" Maafkan aku.."
Rain jatuh bersimpuh dengan tangan yang berada di atas kedua lututnya sendiri.
" Bukan maaf Rain. Jelaskan semua ini!" Noeul melempar buku diary milik Rain ke hadapan si pemilik dengan tenaga ringan. Walaupun tengah dikuasai amarah, Noeul masih berusaha tak melukai saudara kembarnya
" Aku.. Aku.. Aku salah, tapi.. tapi aku, aku hanya ingin mencoba Eul." Jelas Rain diantara isak tangisnya
Mencoba? Ada apa dengan kata mencoba?
Apa mencoba mimpi orang lain agar menjadi miliknya sekarang sudah menjadi suatu trend yang baru. Atau karena mereka kembar jadi Rain berasumsi kalau apapun diantara mereka patut dicoba salah satunya bersama sebagai seorang saudara kembar.Matanya menatap nanar saudaranya yang masih sesenggukan menangis di atas lantai kamarnya. Bukan tangisan yang diinginkan Noeul saat ini, melainkan sebuah jawaban yang jujur dari sosok yang delapan puluh persen mirip seperti dirinya.
" It's my dream, not you, Rain!" Tekankan Noeul
Noeul merasa kecewa dengan Rain untuk kali ini. Selama ini dirinya sudah mengalah untuk bersekolah di tempat yang lebih jauh agar tak ada yang bisa mengenali keduanya di satu tempat. Mengambil akses yang lebih sulit agar saudara kembarnya itu tak perlu kesusahan ketika berangkat sekolah ataupun hendak pergi bersama teman-temannya.
Menanggung arti kata tanggung jawab seorang kakak demi adiknya.
Tapi apa yang sekarang dilakukan saudaranya itu kepadanya. Rain bahkan menusuk dirinya dari belakang. Apa yang menjadi mimpinya diambil alih oleh Rain secara paksa tanpa sepengetahuan Noeul.
" Eul.. Kumohon Eul, kali ini saja. Kali ini saja biarkan aku mencoba menjadi dirimu," pinta Rain meraih tangan Noeul
" Kau tak bisa menjadi diriku Rain, kau memang sama denganku tapi bukan berarti kau adalah aku." Noeul menepis tangan Rain yang meraih tubuhnya kembali
Sudah dua kali hari ini dirinya mendapat sebuah kejutan yang tak pernah dia sangka. Dan semua berhubungan dengan kembarannya tercinta.
" Pa, Aku akan menginap di rumah Peat. Ada tugas kuliah yang harus segera diselesaikan." Ijin Noeul pada sang papa tanpa ingin membuang waktu lebih lama berada di rumah
" Ya sayang. Tapi, Apa kau tak perlu berganti baju lebih dulu?" Tanya Ny. Nuttarat yang masih melihat putranya memakai pakaian yang tadi dipakainya ke pesta
" Nanti saja di tempat Peat, Pa." Noeul mengecup pipi papanya bergantian dan berlalu pergi
.....
" Jadi apa yang terjadi?" Peat yakin kalau ada sesuatu yang terjadi pada sahabatnya saat ini
Noeul tak sering menginap di apartemen miliknya meskipun sudah seringkali Peat merayu pemuda tersebut untuk menemaninya. Hanya beberapa kali yang bisa dihitung dengan jari ketika Noeul mau bermalam di tempatnya. Dan sekarang, pemuda itu dengan tiba-tiba menghubunginya dan meminta untuk dijemput juga diijinkan menginap di tempatnya. Itu berarti memang sesuatu telah terjadi.
Namun tak ada jawaban, Noeul memilih pergi masuk ke dalam kamar mandi. Merendam tubuhnya ke dalam air hangat, dirinya tengah tak bisa berpikir jernih saat ini dan Noeul takut akan melukai saudaranya sendiri karena amarahnya.
" Itu mimpiku Rain. Itu mimpiku," gumam lirih Noeul menumpukan wajahnya diantara kedua lututnya
Peat masih menunggu dengan sabar hingga sahabatnya itu keluar dengan penampilan yang lebih segar daripada tadi. Posisi duduknya sudah dibuat senyaman mungkin karena berharap Noeul akan segera memulai apa yang menjadi penyebab utama sahabatnya itu berlari ke tempatnya malam ini.
" Sudah berapa lama kita berteman?" Noeul membuka suaranya
" Hm? Sudah sebelas tahun lebih, kenapa?"
" Kalau begitu sudah cukup lama."
" Hei, bisa katakan dengan jelas apa maksudnya?!" Keluh Peat tak sabar, bukannya lekas bercerita ada apa, Noeul justru menanyakan usia persahabatan mereka
" Aku mendapat tawaran trainee yang kuinginkan."
" Apa?? Kapan?? Kenapa baru sekarang cerita? Kau keterlaluan, Eul!"
" Ha, ha, ha,.. Tapi Rain menginginkannya." Tawa sarkas Noeul menertawakan dirinya, dadanya juga terasa sesak karena lelah menahan amarah
" Apa maksudmu?"
" Rain ingin mencobanya. Rain bersiap menjadi diriku." Noeul menatap langit malam yang terlihat dari jendela kamar Peat
" Apa-apaan Rain?! Dia tak seharusnya melakukan hal itu pada saudaranya sendiri." Sungut Peat kesal
Noeul tak mendengarkan rentetan kata-kata kekesalan yang Peat lontarkan. Dirinya sibuk menatap langit malam yang terasa begitu hampa tanpa adanya gemerlap bintang yang biasa menghiasi keindahannya. Seolah semua suara kegaduhan yang diciptakan sahabatnya tak diterima indera pendengaran Noeul.
Peat yang mengetahui kalau Noeul tak mendengarkannya sama sekali, merengkuh tubuh sahabatnya dan sedikit mencengkerammya.
" Jangan biarkan Rain mengambil mimpimu. Dia bukan kau, Eul. Harusnya Rain sadar hal itu. Ambil kembali mimpimu." Peat menyadarkan sahabatnya yang saat ini pasti dilanda kegundahan besar
Peat tahu sebesar apa rasa sayangnya terhadap saudara kembarnya. Karena Noeul selalu menoleransi semua tingkah Rain tanpa terkecuali, namun untuk kali ini Peat merasa Rain sudah berulah diluar toleransi sahabatnya. Dan Peat hanya ingin Noeul tak membiarkan Rain mengambil apa yang bukan menjadi miliknya.
" Itu mimpimu. Mimpi besarmu. Biarkan Rain mencari mimpinya sendiri." Tambah Peat
" Yah, kau benar Peat."
Noeul mulai yakin kalau dirinya akan mengambil kembali apa yang memang sedari awal ialah miliknya bukan milik saudaranya.
.....
" Kemana semua orang, Bi?" Tanya Noeul pada salah satu asisten rumah tangganya ketika dirinya pulang dan tak mendapati seorangpun di dalam rumah padahal ini weekend
" Nong Rain mengalami demam tinggi semalam, jadi mereka berada di rumah sakit sekarang."
Noeul berlari kembali, menyambar jaketnya asal dan segera memesan sebuah taksi. Jantungnya berpacu cepat mengingat betapa buruknya dirinya karena tak ada di samping saudara kembarnya ketika saudaranya itu membutuhkannya.
Pemuda itu terlihat gelisah juga ketakutan, tangannya tak berhenti memegang ponsel yang masih mencoba menghubungi nomor papanya. Hingga akhirnya papanya menjawab panggilan darinya dan memberitahukan dimana letak saudara kembarnya itu dirawat.
Srakk
" Oi Eul!!" Rain terkejut mendapati saudara kembarnya yang masuk dengan tergesa dan sedikit menimbulkan keributan ketika membuka pintu ruang rawatnya
Wajah saudaranya itu terlihat sedikit pucat seolah Noeul juga tengah mengalami demam dan lebih parah darinya. Padahal disini dirinyalah yang sekarang seorang pasien. Pelukan yang diterima Rain pun terasa begitu erat, membuatnya sulit untuk bergerak.
" Eul.. Aku susah berna-fas,"
Noeul melepas pelukannya ketika suara berat dan lirih Rain dia terima. Matanya tak kuasa menahan air mata yang sudah menumpuk bersiap tumpah karena rasa takut juga penyesalan.
" Aku akan membiarkanmu menjadi diriku asal kau berjanji tak akan sakit lagi."
Rain mendongak, sebenarnya dirinya demam bukan karena terpikirkan terus menerus untuk menjadi trainee yang merupakan mimpi Noeul. Pemuda manis bersurai hitam tersebut sakit lantaran beberapa waktu lalu terkena hujan secara berulang. Namun karena Noeul sudah mengijinkannya kali ini tanpa harus dirinya merajuk ataupun melakukan permohonan yang sedikit ekstrim lainnya, jadi Rain akan mengiyakan saja.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
MIROR
FanfictionKisah dua pemuda kembar identik yang harus terjebak dalam suatu kerumitan dimana cinta yang datang kepada keduanya berasal dari seorang pria. Akankah persaudaraan yang selama ini dibagi bersama bisa membuat keduanya mengalah satu sama lain, atau jus...