Chapter XXXIII: He is crazy

252 56 17
                                    

Taeyong meninggalkan mansion dengan perasaan campur aduk, sementarawajahnya tetap datar seperti biasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Taeyong meninggalkan mansion dengan perasaan campur aduk, sementarawajahnya tetap datar seperti biasa. Mobil yang membawanya kembali ke hotel melaju dengan tenang melalui jalan-jalan Kota Tarrin yang dipenuhi gemerlap lampu malam. Namun, di dalam kepalanya perkataan ibunya masih berputar, menyentuh sudut-sudut pikirannya yang selama ini tertutup rapat.

“Cinta?” pikirnya sinis. “Apa gunanya cinta?”

Bagi Taeyong, pernikahan bukanlah tentang cinta atau perasaan. Pernikahan adalah kontrak sosial, sebuah kesepakatan yang dibuat untuk kepentingan dan keuntungan kedua belah pihak. Standar, kendali, dan kekuatan adalah prinsip yang mengatur hidupnya, bukan perasaan yang dianggapnya tidak masuk akal.

Cinta hanyalah kelemahan, ilusi yang menyesatkan dan  jebakan yang membuat seseorang kehilangan kendali atas hidup mereka. Apabila seseorang jatuh cinta, maka mereka telah menyerahkan kendali atas hidupnya. Taeyong dengan segala kepastian dan sikap dinginya, tidak pernah dan tidak akan membiarkan hal itu terjadi padanya.

Sesampainya di hotel, langkah Taeyong terhenti sejenak di lobi. Alih-alih langsung kembali ke kamar, sesuatu dalam dirinya mendorongnya untuk berbelok menuju pub hotel. Malam itu, pub hotel sedang menggelar pertunjukan dari kelompok musik yang tengah naik daun, The Red Shoes. Nama mereka kerap disebut di kalangan pecinta musik yang terkenal dengan penampilan enerjik dan melodi catchy yang memikat. Musik mereka menggabungkan berbagai genre dengan sentuhan pop modern yang segar.

Pusat perhatian The Red Shoes adalah sang vokalis, Shani, wanita dengan kecantikan menawan dan suara merdu yang menghipnotis. Di setiap penampilannya, dia selalu mengenakan sepatu merah mencolok, menjadi ciri khas yang membuatnya tak terlupakan di atas panggung. Suara wanita itu dikenal lembut dan memikat, ditambah dengan karisma alami membuat penonton tak bisa berpaling darinya. Setiap langkahnya di atas panggung selalu penuh semangat dan memancarkan daya tarik tertentu.

Malam ini, pub diselimuti dengan atmosfer hangat dan ramai. Alunan musik berpadu dengan tawa dan gemuruh obrolan pengunjung yang bersahutan. Lampu-lampu remang menciptakan suasana intim, cocok bagi mereka yang sedang mencari hiburan di penghujung hari. Taeyong melangkah masuk dengan tenang setelah menyuruh Benjamin agar meninggalkannya. Mata hitamnya menelusuri ruangan sebelum memilih tempat duduk di sudut—cukup jauh dari panggung namun dengan pandangan jelas ke depan.

Seorang pelayan segera datang melayani dengan sikap tenang, seakan telah terbiasa dengan kemunculan mendadak sang pemilik di pub. Wine favoritnya segera disajikan cepat di atas meja dan Taeyong menyambut gelas itu dengan anggukan singkat tanpa sepatah kata, sementara matanya langsung terpaku ke panggung, tempat The Red Shoes sedang tampil.

Di bawah pancaran lampu panggung, sang vokalis The Red Shoes tampak begitu menawan. Rambut hitam panjangnya terurai indah, mengalir lembut di bahunya. Gaun merah yang membalut tubuhnya memperlihatkan lekuk tubuh wanita itu dengan elegan, mencocokkan sepatu merah yang menjadi ciri khasnya. Suaranya yang mengalun lembut memenuhi ruangan, menciptakan suasana damai serta memikat. Senyum tipis yang selalu menghiasi bibirnya, menambah pesona yang membuat para penonton terpesona.

Breaking Her | taesoo [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang