CHAPTER 28

5.9K 433 33
                                    

Aku menatap kosong layer televisi walaupun pikiranku sama sekali tidak ingin menonton apapun yang sedang ditayangkan. Entahlah, aku menyalakannya hanya agar apartemen in tidak terlalu sepi.

Setelah kejadiaan di kantin selesai, pria itu segera menarik Audrey untuk pergi ke taman bermain. Ia tidak pernah menoleh kearahku sekalipun. Bahkan, saat dia meninggalkanku – dia tidak pernah menatap mataku.

Dia marah kepadaku.

Aku menyadarinya.

Tentu saja, Henry akan marah kepadamu Alexa. Kau meninggalkannya tanpa alasan dan tidak pernah menghubunginya dalam enam tahun terakhir. Kau meninggalkannya di saat dia juga terpukul atas kehilangan bayi kami. Kau meninggalkannya dalam kebingungan dan kesedihan. Kau pantas menerima perilaku yang ditujukan kepadamu.

Tapi, aku merindukannya.

Aku ingin menyentuhnya.

Aku ingin memeluknya.

Aku ingin mengatakan betapa aku mencintainya. Sebuah kata yang sangat ingin kuucapkan kepadanya.

Aku mendengar pintu apartemen terbuka dan aku merasakan seseorang sedang menatapku dari arah belakangku. Aku menghembuskan nafas panjang dan berusaha menguatkan diriku. Audrey pasti menyadari kalau aku memiliki hubungan dengan Henry. Melihat dari sikap diamnya, dia pasti ingin bertanya banyak hal kepadaku. Mungkin, ini saat yang tepat untuk sedikit bercerita kepadanya. Bagaiamanpun dia adalah salah satu sahabat terbaikku.

"Kau bisa bertanya apapun kepadaku."

"Apa hubunganmu dengan Henry Presscot?" tanya Audrey dengan nada sedikit terkejut. Mungkin, dia tidak menyangka kalau akulah yang mempersilahkan dia untuk bertanya. Aku bukanlah orang yang dengan mudah berbagi cerita tentang masa laluku. Aku sudah menebak apa yang akan ditanyakan kepada Audrey tapi aku tidak terlalu bersemangat untuk menjawabnya. "Apa yang dia katakana?"

Audrey terdiam beberapa saat. Aku bisa menebak kalau Henry tidak memberikan jawaban yang menyenangkan. "Dia mengatakan kalau dia adalah masa lalu yang ingin kau lupakan."

Aku memegang pegangan kursiku dengan erat, berusaha menahan air mataku yang hampir menetes. Benarkah dia mengira aku ingin melupakannya? "Kalau begitu dia benar. Dia hanyalah masa lalu yang ingin kulupakan." Aku menggigit bibirku dengan keras. Aku tidak pernah sedikitpun memiliki pikiran untuk melupakannya. Dia adalah kenangan terindah yang pernah kumiliki sepanjang hidupku. "Dia sangat cantik. Sewaktu dulu aku melihatnya, dia masih sangat kecil."

"Siapa?" tanya Audrey dengan bingung karena aku tiba – tiba mengubah topik pembicaraan kami.

"Aurely. Dia sangat mirip dengan Henry," ujarku berusaha untuk tegar. Aku membalikkan badan dan menatap Audrey dengan wajah datar yang sangat kukuasai. Sebuah ekspresi yang sering kukeluarkan saat aku merasa tersiksa atau sedih. "Sebelum aku pergi meninggalkan London, Aurely masih sangat kecil." Aku tersenyum ketika mengingat kejadiaan Henry yang menggendong Aurely menuju ke dokter. "Dia bayi tercantik yang pernah kutemui."

"Bagaimana kau bisa tahu Alexa? Maksudku bagaimana kau bisa tahu Aurely tumbuh menjadi gadis yang cantik?"

Aku merasakan wajahku segera memerah dan berusaha untuk menutupi fakta kalau aku melihatnya tiga tahun yang lalu. "Aku mengintipnya saat kalian pergi ke mobil."

Audrey berdehem pelan dan aku melihat Ia hampir meneteskan air matanya. Aku tersenyum melihat kesedian yang tergambar di matanya. Audrey Kosasih selalu bersikap seperti wanita yang kuat tapi sebenarnya Ia memiliki hati sangat rapuh. Ia gampang tersentuh hanya karena sesuatu.

"Apakah tidak ada cara lain agar kalian bisa bersatu?" tanyanya dengan suara serak.

Sayangnya, aku tahu Henry tidak akan pernah memaafkan kesalahanku. Karena diriku, dia kehilangan anaknya. Karena diriku, dia banyak menderita. Aku tidak bisa berpikir cara apa yang akan membuatnya bisa memaafkanku.

Beauty of ProtectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang