Chapter XXVII: Why Me? 3.0

264 54 7
                                    

“Berengsek!” Jisoo mengumpat, suaranya dipenuhi oleh kemarahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Berengsek!” Jisoo mengumpat, suaranya dipenuhi oleh kemarahan. Tangan yang memegang gunting semakin gemetar, bukan hanya kemarahan saja, tapi juga karena rasa sakit yang menusuk hati. Rasanya seperti sebuah penghinaan yang menyakitkan.

Bukan dia yang pertama kali dipilih untuk menjadi kelincinya, melainkan Daisy. Namun, yang paling membuatnya sakit adalah fakta bahwa akhirnya dia, bukan Daisy yang terjebak dalam perburuan kemarin. Perasaan dikhianati dan dimanfaatkan seketika membuat dadanya sesak.

Taeyong terkekeh kecil, suaranya bergema di antara dinding kamar yang luas dan dingin. “Maafkan aku,” ujarnya dengan nada yang tidak menyiratkan penyesalan sama sekali. “Tapi aku benar-benar menginginkanmu.”

“Aku tidak butuh permintaan maafmu, Berengsek!” Jisoo meledak dalam kemarahan, suaranya meninggi hingga nyaris memekakkan telinga. Dengan gerakan cepat dan penuh emosi, dia mendorong gunting lebih dekat ke leher Taeyong. Ujung tajamnya menyentuh kulit leher pria itu, meninggalkan goresan tipis yang segera memerah oleh darah.

Taeyong merasakan nyeri dari goresan tersebut, tapi dia tetap bersikap tenang. Tatapannya tidak berubah, masih percaya diri dan sedikit mengejek. “Bukankah aku sangat beruntung?” katanya dengan nada dingin yang terkesan santai, seakan-akan ancaman di lehernya hanyalah lelucon belaka. “Saat melihatmu bersama Daisy, saat itulah aku memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkanmu. Jadi, aku memanfaatkan Daisy. Aku memberinya pilihan, membantuku menipumu atau aku akan membongkar rahasianya.”

Dia berhenti sejenak membiarkan kata-kata itu meresap, menciptakan ketegangan yang semakin intens di udara. Lalu melanjutkan, “Tentu, teman baikmu memilih pilihan pertama. Dia mengorbankan dirimu demi hidup bahagia bersama kekasihnya.”

Mendengar semua kebenaran yang tersembunyi selama ini, Jisoo merasa dikhianati lagi. Sakit hati itu semakin dalam, menghantamnya lebih keras dari yang dia bayangkan. Matanya mulai berkaca-kaca, campuran antara amarah, kesedihan, dan kekecewaan. Orang yang telah menyelamatkan hidupnya dan orang yang telah dia percayai memilih untuk mengkhianatinya.

Bagaimana mungkin seseorang yang dia anggap teman begitu mudah mengorbankan dirinya?

“Bukankah dia mencintaimu?” tanya Jisoo parau di tengah lautan rasa sakit yang mendominasi. Ada nada putus asa dalam pertanyaannya, dia masih berharap ada penjelasan yang bisa meredakan rasa sakitnya. Dan berharap bahwa semua kebenaran itu hanyalah upaya terakhir Taeyong untuk menipunya, untuk menjeratnya supaya tunduk terhadapnya.

Jisoo masih berusaha keras menyangkal kenyataan yang ada. Dalam hatinya dia terus berharap bahwa Daisy tidak benar-benar menipunya, bahwa mungkin gadis itu tidak punya pilihan lain selain menerima kerja sama dengan Taeyong. Tapi kemudian pertanyaan itu muncul lagi—kenapa harus memalsukan kematiannya? Kenapa harus membuat Jisoo terjebak dalam permainan balas dendam?

Ya Tuhan, kenapa aku bisa sebodoh ini? pikir Jisoo, perasaan menyesal dan marah bergumul di dalam dirinya. Bagaimana mungkin dia tidak menyadari benang merah yang begitu jelas? Semua hal tampak seperti sudah diatur sejak awal. Bukankah ketika dia pulang dari guild informasi dulu, Taeyong tiba-tiba muncul entah dari mana dan menghalangi jalannya? Lalu cara Hilda yang langsung menawarkan pekerjaan ke Kediaman Han, seolah wanita itu tahu rencana balas dendamnya.

Breaking Her | taesoo [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang