16

113 26 13
                                    

Noeul mengedarkan pandangannya ke bandara yang sepi karena memang penerbangan pagi sepertinya tak begitu banyak penumpang. Hingga dirinya menangkap objek yang sangat dia rindukan tengah memasang raut cemberut duduk diatas kopernya dengan sesekali melirik ponsel juga jam tangan yang melingkar di pergelangannya.


" Rain!!" Panggil Noeul membuat pemuda yang sibuk menatap ke bawah itu mendongak ke sumber suara



Noeul berlari diikuti Peat yang berjalan malas di belakangnya.



" Kau sangat lama Eul!! Huh!" Rajuk Rain ketika saudara kembarnya mendekat dan memeluk tubuhnya

" Aoo maafkan aku na.. Aku tak enak badan kemarin jadi seharian penuh ponselku mati." Ungkap Noeul memberi penjelasan agar saudaranya itu tak merajuk lagi, lagipula ponselnya masih baru akibat ulah seseorang

" Oh benarkah? Maafkan aku, aku tak tahu kau sakit. Apa sekarang kau sudah sehat? Apa ada yang masih tak nyaman? Apa perlu kita ke dokter?" Cecar Rain melihat Noeul dengan seksama


Wajah saudara kembarnya itu memang nampak lebih pucat juga terlihat jelas raut kelelahan tercetak disana. Membuatnya bersalah karena sudah merajuk pada saudaranya sendiri.

Peat melihat interaksi kedua saudara kembar tersebut, dirinya memang yakin begitu erat hubungan diantara keduanya. Kasih sayang mereka juga seolah begitu kental dan tak mudah diputuskan. Namun setelah apa yang terjadi, akankah hubungan yang terlihat kokoh itu nantinya juga akan retak..

Walaupun disini Peat bisa memastikan kalau sahabatnya tak sepenuhnya bersalah karena ikut terbawa arus yang diciptakan saudaranya sendiri. Tapi mengingat kepribadian sahabatnya itu, Peat meragukan Noeul akan mengambil langkah yang egois bagi kebahagiaannya.


" Dia Peat?!" Teriak Rain daripada bertanya dengan nada yang santai

" Hng. Dia Peat." Balas angguk Noeul

" Hai Peat, Aku Rain. Kita sudah pernah bertemu, tapi kita belum pernah bicara secara langsung." Rain mengulurkan tangannya, namun Peat tak segera menerima uluran tersebut


Matanya menatap risih tangan yang sempat melukai sahabatnya meskipun dimengerti atau tidak oleh si pelaku. Tetap saja Peat tak bisa menyembunyikan perasaan tak sukanya.

Peat bukanlah orang yang suka sekali menjilat atau bermuka dua, jika dirinya tak suka maka tak ada alasan lain untuk menunjukkan raut wajah persahabatan. Dia tidak mau berpura-pura hanya demi sesuatu yang dia benci.

Noeul yang menyadari sahabatnya enggan menerima uluran dari saudara kembarnya, mencari alasan bagi sahabatnya.


" Maaf Rain, Peat tak begitu suka bersentuhan dengan orang yang tak dikenalnya. Tapi, nanti setelah kalian bertemu lebih dari tiga kali pasti Peat akan mau menganggapmu sepertiku." Noeul mengambil alih tangan saudaranya yang masih menggantung di udara dan menyimpannya di sisi pemuda tersebut



Peat menatap tak mengerti apa maksud Noeul berbicara seperti itu pada saudaranya hanya agar saudara kembarnya itu tak sakit hati. Kalau boleh jujur Peat bahkan ingin menepis kasar tangan saudara sahabatnya tersebut, namun urung karena bisa saja Noeul yang berakhir marah padanya. Lagipula Peat juga tak memiliki minat untuk bertemu dengan Rain lebih dari kali ini. Yang lalu karena kebetulan dan untuk masa mendatang dirinya berharap tak akan pernah membuat hal itu terjadi.


" Oh.. Kalau begitu aku menantikannya." Rain memamerkan senyumnya yang nampak manis juga ceria pada Peat


Peat hanya menatap dingin dan berlalu pergi lebih dulu.


" Ayo! Dia memang seperti itu, tapi dia sangat baik." Noeul mengambil koper milik Rain salah satunya dan menyeretnya

" Ya. Dia sahabatmu, jadi mungkin dia takut dia salah mengenali seperti kebanyakan orang." Rain mengangguk, berjalan beriringan bersama Noeul



MIRORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang