Dan disinilah Rain berada, menyelesaikan masalah yang timbul karena ulahnya. Memandang pria yang tak lagi menatapnya penuh cinta. Karena cinta itu sudah beralih pada orang lain. Tak lagi menjadi miliknya dan tak ada lagi tempat baginya mendamba.
Kenangan manis yang pernah mereka lakukan bersama terasa menyenangkan juga menyakitkan disaat datang begitu saja ketika Rain menguatkan hatinya.
Boss memalingkan wajahnya ke arah lain ketika Rain datang menemuinya di perusahaan milik sang ayah. Andai dirinya tahu jika yang datang ke tempatnya merupakan Rain yang asli, Boss akan memilih untuk menghindar dan tak menemuinya seperti sekarang. Sayangnya kedua orang tuanya tak tahu kalau Rain yang mereka kenal bukanlah Rain yang sekarang berada di hadapannya. Duduk sembari terus menatapnya cukup lama.
" Phi.." suara yang dulu dia rindukan untuk terus memanggilnya, kini tak memilik efek apapun ketika sekali lagi suara itu terdengar olehnya
Boss masih diam. Atau lebih tepatnya pria itu menahan amarahnya yang memuncak karena semua sumber masalah berawal dari pemuda di hadapannya saat ini. Menyebabkan seseorang yang sudah dia klaim menjadi miliknya memilih pergi meninggalkannya. Meskipun Boss sudah berusaha untuk mengikatnya, memaksa pemuda yang lain agar terus berada di sampingnya. Nyatanya itupun tak bisa membuat pemuda yang dia cintai berdiri di sisinya.
" Aku tahu aku salah. Tak seharusnya aku menipumu, dan juga membuat kalian berada dalam keadaan yang rumit." Rain tersenyum miris melihat pria yang dulu dia cintai sama sekali tak ingin menatap ke arahnya
Sebesar itukah kesalahannya hingga Boss tak mau menatapnya saat ini. Bahkan ketika dirinya sudah mengakui kesalahannya.
Apa rasa yang dulu hanyalah sebuah permainan hingga nyaris tak lagi bersisa sedikitpun untuknya. Tak bisakah dirinya mendapat kesempatan kedua.
" Kalau memang phi sudah tak lagi mencintaiku, maka kita berpisah saja sampai disini."
Boss melihat Rain dengan raut yang meminta kejelasan, apakah yang baru saja pemuda itu katakan adalah keinginannya. Dan Rain mengangguk.
" Jujur saja, aku merasa sakit mengetahui kekasihku mencintai saudaraku sendiri. Meskipun aku sadar kalau semua tak sepenuhnya salah Eul, tapi tetap saja rasanya begitu menyakitkan." Rain memegang dadanya yang masih terasa sesak jika memikirkan bagaimana tempatnya tergantikan
Boss tahu hal itu juga melukai Rain. Pria itu mulai sedikit melunak juga bersalah.
" Apakah Phi bisa berjanji padaku akan menjaga Noeul dengan sepenuh hati dan tak mengecewakannya?"
" Ya." Rain memejamkan matanya mendengar ucapan Boss yang begitu cepat menjawab pertanyaan darinya
Semua sudah selesai. Kisahnya bersama pria di hadapannya ini sudah usai. Lembaran yang pernah mereka goreskan tinta bersama sudah mencapai baris terakhir. Dan halaman yang baru bukan lagi miliknya.
" Kalau begitu kejar Eul. Miliki dia seperti yang Phi inginkan." Rain berusaha menampilkan senyum manisnya, meskipun begitu sulit dilakukan
" Rain.. Maafkan aku," ini juga salahnya karena dengan mudah berpindah hati pada orang lain
" Tak adalagi yang perlu dimaafkan Phi. Itu murni kesalahanku, walaupun waktu diputar kembali belum tentu kisah kita akan berlanjut jika memang kita tak ditakdirkan bersama." Untuk pertama kalinya Rain merasa dirinya berpikir dengan benar
Hatinya terketuk oleh ucapannya sendiri. Dan mungkin saja sesuai dengan apa yang baru saja dia katakan, kalaupun saat itu Rain tak mengambil alih mimpi Noeul dan tetap berada di tempat dimana dirinya seharusnya berdiri, bahkan tak akan mungkin mereka tak berpisah jika mereka memang bukanlah takdir sejati.
Sesuatu membuatnya merasa lebih ringan sekarang. Ingatan percakapannya bersama sang papa menyapa, membuatnya tersenyum tipis. Dirinya memang butuh banyak keberanian untuk melepaskan hati yang tak lagi terikat padanya.
" Tolong jaga saudaraku Phi. Jangan sakiti dia," Rain bangkit dari duduknya berjalan menuju pintu, kepalanya hendak menoleh ke belakang, namun suara halus yang mengatakan tidak membuatnya tak jadi melakukannya
Langkahnya mantap berjalan lurus ke depan dan tak lagi menoleh ke belakang. Masa lalu yang indah hanya berisi kenangan untuk diingat tanpa lagi terbawa oleh arus perasaan semu juga menyiksa.
" Maafkan aku Rain.. Tapi aku berjanji akan menjaga juga mencintainya hingga kematian pun tak akan menjadi akhir kisah kami." Boss menatap kepergian punggung yang sudah menghilang, keduanya sepakat menerima takdir mereka yang tak lagi terjalin. Saling tersenyum mendoakan akhir yang indah pada masing-masing
.....
Di lain tempat bukan suasana sendu yang tercipta. Melainkan suasana canggung juga aneh yang kini dialami Noeul. Pasalnya Peat memperkenalkannya dengan seorang pria yang justru lebih cocok dengan sahabatnya itu daripada dirinya.
Dari satu sampai sepuluh, pria ini bisa dikatakan memiliki nilai tujuh setengah. Nilai yang sudah dibuat Noeul setinggi mungkin, karena memang pria ini bukanlah seperti kriterianya.
Memikirkan soal kriteria, Noeul jadi meragukan pemikirannya. Memang seperti apa pria idamannya, bukankah hanya Boss, pria yang singgah di hatinya dan menjadi pria pertama baginya. Jadi apakah tolak ukur kriteria Noeul berpacu pada Boss. Noeul tak tahu.
" Jadi... Apa kita akan terus saling diam sampai cafe ini tutup?" Tanya pria dengan senyum lesung pipinya, terlihat ramah juga bersahabat
" Ah maafkan aku." Noeul tak tahu harus membuka percakapan seperti apalagi
Mereka sudah saling memperkenalkan nama, umur, status, kegiatan, juga hobi. Dan setelah itu Noeul bingung harus menanyakan apalagi pada pria di depannya ini. Bukankah harusnya pria itu yang lebih gencar mencari bahan obrolan daripada dirinya. Mana ada pihak bawah yang secara terang-terangan mengungkapkan dirinya berminat. Tentu harus ada sedikit proses tarik ulur bukan. Itu yang biasa dinamakan strategi.
" Ok, Karena sepertinya kita memang sudah cocok dan tak adalagi yang perlu diketahui masing-masing, bisa kita lanjutkan ke tahap berikutnya?" Pria bernama Fort itu mengambil kesimpulannya sendiri dan melangkah satu langkah ke depan
Noeul menaikkan salah satu alisnya menanggapi ucapan pria itu, bagian mana mereka bisa dikatakan cocok.
Sepemahaman dirinya, keduanya diam bukan karena memang sudah tak ada yang perlu ditanyakan lagi dan memutuskan untuk maju lebih cepat dari sekedar berkenalan. Nyatanya karena tak tahu harus mengambil sikap apa agar bisa melangkah majulah yang membuat keduanya hanya terdiam. Bukankah begitu, atau ada yang salah dengan pemahamannya.
Pria bernama Fort itu berdiri lebih dulu mengulurkan tangannya dengan wajah tersenyum yang mengisyaratkan agar Noeul lekas menyambut uluran tangannya.
" Ah," Noeul yang mengerti lekas melakukan apa yang pria itu inginkan
Benar juga, mungkin ini saatnya mereka pulang lagipula Noeul yang menumpang di mobil milik Fort karena ancaman Peat yang mengharuskannya pulang dan pergi kemanapun dengan pria ini. Jadilah Noeul pasrah saja ketika pria itu justru mengajaknya berkeliling di sebuah mall.
" Bagaimana dengan ini?" Tanya Fort menempelkan sebuah jas pada tubuhnya di depan cermin dan melihat Noeul di belakangnya
" Bagus." Sahut Noeul
" Ini sudah kelima kalinya kau bilang bagus. Apa memang pakaian itu yang cocok di tubuhku, atau karena wajahku yang membuat semua pakaian itu cocok padaku?" Goda Fort
Dan sekarang Noeul kebingungan harus menjawab seperti apa. Dia menjawab bagus karena memang jas itu terlihat cocok di tubuh Fort, kalaupun tidak itu pasti hal yang mustahil mengingat toko yang mereka masuki ini hanya menjual pakaian merek ternama.
Jadi seperti apapun wajah kurang mendukung, hanya dengan berbalut pakaian mahal maka semuanya akan terselesaikan dengan baik. Itulah yang membuat nilanya menjadi naik.
Tbc
Udah double up nih, pdhl niat mw up lg besok tp gegara byk yg mnta double yaudah hari ini up bsok libur😌😌
KAMU SEDANG MEMBACA
MIROR
FanfictionKisah dua pemuda kembar identik yang harus terjebak dalam suatu kerumitan dimana cinta yang datang kepada keduanya berasal dari seorang pria. Akankah persaudaraan yang selama ini dibagi bersama bisa membuat keduanya mengalah satu sama lain, atau jus...