³⁷

11 0 0
                                    

Hope u like this part ciso 🐳
Happy reading 🌷🌷

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 8 malam, gadis itu akhirnya tiba di depan rumah setelah seharian menghabiskan waktunya di luar rumah.

Kakinya yang lelah perlahan melangkah memasuki teras rumah. Tangannya belum menggenggam ganggang pintu, suara orang tuanya yang tengah bertengkar samar-samar terdengar.

Ia memejamkan matanya sejenak, badannya sudah lelah, pikirannya sudah penuh. Di tambah lagi mendengar pertengkaran kedua orangtuanya.

Seiring kakinya melangkah suara itu semakin jelas, meninggi dan menggema pada bangunan yang di sebut rumah. Dengan nafas yang berat ia mencoba menguatkan dirinya, tangan lentik itu perlahan membuka pintu utama rumah.

"KAMU INI SELALU NUDUH SAYA YANG ENGGAK-ENGGAK!" Teriak yang lebih dominan.

"Saya ini cape! Pulang kerja selalu di tuduh selingkuh!"

"Aku juga cape kerja! Lagian kalau bukan selingkuh apa namanya berduaan di dalam hotel hah?!" Bentak si istri yang tak mau mengalah.

"Yang nyuruh kamu kerja siapa hah? Bukannya aku udah bilang buat stop kerja, jadi ibu rumah tangga apa susahnya sih! Jalani peran kamu sebagai seorang ibu yang benar!"

"Lagian kamu kerja cuma buat alasan kan karena pengen ketemu mantan kamu itu! Secara kan kalian juga sama-sama masih ada rasa," sindir si lelaki yang berstatus sebagai ayah dari Lengkara.

"Kenapa gak kamu aja yang ngejalani peran ayah dengan benar dulu?! Jangan cuma bisa nyalahin aku aja, kamu aja belum tentu becus jadi ay-"

"Bisa diem gak?!" seketika ucapan ibunya terpotong akibat bentakan yang keluar dari mulut Kara.

"Kalian selalu saling nyalahin, padahal disini kalian sama-sama salah!" Kara maju melangkah ke ruang tamu, ia menaruh tasnya dengan kasar di atas meja.

"Apa maksud kamu Lengkara," tanya ibunya bingung menatap putri semata wayangnya.

"Gak usah sok pura-pura gak tau, mau sampai kapan hah?! Sampai kapan kalian bakal terus mengelak dengan alasan kerja sana, kerja sini padahal nyatanya buat nutupin hubungan gelap kalian." Kara tertawa sinis melihat ketegangan dari orangtuanya.

"Apa maksud kamu Lengkara! Kita memang beneran kerja dan itu semua juga buat kamu Lengkara!" ucap ayahnya tak terima.

"Itu cuma alasan klasik buat nutupin kebohongan papa. Papa yakin uang hasil kerja papa cuma buat aku? Bukan buat wanita lain?"

Kara tertawa sinis sebelum melanjutkan pembicaraannya. "Aku bukan anak kecil lagi pah yang dengan gampangnya bisa di bohongi. Anak yang papa tanggung bukan aku aja, tapi yang lain juga kan?"

"Mau sampai kapan papa terus terusan ngelak? Sampai uang papa habis di porotin sama mereka?!"

"Mereka gak sejahat itu!" Secara tidak langsung ayahnya membenarkan tindakan perselingkuhan dirinya.

"Papa mana tau gimana mereka di belakang! Wajar mereka bersikap baik di depan papa karena papa yang tanggung semua kebutuhan mereka semua!" ucap Kara tak kalah keras.

"Jadi benarkan kalo kamu seling-"

"Bukankah Mama juga sama? Kalian itu cocok, sama-sama suka main di belakang." Lagi-lagi Kara memotong pembicaraan ibunya.

𝐔𝐏𝐄𝐊𝐒𝐇𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang