"Hei," ujar Henry menyapaku dengan senyuman miringnya membuat jantungku berdetak dengan kencang. Padahal baru beberapa jam yang lalu aku bertemu dengannya di sekolah tapi aku sudah merasa sangat merindukannya. Aku menyalahkan segala sesuatunya kepada hormon kehamilanku.
Aku menatap mobilnya dan mengrenyitkan dahiku. Hari ini, dia menggunakan mobil yang kukenali ketika Adrian membuka internet tentang mobil dan dia menginginkannya – Porsche 911 Turbo. Aku memutar bola mataku dan berusaha untuk tidak mengingat harga mobil keluaran baru tersebut.
Henry membukakan pintu mobil dan membantuku masuk. Hari ini, Henry akan menemaniku ke dokter kandungan untuk memeriksa kehamilanku setelah kemarin pagi aku berlari keluar kelas karena muntah. Akhirnya, Henrylah yang memaksaku mendaftarkan diriku untuk pergi ke dokter kandungan untuk memeriksa janin dalam kandunganku. Oke, aku tidak mempercayai diriku memanggil sesuatu yang tumbuh di dalam kandunganku menjadi janinku.
Ketika kami berdua berjalan menuju ke dokter di luar kota New Jersey, Henry tidak melepaskan tanganku sama sekali. Kami berdua memutuskan untuk memilih dokter di luar kota karena kami tidak ingin mengambil resiko bahwa ada seseorang yang kami kenal juga sedang mengunjungi dokter.
Aku melihat beberapa wanita hamil lainnya sedang duduk menunggu bersama suaminya. Aku mungkin merupakan wanita termuda yang sedang duduk di ruang tunggu. Kebanyakan dari wanita disini berumur dua puluh lima tahun keatas. Aku sedikit merasa canggung dengan keberadaanku disini, tapi aku segera mendapatkan keberanianku kembali ketika merasakan Henry di sampingku.
"Duduk disini dan aku akan mengisi formulir pendaftaran," ujarnya pelan dan menyuruhku untuk duduk disalah satu kursi kosong.
Aku tidak beragumentasi dengannya karena aku mulai mengenal sifat Henry. Dia selalu ingin melakukan sesuatu untukku dan dia sangat menyukainya, walaupun aku bisa melakukan apapun sendiri. Aku duduk di kursi yang ditunjuk oleh Henry dan menyadari mata para wanita lainnya yang menatap Henry dengan pandangan terkesima, tidak menyadari gerutuan dari para suami mereka.
Suara berat Henry saat berbicara dengan suster yang menjaga di check – in desk sudah cukup untuk mengundang perhatian semua orang. Apalagi, dengan pemandangan yang disuguhkannya dari arah belakang dengan jeans yang sangat seksi itu. Seorang wanita yang duduk sendiri tanpa pasangannya di dekat check in desk mulai membenahi branya, sehingga bagian dadanya terlihat sangat menonjol.
Aku merasakan diriku mulai marah ketika menyadari aksi wanita itu. Aku menatap wanita itu dengan marah ketika dia tetap memperhatikan Henry. Dia mengibaskan rambut merah panjangnya dan menaikan rok mininya sehingga kaki jenjangnya terlihat sangat jelas. What the hell?
Henry menoleh kearahku sambil membawa sebuah map. Dia sama sekali tidak tampak menyadari wanita berambut merah yang sedang berusaha menggodanya. Aku tersenyum kepadanya dan merasa sedikit baik karena ketidakacuhannya.
Beberapa menit kemudian namaku dipanggil dan aku menjalankan beberapa test untuk mengecek apakah aku memang sedang mengandung. Suster yang tadi berbincang dengan Henry di check in desk menjelaskan jika test pack kehamilan bisa saja salah dan aku hanya sakit beberapa minggu ini. Aku berdoa dalam hatiku semoga saja aku tidak hamil. Walaupun, hanya kecil kemungkinannya.
*******
Henry memegang erat tanganku ketika kami menunggu di ruang tunggu. Pintu terbuka dan seorang suster keluar, tersenyum kepadaku. "Congratulation. Anda positif hamil." Henry menekan tanganku dengan erat dan aku bisa melihat kegembiraan di wajahnya. Jadi, benar dugaanku kalau dia sama sekali tidak terpukul dengan kehamilan yang tidak disengaja ini.
Lain dengan Henry, aku merasa sangat terpukul dan takut. Tapi, aku tidak akan menangis atau akan mengaborsinya seperti yang kupikirkan pertama kali. Aku akan membesarkannya dan Henry akan membantuku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty of Protection
RomanceHenry adalah api, dan Alexa adalah es. Dua orang yang berbeda dipertemukan oleh sebuah takdir. Bagaimana jika dari awal mereka memang tidak boleh bersatu, tapi mereka memaksakan takdir atas nama cinta. Dapatlkah perlindungan yang ditawarkan oleh Hen...