²⁹

69 12 0
                                    

"omonganmu hiperbola sekali"
Happy reading 🌷🌷

Kamar dengan nuansa putih masih menjadi tempat berbaring seorang gadis. Terhitung sudah 5 hari ia berada di tempat ini, dengan rutin sang kekasih menemani selama pengobatannya di sini.

Seperti sekarang ini, setelah pulang dari sekolah sang kekasih tidak langsung pulang melainkan langsung ke rumah sakit tanpa berganti pakaian.

Mereka bahkan sempat bertengkar kecil, namun pada akhirnya si gadis yang mengalah. Ia sengaja mengalah karena masih sakit, jika dalam keadaan sehat mana mungkin gadis keras kepala seperti Lengkara mau mengalah.

"Abin ini udah sore loh, kamu gak mau pulang?" Kara menatap jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 5 sore.

"Bentar, film nya masih seru." pandangannya masih berfokus pada layar besar yang menunjukan sebuah film.

"Di rumah kan masih bisa nonton Bin, ini udah sore loh. Kamu dari pulang sekolah langsung kesini, emang bunda gak nanyain?"

"Nanyain, bunda bilang gapapa nemenin kamu di sini."

"Tapi seenggaknya pulang dulu lah, jorok banget gak ganti seragam mana udah bau lagi." Kara berpura-pura menutup hidungnya, padahal aslinya badan Abin tidak bau, malahan badannya masih wangi walaupun belum mandi.

"Masak sih?" ia akhirnya mencium seragamnya, namun nihil tidak ada bau asem sama sekali.

"Orang masih wangi gini," ujarnya.

"Bohong, orang kecium sampai sini." Abin lantas mendekati badannya ke arah Kara.

"Nih cium, masih wangi gini." Kara berusaha menghindari Abin.

Ia semakin menutup hidungnya menggunakan tangan. "Ihh bau Abin."

Abin pantang menyerahnya, ia memeluk Kara dengan erat. Ia dengan sengaja menaruh kepala Kara di ketiaknya, Kara berusaha menghindari namun pada akhirnya ia kalah karena kekuatan Abin lebih besar.

"ABINN, KETEK LO BAU NAGA."

Tawa Abin terdengar begitu puas tak kala melihat wajah Kara yang memelas. Setelah puas ia lantas melepaskan pelukannya.

"Kan rambut gue berantakan lagi," ucap Kara kesal, ia kembali merapikan rambutnya.

Bukan rambut yang Abin perhatian namun pada tangan Kara yang terpasang infus kini sudah mengeluarkan cairan berwarna merah.

"Sayang, darah."

Kara menatap tangannya yang terpasang infus, ternyata benar cairan infus itu kini sudah berubah menjadi warna merah. Dengan panik Abin berlari keluar memanggil dokter, tak lama sang dokter puk tiba. Sang dokter menangani Kara, ia membenarkan infus itu agar darahnya berhenti keluar.

"Tangannya jangan di bawa banyak bergerak ya mbak, takut darahnya keluar lagi," ucap sang dokter sembari tersenyum tipis.

"A-h iya dok."

"Kalo gitu saya permisi ya."

Sang dokter akhirnya keluar dari ruangan Kara, setelah sang dokter pergi Abin lantas mendekati Kara.

"Sayang, maaf," ucapnya menyesak sembari melihat tangan Kara.

"Kenapa?"

"Maaf gara-gara aku infusnya jadi ngelukain kamu." memang benar di dalam infus itu ada sebuah jarum kecil yang menancap di kulit Kara, maka dari itu sang dokter menyarankan agar tangan Kara tidak banyak bergerak dulu.

"Gapapa kok, ini juga salah aku. Lupa kalau tangannya masih di pakein infus," kekehnya, sedangkan Abin masih di selimuti rasa bersalah. Harusnya ia tidak memeluk Kara kencang, pasti semua ini tidak akan terjadi.

𝐔𝐏𝐄𝐊𝐒𝐇𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang