menjalar di tubuhnya. Semalam dia tidak bisa tidur nyenyak. Setiap kali menutup mata, bayangan kejadian malam sebelumnya terus menghantui pikirannya. Pinggangnya masih terasa nyeri begitu pula kakinya yang lemas, bukti dari perbuatan Taeyong yang memaksanya melakukan sesuatu yang tak pernah dia inginkan. Rasa sakit itu bukan hanya di tubuhnya, tapi juga di hati. Pikiran tentang apa yang telah dilakukan Taeyong, membuatnya merasa kotor dan tak berdaya.
Kendati demikian, dia masih belum mampu menghindar darinya. Semalam dia tidur di tempat yang sama dengan Taeyong, tapi bukan atas kemauannya. Tentu saja, pria itu membuatnya tidak punya pilihan selain tetap tinggal dalam satu ruangan bersamanya. Taeyong memeluknya erat sepanjang malam, seolah-olah takut kehilangan dirinya. Jisoo merasa tak nyaman dengan pelukannya karena setiap kali dia terbangun, jantungnya terus berdebar cepat. Ada rasa khawatir yang tak pernah hilang darinya, takut kalau Taeyong akan bangun dan menyerangnya lagi seperti yang dia lakukan kemarin.
Meskipun Taeyong semalam tidak mengganggunya secara langsung, tapi keberadaannya yang begitu dekat membuat Jisoo tidak bisa benar-benar merasa aman. Setiap gerakan pria itu di sampingnya membuatnya tersentak, takut serangan berikutnya akan datang kapan saja. Ketakutan dan kecemasan menyelimuti seluruh tubuhnya, membuat tidur nyenyak menjadi hal yang mustahil.
Rasa lelah dan putus asa telah mendominasi Jisoo. Dia tahu tubuhnya belum siap untuk bangkit. Setiap kali dia mencoba bergerak, nyeri di pinggangnya semakin menusuk. Berjalan pun sulit, belum lagi mandi, atau sekadar pergi makan. Semuanya terasa mustahil dilakukan sendiri. Taeyong juga tak memberinya pilihan. Setiap kali dia meminta pelayan untuk membantunya, Taeyong justru menolak hingga akhirnya mereka berdebat panjang.
“Hanya aku yang akan membantumu,” katanya tanpa ragu, seakan-akan dia memiliki hak penuh atas dirinya dan tidak mengizinkan siapa pun untuk menyentuhnya.
Jisoo langsung protes, bibirnya sudah terbuka untuk melontarkan keberatan, tetapi setiap kali dia melakukannya Taeyong selalu membantahnya dengan mudah.
“Aku tidak butuh bantuanmu! Panggil pelayan saja, aku bisa meminta bantuan mereka,” katanya dengan suara tegas, mencoba mempertahankan sisa-sisa harga dirinya. Dia benci harus bergantung pada Taeyong, lebih-lebih setelah semua yang dia lalui.
Taeyong hanya tersenyum dingin, mengabaikan semua permintaannya. “Aku sudah bilang, hanya aku yang akan membantumu. Tidak ada orang lain yang akan menyentuhmu.”
“Ini tidak masuk akal, Taeyong! Kau tidak bisa—”
“Aku bisa dan aku akan.” Suaranya tajam, memotong kalimat Jisoo. Matanya menatap dalam penuh keyakinan. Dia lalu menunduk mendekat, memastikan Jisoo mendengarnya dengan jelas. “Kau milikku dan aku tidak akan membiarkan orang lain mendekat atau menyentuhmu. Aku akan memastikan kau baik-baik saja, tapi dengan caraku.”
Jisoo terdiam, dadanya berdebar keras. Setiap kali dia mencoba melawan, Taeyong selalu memiliki jawaban. Tidak ada ruang untuk perdebatan, tidak ada kesempatan baginya untuk bisa menang dalam situasi apa pun. Semua kata-katanya dibalas dengan dominasi mutlak Taeyong, hingga akhirnya, dia merasa semakin tak berdaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breaking Her | taesoo [✔️]
FanficDikhianati oleh saudara kembarnya, Putri Kedelapan dari keluarga assassin hidup dengan identitas baru sebagai Jisoo Lyudmila Baek, setelah diselamatkan dari kematian oleh seorang bangsawan muda, Daisy Lavinia. Demi membalas budi, Jisoo bersumpah mel...