Malam telah merangkak masuk, membawa kegelapan pekat ke sudut-sudut kota. Namun, di balik tembok tinggi mansion mewah itu, pesta berlangsung dengan kemeriahan yang kontras. Lampu-lampu kristal menggantung megah di langit-langit, memancarkan kilauan lembut yang menyinari seluruh ruangan dengan cahaya keemasan hangat. Pantulan cahayanya menari di permukaan marmer mengkilap, menciptakan ilusi bintang-bintang yang bertaburan di lantai.
Di setiap sudut aula yang luas, dentingan gelas anggur dan tawa riang para tamu mengisi suasana, menciptakan simfoni kemewahan yang melenyapkan kesuraman hari-hari sebelumnya. Aroma manis parfum mahal bercampur dengan wangi makanan lezat, menggelitik indra setiap orang yang hadir. Para pelayan bergegas bolak-balik dengan langkah cepat namun anggun, membawa nampan perak penuh makanan eksotis dan minuman beralkohol tinggi. Sementara itu, para wanita dalam kostum kelinci—pakaian ketat yang memamerkan lekuk tubuh mereka—melayani setiap tuan mereka dengan kepatuhan dingin, sementara mata mereka tampak kosong dan tanpa emosi.
Di tengah hiruk-pikuk pesta yang gegap gempita ini, Taeyong duduk tenang di kursinya, terpisah dari keramaian seolah dikelilingi kubah tak kasat mata. Wajahnya yang tampan terlihat jauh lebih dingin dibandingkan suasana riang di sekitarnya seperti terbuat dari es yang tak bisa mencair. Sebuah gelas wine kristal tergenggam di tangannya, anggur merah pekat berputar perlahan setiap kali dia menyesapnya dengan gerakan malas dan penuh keangkuhan.
Pandangan Taeyong terpaku pada lantai, matanya yang gelap sesekali melirik ke arah kerumunan tanpa emosi, menyaksikan pertunjukan membosankan yang bahkan tak mampu menarik minatnya. Di hadapannya, para wanita kelinci melayani para tuan mereka dengan senyum palsu yang dipaksakan, bibir mereka mungkin melengkung namun mata mereka terlihat mati. Para penari striptis mulai muncul di panggung kecil di tengah aula, menari dengan gerakan menggoda yang seharusnya membakar gairah, tetapi tidak satu pun dari itu menarik perhatiannya.
Para wanita yang berpakaian minim itu bergerak luwes, memamerkan tubuh mereka di depan para pria yang menonton dengan mata lapar dan napas memburu. Sementara para wanita kelinci yang menemani tuan mereka terlihat seperti boneka hidup yang kehilangan jiwa. Tidak ada perlawanan, tidak ada protes yang terucap dari bibir mereka yang bergetar. Mereka hanya duduk di sisi pria yang memperlakukan mereka seperti properti, menggantikan martabat dengan ketakutan yang mematikan segala reaksi.
Lampu-lampu yang lebih redup di sudut ruangan menciptakan suasana suram, membuat bayangan kelam berpendar di sekitar meja tempat Taeyong duduk bersama teman-temannya. Mereka semua tampak menikmati hiburan yang disediakan, tawa dan canda bercampur dengan musik jazz lembut yang mengalun dari orkestra mini di sudut ruangan. Tapi Taeyong berbeda malam itu. Pikirannya jauh melayang ke tempat lain—ke sosok Jisoo yang kini terkurung di kamarnya, kosong dan hancur setelah mengetahui kebenaran pahit yang menghancurkan dunianya. Dia tak pernah memberitahu siapa pun tentang keberadaan gadis itu. Teman-temannya hanya berasumsi bahwa Jisoo kabur, meninggalkan Taeyong dengan kelinci yang hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breaking Her | taesoo [✔️]
FanfikceDikhianati oleh saudara kembarnya, Putri Kedelapan dari keluarga assassin hidup dengan identitas baru sebagai Jisoo Lyudmila Baek, setelah diselamatkan dari kematian oleh seorang bangsawan muda, Daisy Lavinia. Demi membalas budi, Jisoo bersumpah mel...