Setelah meninggalkan Shani bersama pegawai hotel di kamar tamu, Taeyong bergegas menuju lift untuk naik ke kamar pribadinya di lantai teratas. Lorong hotel terasa sunyi, hanya suara langkah kakinya yang bergema di sepanjang karpet mewah. Setibanya di lantai atas, dua penjaga di depan pintu kamar langsung memberi hormat begitu melihatnya. Seperti biasa, Taeyong mengabaikan mereka dan langsung memilih masuk ke kamar.
Di dalam kamar, dia mendapati Jisoo duduk di sofa menghadap jendela besar, pandangannya menatap jauh ke luar ke arah panorama Ibukota Tarrin. Cahaya matahari yang masuk melalui jendela memberi kesan melankolis pada sosoknya yang tenggelam dalam lamunan. Taeyong menyeringai ketika mendekati Jisoo tanpa suara. Sesampainya di belakangnya, dia menunduk dan mengecup pipinya dengan lembut.
Jisoo tetap diam, tidak menanggapi atau bereaksi atas kecupan itu. Semua protes atau kemarahan yang biasanya muncul kini tampak memudar, tenggelam dalam kejenuhan dan kelelahan. Sebenarnya dia telah menyadari hal ini sejak lama, tetapi baru kali ini dia meyakinkan diri untuk tidak lagi mengemis atau memohon-mohon kepada Taeyong. Dia tidak ingin membuang tenaga pada sesuatu yang tidak pernah berakhir baik.
Perubahan sikapnya mengejutkan karena tidak biasanya Jisoo diam saat disentuh. Api kemarahan Jisoo yang biasa berkorbar kini meredup. Taeyong menyadari perubahan besar itu, tetapi seperti biasa, dia tidak peduli.
“Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Taeyong sambil melingkarkan kedua lengannya di bahu Jisoo dan menyandarkan dagunya di atas kepala gadis itu.
Taeyong menghirup aroma lembut Jisoo yang menenangkan, bagaikan wangi bunga lilac yang mekar di pagi hari, berpadu dengan kesegaran embun pagi yang masih menempel di kelopaknya. Aromanya mengingatkan pada kehangatan sinar matahari yang menerobos jendela di musim semi, menenangkan dan menyejukkan pikiran.
Namun pikirannya mulai mengembara ke tempat-tempat yang tidak seharusnya. Benaknya terngiang-ngiang pada fantasi liarnya tentang Jisoo ketika berada di kamar tamu hotel bersama sang vokalis The Red Shoes. Dia mulai membayangkan lagi Jisoo berlutut di hadapannya, menghisap miliknya, dan menggodanya dengan ekspresi nakal.
Pikiran Taeyong semakin tak terkendali, membuatnya gelisah dan tak nyaman. Dia berusaha mengalihkan perhatiannya dengan kembali menghirup aroma menenangkan itu. Seperti terapi aromaterapi alami, wangi lembut itu perlahan menenangkan gejolak dalam benaknya. Setiap tarikan napas membawa kedamaian, mengusir pikiran-pikiran yang tidak diinginkan dari benaknya.
Jisoo menghela napas panjang, pandangannya tajam menusuk Taeyong. Di dalam kamar ini, keheningan terasa berat, hanya dipecahkan oleh desah napasnya yang terdengar sarkastik saat dia berucap, “Aku sedang memikirkan bagaimana caranya membunuhmu, lalu melarikan diri dari sini.”
Taeyong tertawa ringan, seolah jawaban itu adalah hal terlucu yang dia dengar hari ini. “Lucu sekali,” ujarnya, tanpa sedikitpun melonggarkan pelukannya. “Silakan, cobalah jika kau sudah menemukan caranya. Aku akan menunggu dengan sabar.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Breaking Her | taesoo [✔️]
Fiksi PenggemarDikhianati oleh saudara kembarnya, Putri Kedelapan dari keluarga assassin hidup dengan identitas baru sebagai Jisoo Lyudmila Baek, setelah diselamatkan dari kematian oleh seorang bangsawan muda, Daisy Lavinia. Demi membalas budi, Jisoo bersumpah mel...