Rain terengah, mengambil nafas terburu dari larinya. Kakinya yang berhenti sejenak hanya untuk mengisi paru-parunya dengan oksigen, menatap bangunan tinggi tempat dimana apartemen Peat berada. Dirinya bahkan tak tahu bagaimana dirinya bisa sampai di depan gedung apartemen sahabat Noeul, yang ada dalam pikirannya hanyalah menemukan Noeul secepat yang dia bisa.
Tangannya bahkan juga tak hentinya bergetar ketika mengetuk pintu apartemen Peat. Entah apa yang dirinya perbuat saat ini, apakah betul atau tidak, Rain tak tahu pasti.
Kilasan Sky yang meminta dirinya melepas kekasihnya datang berganti dengan wajah sendu kekasihnya yang memanggil lirih nama saudara kembarnya, terus berdatangan seperti video yang diputar berulang dan monoton.
Peat tak menduga akan kedatangan seseorang yang tak ingin dia jumpai lagi, berada di depan pintu apartemen miliknya dengan pakaian sedikit basah mengingat sepertinya hujan mulai turun perlahan di luar sana.
Belum sempat Peat mempersilahkan tamu itu masuk, Rain sudah lebih dulu melewatinya sembari memanggil nama sahabatnya tersebut.
" Rain?? Kapan kau datang?? Kau basah," Noeul terkejut mendapati saudara kembarnya sudah berada di dalam apartemen milik Peat
Peat menatap tak suka pada tamu yang sudah masuk ke wilayahnya tanpa diundang. Noeul yang menyadari hal itu hanya bisa tersenyum tipis, berharap Peat bisa mentolerir nya untuk sekali ini saja.
" Bisa kita bicara diluar?" Tanya Rain
Peat dan Noeul saling pandang. Sesuatu telah terjadi dan ini lebih cepat dari dugaan keduanya. Meskipun sudah mereka terka sebelumnya kalau cepat atau lambat Rain akan mengetahui semuanya, namun Noeul masih tak tahu harus bersikap bagaimana nantinya.
Dirinya ingin menjawab semua pertanyaan Rain tanpa ragu. Namun kini seolah keraguan terus menghantuinya. Mengusik ketenangannya.
Rain pergi keluar lebih dulu, meninggalkan Noeul tanpa kata apapun lagi.
" Kau tahu aku tak suka lintah itu, tapi.. kalau kau menyukainya, egoislah sekali saja." Peat menghentikan sejenak Noeul yang sudah sampai di depan pintu
Noeul tak menjawab. Haruskah dia egois kali ini. Haruskah dirinya merebut Boss dari Rain.
.....
Butiran air yang terjun dari langit dengan tingkat curah tinggi tak menghentikan dua pemuda yang sedari tadi masih berdiri di tempatnya.
Tubuh yang sudah sepenuhnya basah terkena air hujan bahkan tak membuat keduanya merasa risih ataupun kedinginan.
Tatapan mata yang berbeda beradu satu sama lain, menempatkan keadaan yang tak nyaman jika dilihat dari dekat. Namun suara hujan yang deras mengaburkan percakapan diantara keduanya.
Warna rambut berbeda sebagai penanda bagi orang lain untuk membedakan keduanya. Karena nyatanya, dua pemuda tersebut merupakan saudara kembar identik yang begitu mirip satu sama lain dan akan susah dikenali jika warna rambut mereka sama.
Namun semirip apapun saudara kembar, tetap ada perbedaan di antara keduanya.
Sudah lebih dari tiga puluh menit berlalu dalam keheningan. Dan tak ada satupun diantara keduanya yang siap angkat bicara. Hingga sosok dengan surai hitam cenderung cokelatnya bersimpuh sembari memegang tangan saudaranya.
" Aku mohon Eul.. Kembalikan Phi Boss kepadaku," pinta pemuda dengan rambut panjang di atas bahunya, lirih tersamarkan suara gemericik air hujan
Tangan pemuda bersurai cokelat itu meraih tangan saudara kembarnya putus asa dan sedikit mengguncangnya, meminta jawaban dari saudara yang hanya berselisih lima belas menit darinya.
" Aku mencintainya Eul, Aku mohon kembalikan dia kepadaku.." suara bias yang beriringan dengan rintikan hujan terdengar memilukan seperti suara alunan musik biola
Namun tak ada satu katapun keluar dari bibir saudara kembarnya yang kini berubah menjadi pucat kebiruan akibat hawa dingin menyergap. Hanya matanya yang menyiratkan luka juga kecewa yang dia tujukan pada saudara kembarnya.
Disini keduanya terluka juga putus asa.
Peri cinta datang membawa kabar baik pada keduanya dengan orang yang sama, membuat mereka tak tahu harus berbuat seperti apa agar tak saling melukai satu sama lain.
" Aku juga mencintainya Rain, Aku juga.." kalimat yang akhirnya keluar bersamaan dengan hembusan angin kencang, menjadi penanda sebuah dinding mulai terbangun diantara keduanya dan akan menjadi pemisah dari dua tubuh yang saling bertaut satu sama lain selama ini
Rain menjatuhkan tangannya yang tadi memegang tangan Noeul. Kalimat yang diucapkan saudara kembarnya bagai guntur nyata di hatinya. Menyambar hangus semua kepercayaan juga cintanya.
" Bagaimana bisa.. Bagaimana bisa kau menusukku seperti ini Eul!!??" Bentak Rain berdiri menatap nyalang saudaranya
" Kenapa kau hanya diam? Sudah sejauh mana kau merebut kekasihku? Apa yang kau lakukan pada Phi Boss hingga dia memintamu padaku?"
Rentetan kalimat penuh amarah diterima Noeul dari saudaranya. Jelas wajah yang sama dengannya mengeras juga memerah. Sebagai seorang kakak, Noeul tak pernah menginginkan keduanya berebut sesuatu di masa lalu. Noeul cenderung mengalah pada Rain yang notabene ialah adiknya. Menjaga juga menyayanginya tanpa syarat apapun.
Ucapan Peat yang memintanya egois sekali saja merasuk berbisik berulang di telinganya.
" Terjadi begitu saja, aku berulang kali mengatakan padamu Rain. Tapi kau yang tak mau membahasnya lebih lanjut,"
" Aku juga manusia Rain. Kalau aku tahu cinta datang dengan luka juga hal yang rumit seperti ini, aku pasti tak akan mau menerimanya." Noeul menjelaskan namun tetap berdiri di tempatnya, memberi jarak pada saudaranya
Hatinya terluka dengan kenyataan Rain yang lebih menyalahkan dirinya karena sudah tergoda dengan cinta yang ditawarkan Boss. Meskipun saudaranya itu tahu bahwa tak sepenuhnya semua salah Noeul karena sudah tergiur oleh kekasihnya.
" Kalau memang kau lebih mencintainya, aku akan pergi darinya." Rain tak bisa menyembunyikan raut lega juga senang di wajahnya mendengar Noeul bersedia mengalah sekali lagi darinya
Getir yang dirasakan Noeul. Saudaranya memang lebih membutuhkan Boss daripada dirinya.
" Juga darimu."
Entah alam yang memang mendukung atau mungkin murni kebetulan semata, kilatan petir menyambar diikuti keretakan diantara hubungan persaudaraan si kembar.
Bukan ini yang diinginkan Rain. Kenapa Noeul tak mau mengerti kalau dirinya mencintai Boss namun tetap membutuhkannya. Mereka tak pernah terpisahkan selama belasan tahun ini. Bagaimana bisa Noeul memilih pergi dari kehidupannya. Mengapa Noeul begitu egois padanya kali ini.
Apa tak bisa dia menyerahkan Boss kembali begitu saja tanpa harus pergi menjauh. Apa hubungan mereka tak bisa kembali seperti dulu hanya karena seorang pria. Lagipula pria itu sebelumnya adalah kekasihnya, jadi Rain hanya meminta miliknya kembali.
Rain ingin menyela, namun Noeul berbalik masuk ke dalam gedung apartemen milik Peat. Meninggalkan Rain yang berusaha memanggil namanya hingga pemuda itu tersandung kakinya sendiri dan berakhir tersungkur di tanah.
Langkah Noeul terhenti, jerit dalam dirinya meminta untuk berbalik dan kembali menolong saudara kembarnya. Namun tatapan Peat yang jauh di depan sana dan menggelengkan kepala membuatnya kembali melangkah lurus. Mengabaikan saudaranya yang pastinya tak menyangka Noeul akan menjauhinya.
Mengambil langkah untuk menutup hati yang terluka oleh dua orang yang mengusik ketenangannya.
Tbc
Seneng kan kalean😏😏😏
KAMU SEDANG MEMBACA
MIROR
FanfictionKisah dua pemuda kembar identik yang harus terjebak dalam suatu kerumitan dimana cinta yang datang kepada keduanya berasal dari seorang pria. Akankah persaudaraan yang selama ini dibagi bersama bisa membuat keduanya mengalah satu sama lain, atau jus...