HENRY PRESSCOT>>>
................................................................................................
New Jersey, tujuh tahun yang lalu (January, 20th 2008)
Detak jam yang berdetak setiap detiknya membuat pendengaranku terganggu. Aku menatap dinding berwarna crem tempatku berada dengan bosan. Aku tidak menyukai tempat ini. Aku tidak menyukai dokternya. Aku tidak menyukai semua yang berada di tempat ini. Lantai, jamnya yang mengganggu, kursinya, bahkan semua orang – orang yang berada di dalam sini.
Grace menyuruhku untuk datang kemari, bertemu dengan seorang psikiater membosankan yang terus menyayakan pertanyaan sama dan tidak memberiku jalan keluar sedikit pun untuk kabur dari mimpi burukku yang sudah menghantuiku selama dua belas tahun terakhir ini. Demi Tuhan, aku sudah meninggalkan semuanya sejak aku kabur dari tempat itu, tapi mengapa aku juga tidak menemukan ketenanganku sendiri?
Aku tidak memerlukan dokter sialan yang hanya mengahbiskan uang keluarga angkatku. Mereka sudah cukup baik karena menerimaku sebagai anak angkat mereka tanpa harus aku merepotkan mereka. Aku berusaha menyembunyikan fakta kalau aku sering mengalami mimpi buruk, tapi entah bagaimana caranya mom selalu menyadarinya. Dan, dia memaksaku untuk terus datang kepada psikiater terbaik di kota New Jersey.
Aku merasakan seseorang duduk di sampingku, tapi aku tidak terlalu menghiraukannya. Psikiater yang kudatangi memang dokter yang terbaik, tapi entah mengapa sarannya tidak berhasil Ia terapkan kepadaku. Atau memang ketakutanku sudah terlalu dalam untuk di sembuhkan atau dia jangkau. Dia sendiri yang mengatakan kalau masa laluku adalah masa lalu kelam yang tidak gampang di sembuhkan dan hanya diriku sendiri yang bisa melakukannya kalau aku ingin sembuh.
Aku sangat ingin tidak memikirkan mimpi buruk tersebut. Aku sangat ingin tidak melihat tatapan menuduh mereka yang diarahkan padaku. Atau teriakan mereka di telingaku. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya untuk menghilangkannya. Aku menarik nafas panjang. Sudah kubilang, bukan? Semuanya hanya sia – sia kalau mom menyuruhku mendatangi psikiater.
Aku merasakan bunyi kertas yang menggangu di sebelahku, membuatku menoleh dan menemukan seorang pria yang wajahnya tertutup oleh koran yang di bacanya. Rambut cokelat gelapnya membuatku tidak bisa mengalihkan perhatianku darinya. Aku menginginkan rambut dengan warna itu karena banyak orang mengira wanita berambut pirang adalah orang bodoh dan kenyataannya tidak.
"Alexandra Harvard," seorang suster memanggil namaku – membuatku mengalihkan perhatianku dari pria yang duduk di sampingku dan masuk ke dalam ruangan yang sudah sering kudatangi lima tahun terakhir.
Aku duduk di salah satu sofa yang sudah sering kutempati, alih – alih kursi yang biasanya digunakan oleh pasien lainnya. Dokter Elly atau lebih senang dipanggil Elly terbatuk – batuk memegang dadanya, dan segera memium obat. Setelah beberapa menit, dia berjalan ke arahku dan duduk di depannya. Aku sudah sering menyuruhnya untuk pergi ke rumah sakit karena dia sering merasa sesak nafas tapi dia selalu menolaknya.
Elly berumur kurang lebih pertengahan dua puluhan dan siapun merasa takjub melihatnya menjadi psikiater seterkenal ini dengan usianya yang masih belia. Aku pernah bertanya kepadanya, mengapa tidak memilih berpraktek di kota besar karena dia akan mendapatkan lebih banyak uang disana. Tapi Elly mengatakan kalau dia tidak menyukai udara kota besar dan lebih menyukai kota kecil seperti New Jersey.
Wanita yang menurutku cukup aneh ini, memiliki mata kehijauan sepertiku tapi matanya selalu berbinar dengan kegembiraan. Rambut pirang pucat dan kulit kemerahan membuatnya terlihat manis. Elly memijat pinggangnya dengan kelelahan. "Empat bulan lagi dan monster ini akan segera keluar dari perutku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty of Protection
RomanceHenry adalah api, dan Alexa adalah es. Dua orang yang berbeda dipertemukan oleh sebuah takdir. Bagaimana jika dari awal mereka memang tidak boleh bersatu, tapi mereka memaksakan takdir atas nama cinta. Dapatlkah perlindungan yang ditawarkan oleh Hen...