Jisoo melangkah cepat melalui lorong-lorong panjang Kediaman Han, hampir setengah berlari meskipun dia mencoba menjaga agar tidak terlihat panik. Apa yang baru saja terjadi? Seluruh tubuhnya masih terasa kaku akibat ketegangan yang menggantung di ruangan arsip tadi. Taeyong tahu. Tidak ada lagi keraguan. Cara dia menyebut namanya tanpa embel-embel, cara dia menyentuh wajahnya seperti mencoba menguji reaksinya, semuanya menunjukkan bahwa dia sedang memainkan permainan yang jauh lebih berbahaya dari yang Jisoo perkirakan.
Menarik sekali. Kata-kata Taeyong masih berputar-putar di kepalanya. Kata itu terasa seperti ancaman tersembunyi, seperti dia baru saja menandai Jisoo sebagai pion dalam permainan pribadi yang hanya dia yang tahu aturannya.
Begitu Jisoo sampai di kamarnya, dia segera menutup pintu di belakangnya dan merosot ke lantai, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berdetak keras di dadanya. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Rencananya untuk menyusup, mencari celah, dan membalas dendam pada Taeyong kini terasa semakin mustahil. Dia mungkin sudah terlalu dalam untuk bisa mundur dengan aman. Taeyong sudah menaruh perhatian padanya dan itu artinya dia tidak akan bisa bergerak bebas seperti sebelumnya.
Jisoo memejamkan mata, mencoba menenangkan diri. Dia tidak boleh kalah. Tidak setelah semuanya. Tidak setelah pengkhianatan keluarganya dan kematian Daisy. Tapi bagaimana dia bisa bertarung melawan pria seperti Taeyong? Pria itu tidak hanya licik, tapi juga menikmati permainan kekuasaan.
Sebuah dugaan tiba-tiba muncul di benaknya. Apakah ini bagian dari rencananya? Apakah pria itu sengaja membiarkan dirinya merasa terancam, mempermainkannya dengan sentuhan dan kata-kata ambigu untuk membuatnya gugup dan salah langkah? Jika iya, maka Jisoo harus lebih cerdik. Dia tidak bisa menunjukkan ketakutan.
“Dia ingin aku takut,” gumam Jisoo dengan suara bergetar tipis di antara keheningan kamarnya. “Dia ingin aku panik dan membuat kesalahan.”
Jisoo berdiri dari lantai, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Taeyong mungkin mencurigainya, tapi dia belum punya bukti konkret. Jika dia memiliki bukti, Jisoo sudah akan dikonfrontasi atau lebih buruk—dibunuh. Saat ini yang bisa Jisoo lakukan adalah menjaga kepalanya tetap dingin. Dia harus bermain dalam permainan Taeyong. Selama dia masih punya kendali atas emosinya, dia masih punya peluang untuk menang.
Namun, meski dia yakin harus tetap tenang, perasaan tidak nyaman tidak bisa dihilangkan begitu saja. Taeyong lebih berbahaya dari yang dia duga. Jisoo harus menggali lebih dalam tentang pria itu, tentang kelemahan yang bisa dia manfaatkan. Balas dendamnya pada Taeyong tidak bisa hanya berdasarkan dendam pribadi. Dia perlu memahami pria itu dengan cara yang lebih dalam—lebih dari sekadar musuh.
Malam itu Jisoo tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikiran tentang pertemuannya dengan Taeyong terus menghantuinya meskipun dia tahu bahwa membiarkan ketakutan menguasainya hanya akan membantunya kalah. Dia harus segera bertindak.
━━━━━━ ◦ breaking her ◦ ━━━━━━
Keesokan harinya, Jisoo kembali menjalankan rutinitasnya sebagai pelayan untuk Nyonya Laura. Hari itu terasa sama seperti hari-hari sebelumnya—mansion Han tetap sunyi, penuh dengan kemegahan yang dingin, dan para pelayan bergerak seperti bayangan. Namun, satu hal yang berbeda adalah perasaan bahwa Taeyong selalu mengawasi, bahkan ketika dia tidak ada di ruangan yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breaking Her | taesoo [✔️]
FanfictionDikhianati oleh saudara kembarnya, Putri Kedelapan dari keluarga assassin hidup dengan identitas baru sebagai Jisoo Lyudmila Baek, setelah diselamatkan dari kematian oleh seorang bangsawan muda, Daisy Lavinia. Demi membalas budi, Jisoo bersumpah mel...