OVT

767 105 28
                                    

"Halo Savira, gawat! Freen udah nunjukin tanda-tandanya!"

Savira yang tadinya sedang melihat kertas-kertas tentang penyakit anaknya, mengerutkan alis tidak mengerti arah pembicaraan Sania.

"Tanda-tanda apaa? Coba ngomong pelan-pelan"

"Benjolan, di belakang kepala!"

Savira terdiam, kertas yang sedang dipegangnya, mendadak jatuh. Tubuhnya lemas dengan air mata yang seketika menggenang dipelupuk matanya.

"Freen..."

"Kamu kesini! Kita pastiin itu bener atau engga"

Suara Sania menyadarkan Savira kembali, tanpa memikirkan apapun, ia segera keluar rumah, berlari sekencang yang ia bisa untuk melihat keadaan putri kesayangannya.

Tidak peduli bagaimana penampilannya sekarang, tidak perduli bagaimana pendapat orang lain.

"Freen! Freen" Gumamnya sepanjang jalan. Hingga akhirnya, dirinya sampai dirumah Rebecca. Ia membuka pintu bahkan tanpa mengetuk terlebih dahulu.

Ia segera melihat ke ruang tamu keluarga Sania , terdapat Freen yang sedang menunduk dengan Rebecca yang mengkompres kepala bagian belakang Freen.

"Eh? Ibu?"

Freen mengangkat kepalanya segera, mendengar kekasihnya seperti Kaget akan seseorang yang datang.

"Ibu? Kenapa? Ko kaya panik gitu?" Tanya Freen bangkit perlahan menghampiri ibunya.

Savira menatap Freen lama, dari atas sampai bawah. Tangannya memegang lengan Freen , menyuruhnya untuk segera duduk.

Rebecca yang melihat itu, sedikit bingung. Ia masih memegang es batu yang mulai terasa dingin di tangannya.

"Apa yang sakit , Nak?" Tanya Savira kemudian.

Freen menyentuh bagian belakang kepalanya yang ada benjolan.

"Ini, tadi di sekolah Freen ga sengaja kena bola basket. Sampai benjol sih hehe. Sakit kerasanya bu"

Savira memutarkan badan Freen, ia menyingkirkan rambut panjang anaknya untuk melihat seberapa besar benjolan dikepalanya.

Tepat, didasar tulang tengkorak, Savira bisa merasakan benjolan yang cukup besar. Tangannya bergetar, ia menekan bagian sekitar benjolan itu.

"Sakit sayang?"

Freen mengangguk.

"Sakit bu, tadi Rebecca lagi ngompres kepala aku. Biar benjolnya berkurang."

Savira menatap Rebecca yang masih sedia memegangi es batu di tangannya.

"Besok juga sembuh, kamu kompres dulu sama Rebecca yaa.. Ibu mau ke Sania dulu."

"Dimana ibu kamu Rebecca?" Lanjut Savira bangkit perlahan.

"Tadi aku liat di dapur bu,"

Pada akhirnya, Savira meninggalkan Rebecca yang kembali duduk disamping Freen.

Savira melihat Sania yang sedang menuangkan makanannya yang masih panas ke dalam wadah.

"San"

Pandangan Sania terangkat, ia melihat Savira yang sudah memerah wajahnya menahan tangis. Tanpa mengatakan apapun , Sania memeluk Savira erat, membiarkan dirinya menangis dalam diam agar anak-anaknya tidak merasa khawatir.

"Ayo ke kamar dulu, biar anak-anak ga liat dan ga curiga."

Diam-diam Rebecca melihat semua gerak-gerik dari ibu Freen, ia sangat yakin bahwa ada yang disembunyikan. Terutama tentang penyakit Freen.

Best PartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang