Chapter LIV: Under the weather

215 50 7
                                    

Hal pertama yang dirasakan Jisoo saat terbangun tidur adalah rasa lelah yang menjalari setiap inci tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hal pertama yang dirasakan Jisoo saat terbangun tidur adalah rasa lelah yang menjalari setiap inci tubuhnya. Setiap otot di tubuhnya terasa kaku, membuatnya sedikit tak nyaman saat bergerak untuk bangun. Dia mendesah panjang menyadari bahwa semalam adalah malam yang begitu melelahkan baginya.

Kenangan samar tentang Taeyong yang tanpa henti memaksanya mengikuti ritmenya membuat pipinya memanas. Seolah tidak puas hanya di kamar mandi, pria itu terus mendorong batasan mereka saat pindah ke kamar, dan memperpanjang “permainan” mereka dengan intensitas yang sudah dia duga. Mengingat dia sudah pernah mengalami kejadian serupa beberapa kali, Jisoo tidak lagi terkejut dengan Taeyong yang memiliki nafsu menggebu-ebu.

Sambil menguatkan diri, Jisoo perlahan-lahan duduk bersandar pada papan ranjang dan menarik napas dalam mencoba mengumpulkan sisa-sisa energinya. Matanya kemudian bergerak, mengikuti cahaya pagi yang menembus jendela besar di kamar itu, hingga akhirnya pandangannya tertuju pada sosok Taeyong.

Pria itu berdiri di dekat cermin besar di sudut ruangan. Taeyong mengenakan kemeja putih, kancingnya masih terbuka, memperlihatkan sebagian kulit dadanya. Cahaya pagi yang masuk dari balik tirai menyentuh tubuhnya dengan lembut, memantulkan kilauan samar pada otot dadanya yang kokoh.

Seorang pelayan tampak berdiri di sisinya, tangan wanita itu bergerak cepat dan cekatan, merapikan kerah kemeja Taeyong sambil memastikan setiap detail terlihat sempurna. Pelayan itu terlihat profesional, pandangannya lurus, meski ada rona malu yang samar di wajahnya saat berdiri begitu dekat dengan Taeyong. Namun, pria itu tampak tidak peduli, fokusnya tertuju pada pantulan dirinya di cermin meneliti penampilannya dengan mata tajam.

Jisoo menatap pemandangan itu beberapa detik terlalu lama sebelum rasa panas merambat ke wajahnya. Astaga, dia tak bisa mengalihkan pandangan dari sosok Taeyong. Ada sesuatu yang begitu memikat dalam caranya berdiri, caranya membawa dirinya, dan cara dia tampak menguasai setiap ruang di mana dia berada. Tapi di balik itu semua, ada rasa jengkel yang perlahan merayap di dalam dirinya. Semalam Jisoo nyaris tidak diberi kesempatan untuk bernapas, tapi pria itu tampak segar dan tak terganggu sedikit pun sementara dia sendiri masih mencoba memulihkan tubuhnya.

Ingatan tentang semalam kemudian berkelebat di benaknya, mengguncang emosinya seperti angin badai. Wajahnya semakin memanas, dia buru-buru membuang pandangan ke arah langit-langit kamar yang dihiasi ukiran rumit. Apa yang sebenarnya kulakukan semalam? gumamnya dalam hati, malu pada dirinya sendiri.

Namun, sebelum dia bisa melanjutkan renungannya, pelayan itu tampaknya menyadari bahwa Jisoo sudah bangun. “Tuan, nona sudah bangun,” katanya sambil membungkuk sedikit.

Taeyong menoleh perlahan, matanya langsung bertemu dengan milik Jisoo. Sorot matanya tenang, tapi ada sesuatu di baliknya. Seolah-olah hanya dengan menatapnya, Taeyong bisa membaca isi hatinya tanpa Jisoo perlu mengatakan apa pun.

“Keluar,” perintahnya kepada pelayan itu. Nada suaranya tegas, tapi tak kasar, membuat pelayan itu segera membungkuk sopan sebelum meninggalkan kamar.

Breaking Her | taesoo [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang