Senyum lebar menghiasi wajah Peat. Dirinya begitu bangga pada sahabatnya karena sudah mampu mengacuhkan saudaranya sendiri kali ini.
Berbeda dengan Peat yang terlihat puas, Noeul diam tak bergeming menatap ke bawah melalui jendela di apartemen Peat. Jauh di bawah sana saudaranya itu sudah bangkit dan berjalan dengan sesekali menatap ke atas, entah terlihat atau tidak dari tempat sejauh itu kalau Noeul tengah mengawasinya, hingga Rain menghilang sepenuhnya dari sekitar gedung apartemen Peat.
Kakinya tiba-tiba lemas, jatuh bersimpuh. Dadanya terasa sesak, air mata yang dia tahan luruh begitu saja. Rasanya menyakitkan karena mengabaikan saudara kembarnya sendiri seperti tadi. Akan tetapi Noeul juga merasakan luka lainnya karena permintaan Rain padanya untuk menjauh dari Boss. Pria itu sudah mengambil sebagian ketenangannya, mengusik hatinya dan memberinya harapan akan sebuah mimpi berbagi cinta.
Secepat mimpi itu datang maka secepat itu pula mimpi itu harus berakhir.
Dirinya tak sanggup menyakiti Rain, melihatnya terluka, marah ataupun kecewa padanya. Namun hatinya juga merasakan perasaan tersayat ketika pria yang berjanji akan bertanggung jawab padanya itu tak bisa menjadi akhir kisahnya.
Boss berusaha menghubunginya, membawa dirinya untuk melalui semuanya bersama. Hanya saja Noeul terus menutup rapat akses bagi pria itu, dirinya memang ingin egois sekali saja namun juga belum siap mengambil langkah merebut Boss dari Rain. Dilema dirasakan Noeul, tak mampu berpikir apa yang harus dirinya lakukan, entah maju ataupun mundur.
Berulang Noeul memukul dadanya berharap rasa sesak juga sakit itu akan menghilang atau mereda, meskipun hal yang mustahil terjadi. Namun tangannya masih tak mau berhenti.
" Cukup. Berhenti menyakiti dirimu sendiri." Peat memeluk tubuh sahabatnya yang terlihat rapuh agar tak lagi memukul dadanya sendiri
Mungkin apa yang disarankan pada sahabatnya sedikit keterlaluan untuk dilakukan, tapi Peat tak bisa mengulangnya. Semua sudah terjadi, lagipula Rain memang harus merasakan rasa sakit yang juga dirasakan saudara kembarnya.
Bukankah saudara kembar terbiasa berbagi apapun termasuk luka, pemikiran konyol yang dibenarkan oleh ego Peat sendiri.
" Aku menyakitinya, Aku kakak yang buruk. Aku juga melukainya, tapi ini yang seharusnya." Awal untuk Rain dan akhir untuk Boss
.....
Noeul tak pulang berhari-hari membuat Rain dilanda kegelisahan juga ketakutan jika saudaranya itu benar melakukan sesuai ucapannya tempo hari.
Kekasih yang terus menghindar dan tak mau bertemu dengannya, juga saudara yang tak lagi peduli seperti dulu, hidup Rain serasa kosong tak berpenghuni kini.
" Apa yang kau lamunkan, hmm??" Tanya Ny. Nuttarat pada putranya yang sedari tadi hanya sibuk menatap kosong ke arah halaman
" Aku merindukan Eul." Jawab jujur Rain
" Apa kau sudah mengerti sekarang sayang?" Rain menoleh dengan tanda tanya di wajahnya
" Bukankah kau putra papa, seberapa lama kalian akan memainkan permainan bertukar peran seperti yang kalian mainkan baru-baru ini.. Apa menyenangkan?"
Rain menegang. Papanya mengetahui hal yang seharusnya hanya menjadi rahasia diantara dirinya dan Noeul. Meskipun Sky, Peat juga Boss sudah mengetahuinya.
" Pa.."
" Bukan Eul yang mengatakannya. Apa kalian pikir papa orang yang mudah ditipu putra papa sendiri?" Suara Ny. Nuttarat menjadi lebih tegas menjawab pertanyaan di kepala Rain
" Keluarga Boss rekan bisnis daddy, dan secara tak terduga obrolan pernikahan terjadi. Katanya putra mereka memiliki kekasih bernama Rain, dan benar saja yang diperlihatkan merupakan potretmu. Hanya saja.." Ny. Nuttarat memandang lurus putranya
" Putra papa Rain yang papa kenal tak seperti Rain yang mereka kenal. Jadi siapa Rain yang mereka maksud.." Rain diam membisu, tak mampu menyahut ucapan papanya
" Kalau sampai daddy tahu, bagaimana menurutmu reaksinya?"
" Pa... Rain mohon. Jangan beritahu daddy," pinta Rain menggenggam erat tangan papanya
Namun Ny. Nuttarat menggeleng dan tersenyum masih dengan tatapan penuh kasih juga ketegasan.
" Kau harus bertanggung jawab Rain. Apa kau sadar selama ini kau selalu bersembunyi di balik Noeul? Noeul terlalu memanjakanmu, mentolerir semua perilakumu hingga kau justru tega mengambil mimpinya."
" Pa.. Aku hanya ingin mencobanya saja." Bela Rain
" Kalau begitu apa salahnya kalau Eul juga mencoba mencintai kekasihmu. Bukankah itu adil? Kalaupun hasil akhirnya kekasihmu justru tergoda oleh Eul, bukankah itu bukan kesalahan Eul??"
Rain menatap tak percaya papanya. Bagaimana bisa papanya mengatakan hal yang menyakitinya seperti itu.
" Kalau kau merasa ini tak adil. Maka Eul juga merasakan hal yang sama. Bukankah ini hanya semacam transaksi yang kau lakukan lebih dulu, lalu kenapa kau menyesalinya sekarang?" Rain masih saja diam mencerna ucapan papanya
" Papa tahu kau ingin bertahan, tapi kau harus bersiap mempertahankan sesuatu yang membutuhkan banyak usaha dimana hanya kau sendiri yang akan berjuang. Atau melepaskan dengan banyak keberanian dan mendapatkan kembali sesuatu yang selama ini selalu menyayangimu tanpa syarat."
Sudut hatinya membenarkan ucapan sang papa kalau dirinya sudah menyakiti dua hati sekaligus karena sikap kekanakan juga kebodohannya. Rain tertampar oleh kenyataan bahwa selama ini dirinya selalu hidup dengan egois, tanpa melihat bagaimana reaksi Noeul yang terus menerus berada di garda terdepan baginya. Menutupi semua kesalahannya, membantunya tanpa mengeluh, mengerti semua tentang dirinya tanpa harus diminta.
Lalu apa yang pernah dia lakukan untuk saudara kembarnya itu. Tak ada. Rain hanya menerima dengan kedua tangan terbuka.
Baginya itu sudah seperti keharusan atas apa yang diberikan Noeul padanya. Dan Rain melupakan bahwa saudaranya pasti menekan semua perasaan juga egonya sendiri demi dirinya.
" Aku salah pa.. hiks, hiks, hiks," tangis Rain pecah dalam rengkuhan sayang sang papa
" Belum terlambat sayang, perbaiki semuanya. Merelakan tak seberat yang kau pikirkan, kau hanya akan merasa sulit awalnya, namun seiring waktu berlalu semua akan menemukan jalannya sendiri." Ny. Nuttarat membelai lembut surai putranya
Sebagai orang tua, Ny. Nuttarat merasa turut andil bertanggung jawab karena selama ini dirinya hanya melihat saja bagaimana Noeul selalu mengutamakan Rain dibanding pemuda itu sendiri.
" Kau nantinya akan menemukan seseorang yang memang ditakdirkan untukmu," Ny. Nuttarat menangkup wajah putranya, menghapus jejak air mata perlahan
Bohong kalau Rain mengatakan ini tidaklah sakit. Hatinya sangat sakit untuk menerima kenyataan bahwa seseorang yang masih ada di dalam hatinya sudah tak lagi sejalan dengannya, mereka harus berpisah di persimpangan jalan karena mengambil jalan yang berbeda. Dan diujung jalan yang diambil pria itu bukanlah dirinya. Melainkan orang lain.
Namun sesuai ucapan sang papa, mungkin benar kalau pria itu bukanlah takdirnya. Dia hanya singgah dan menanam benih di taman pria itu, sedang untuk membuat benih itu tumbuh melalui proses yang panjang bukanlah bersamanya.
Noeul yang membawa embun juga mentari bagi taman pria tersebut. Hingga ribuan bunga perlahan tumbuh juga mekar indah di dalamnya.
" Ya. Aku harus menyatukan kembali dua hati yang terpisah karenaku."
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
MIROR
Fiksi PenggemarKisah dua pemuda kembar identik yang harus terjebak dalam suatu kerumitan dimana cinta yang datang kepada keduanya berasal dari seorang pria. Akankah persaudaraan yang selama ini dibagi bersama bisa membuat keduanya mengalah satu sama lain, atau jus...