Jisoo merasa hidupnya bagaikan burung dalam sangkar emas, terperangkap di dalam kamar hotel mewah milik Taeyong. Interior ruangan dengan langit-langit tinggi berornamen, dinding berlapis wallpaper warna gading, serta perabotan kayu mahoni yang elegan, tak lagi terlihat istimewa di matanya. Semua kemewahan yang dulu sempat membuatnya terkesima, kini hanya menambah rasa terkekang yang mencekam hati.
Beberapa minggu sudah berlalu, sedangkan dia masih terjebak di dalam penjara mewah ini. Jisoo hanya diizinkan keluar saat Taeyong mengajaknya makan, entah itu makan siang atau makan malam bersama. Setiap kali momen makan bersama tiba, Taeyong akan menjemputnya di kamar lalu membawanya turun ke restoran hotel yang selalu dihiasi dengan lampu-lampu kristal berkilauan. Suasana restoran eksklusif, dipenuhi oleh para tamu berkelas yang saling berbisik-bisik dan menyuguhkan pandangan iri saat melihat Taeyong dan Jisoo yang tampak seperti pasangan sempurna di mata publik.
Dalam setiap pertemuan itu, Jisoo selalu mencari celah. Setiap kali mereka turun ke restauran, dia memandang segala detail yang mungkin membantunya melarikan diri. Mengamati pintu-pintu keluar seperti letak lift, tangga darurat, dan penjaga yang ditempatkan di area penting, bahkan pergerakan para staf hotel. Dia tak pernah berhenti berpikir keras untuk mencari celah, mencari momen yang tepat agar bisa kabur tanpa terdeteksi.
Tapi seolah-olah dapat membaca isi kepalanya, setiap kali dia berusaha menyusun rencana atau mencoba memanfaatkan kesempatan, pria itu akan segera menggagalkan niatnya dengan cara yang hampir tak terlihat. Senyumannya yang tenang dan tatapan mata tajam itu, bagaikan sebuah peringatan agar Jisoo tidak berbuat macam-macam.
“Apa yang kau lihat?” tanya Taeyong suatu malam saat Jisoo ketahuan memerhatikan tangga darurat di ujung koridor. Nada bicaranya ringan, tapi sudut matanya terus saja mengawasi setiap gerak-gerik Jisoo.
Jisoo mendesah dan berpura-pura tak acuh. “Hanya ingin tahu apa saja yang ada di hotelmu ini,” jawabnya dengan sinis, berharap sikapnya akan membuat Taeyong bosan. Namun, dia tahu betul bahwa Taeyong tidak akan mudah terkecoh.
Taeyong hanya tertawa kecil, lalu meraih tangan Jisoo, menggenggamnya erat seolah hendak menunjukkan kendalinya. “Kau tahu, tak ada gunanya melihat sekeliling seperti itu. Tak akan ada tempat di sini yang bisa kau gunakan untuk melarikan diri dariku,” katanya sambil menggiringnya berjalan menuju bangku mereka.
Dalam hati, Jisoo merasa semakin tertekan. Setiap kali dia merasa memiliki kesempatan, harapan itu dengan cepat diruntuhkan oleh Taeyong. Seakan-akan hotel ini dirancang bukan hanya untuk kenyamanan para tamu, tetapi juga untuk memastikan bahwa dia tidak bisa ke mana-mana.
Namun, beberapa hari terakhir ini berbeda. Kamar mewah hotel yang biasanya terasa sesak karena kehadiran Taeyong, kini justru terasa kosong dan hampa. Sudah beberapa hari berlalu tanpa bayangan pria itu muncul di ambang pintu, membuat suasana di sekitar kamar menjadi lebih tenang. Biarpun tetap diawasi oleh para staf hotel yang ditugaskan Taeyong, ketiadaannya telah memberi Jisoo sedikit ruang untuk berpikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breaking Her | taesoo [✔️]
FanfictionDikhianati oleh saudara kembarnya, Putri Kedelapan dari keluarga assassin hidup dengan identitas baru sebagai Jisoo Lyudmila Baek, setelah diselamatkan dari kematian oleh seorang bangsawan muda, Daisy Lavinia. Demi membalas budi, Jisoo bersumpah mel...