Remaja

894 93 18
                                    

POV Freen.

Masa Remaja..

Masa yang kata orang-orang paling berkesan, entah itu soal jatuh cinta, soal kegagalan, soal cinta pertama, soal perubahan fisik yang signifikan, tentang semuanya.

Perkenalkan, namaku Freen. Freen Sarocha. Nama yang cukup asing ditelinga orang-orang Indonesia. Tapi, tidak apa-apa. Aku sangat menyukai nama itu karena pada dasarnya tidak akan ada orang yang sama sepertiku.

"Freen! Bangun! Sarapan dulu!"

Itu suara ibuku, sejak kecil ibu selalu membiasakan untuk sarapan terlebih dahulu dengan alasan agar otakku siap menerima pelajaran sekolah.

Jika diluar negeri roti adalah ciri khas sarapan, berbeda dengan disini. Nasi adalah makanan pokoknya.

'Belum makan, jika belum makan nasi'

Kata-kata yang akan selalu aku dengar dari orang-orang sekitar. Berawal dari kerutan diwajahku ketika mendengar kalimat itu, menjadi anggukan setuju.

Sepertinya, kebiasaan dan tradisi Indonesia sudah mendarah daging.

"Ibu udah siapin roti dan nasi, kamu boleh pilih yang mana aja"

Aku mengangguk, ibu adalah orang Indonesia asli, suku jawa. Nada bicaranya sangat khas.

"Aku mau makan nasi aja, ga makan, kalo ga makan nasi"

Ibu terkekeh kecil.

"Udah mulai terbiasa makan nasi ya kamu? Inget waktu pertama kali kamu ke Indonesia? Kamu selalu meminta roti untuk sarapan."

Aku mengangguk sambil menyantap makanan yang berada didepanku, rasanya enak. Masakan ibu selalu enak.

"Yasudah makan yang kenyang, bawa bekal juga yaa.. Jangan jajan sembarangan, jangan minum yang berwarna terang. Yang...."

Aku mengangguk beberapa kali. Nasihatnya pagi ini, terdengar seperti biasa, bukan pagi ini saja. Tapi, hampir setiap hari. Aku tau, itu adalah kasih sayangnya, dan aku melakukan apa yang beliau minta.

Setelah selesai, ibu memasukan kotak bekal bergambar lucu itu , tak lupa dengan botol minum berukuran 2 Liter. Aku tidak masalah, sungguh. Hanya saja minum sebanyak itu membuatku selalu ke kamar mandi.

Hingga akhirnya, aku menaiki mobil yang sudah menungguku diluar, lengkap dengan sopir yang siap mengantarkanku.

"Ehh, sebentar pak!"

Aku berteriak kepada supir pribadiku, setelah memasukan tasku ke jok belakang.
Aku berlari kecil menuju kamar, mengambil tas hitam yang berisi 'mainan' kesukaanku.

"Bu, aku berangkat ya"

Ibuku mengangguk, lalu menghampiri sopir kami.

"Bawanya hati-hati"

Sang sopir mengangguk-ngangguk kecil sambil tersenyum.

"Ayo Pak Andi, kita berangkat."

"Siap, Nona"

Freen POV end.

Suara mesin-mesin motor mulai terdengar, pandangannya melihat kearah depan yang masih terdapat kabut putih tipis, menandakan bahwa udara pagi ini masih sangat dingin, mengingat semalam juga turun hujan cukup deras.

"Masih banyak kabut ya pak?"

Pak Andi mengangguk sambil tersenyum.

"Kemarin hujan soalnya,"

Freen mengangguk beberapa kali,

"Benar kata orang, Bandung setelah hujan memang sangat menarik"

"Tuhan menciptakan Bandung, dengan tersenyum"

Best PartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang