CHAPTER 21

13K 665 46
                                    

Kami berdua berlari melewati lorong rumah sakit. Jantungku berdetak dengan kencang memikirkan keadaan Grace dan Ted. Ini adalah kedua kalinya aku berlari melewati lorong rumah sakit hanya dalam jangka waktu sebulan. Jika terjadi sesuatu kepada Ted maupun Grace - aku tidak akan pernah memaafkan Dexter. Aku akan membunuh pria itu.

Adrian berhenti di meja resepsionis. "Kami keluarga Ted dan Grace Harvard. Dimana mereka sekarang?" tanya Adrian dengan tidak sabar.

"Ruang operasi.."

Adrian kembali menarik tanganku bahkan sebelum suster itu selesai berbicara. Aku bernafas lega ketika melihat Ted duduk di luar ruang operasi tampak tidak terluka sama sekali. Setidaknya dia selamat.

"Dad!" teriak Adrian langsung memeluk Ted. Saat aku mendekatinya - aku bisa melihat wajah Ted basah terkena air mata. Pria itu tampak sangat pucat. Ketika Adrian melepaskan pelukannya - Ted berganti langsung memelukku dengan erat. "Apa yang terjadi?" tanya Adrian dengan wajah pucat. "Bagaimana dengan keadaan mom?"

Aku membantu Ted untuk duduk dibantu oleh Adrian karena pria itu tampak tidak memiliki tenaga sama sekali. "Aku pergi menemui Noah Jackson setelah kau pergi ke sekolah. Lalu, dua jam kemudian Noah mendapatkan panggilan telepon kalau rumah kebekaran dan Grace berada dalam rumah. Lalu, Noah membawaku kemari."

"Apa yang dikatakan dokter?"

"Terlalu banyak menghisap asap. Seseorang mengunci pintu dari luar..." ujar Ted dengan terbata - bata. "Tidak bisa keluar... bawahan yang berjaga, meninggal." Aku mendengarkannya dengan berkonsentrasi. "Untung... salah satu orang FBI datang mengecek. Menyelamatkannya...." Ted menatapku dengan sedih. "Hanya bisa menunggu dokter."

Kami bertiga menunggu di depan ruang operasi dengan ketakutan. Tubuhku terasa sangat dingin dan gemetaran. Jika terjadi sesuatu kepada Grace - kumohon, dia tidak boleh meninggal hanya karena aku. Kumohon. "Alexa!" ujar sebuah suara yang sudah sangat kukenal. Aku langsung menghambur kepada Henry. Pria itu langsung memelukku dengan erat.

"Semuanya akan baik - baik saja. Grace pasti bisa melaluinya, dia wanita yang sangat kuat," bisik Henry di telingaku berusaha menenangkanku. Henry duduk di bangku kosong jauh dari Adrian maupun Ted. Dia mendudukanku di pangkuannya dan aku membenamkan wajahku di dadanya. Aroma musk milik Henry selalu bisa membuat sarafku yang tegang menjadi rileks.

Aku menatapnya dengan ketakutan dan Henry seperti bisa membaca pikiranku. "Ini bukan kesalahanmu. Dengarkan aku! Ini semua bukan kesalahanmu. Orang yang pantas disalahkan adalah Mann. Bukan kamu, Alexa."

Tiga jam kemudian, pintu ruang operasi terbuka dan seorang dokter setengah baya keluar. Aku, Henry, Adrian dan Ted buru - buru mendekati dokter tersebut. Ketika dokter tersebut tersenyum - aku mulai bisa bernafas lega. "Operasi Mrs Harvard berhasil dilaksanakan. Walaupun untuk sekarang kondisinya masih sangat lemah. Kami akan memindahkan beliau ke ruang ICU selama dua puluh empat jam setelah itu baru kami akan memasukannya di ruang rawat setelah keadaannya lebih stabil."

"Bisakah kami mengunjunginya sekarang?" tanya Ted.

"Kalian bisa mengunjunginya setelah kami memindahkannya,' ujar dokter tersebut tersenyum ramah. "Mr Harvard bisakah anda masuk kedalam ruangan saya agar saya bisa menjelaskan kondisi istri anda dengan lebih rinci?"

Ted mengangguk dan menoleh kearah kami. "Kalian tunggulah disini!" pintanya.

Adrian segera duduk dengan wajah lega. Ia menutup wajahnya dengan lelah. Henry menuntunku untuk duduk di kursi kosong sebelah Adrian. "Aku akan membeli kopi. Apakah kau ingin menitip sesuatu Adrian?" tanya Henry dengan lembut.

"Kopi, kumohon," ujar Adrian tampaknya melupakan permusuhan mereka untuk sesaat.

Henry mencium dahiku sekilas dan berbisik kepadaku. "Aku akan membawakanmu secangkir tea hangat. Tunggu disini!" Aku mengangguk kepadanya.

Beauty of ProtectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang