MOC 16

921 84 3
                                    

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

ᅠᅠ

Di dalam mobil, suasana terasa nyaman. Angkasa mengemudi dengan tenang, sementara Ara menatap ke luar jendela, menikmati angin yang berhembus dari ventilasi AC.

"Lo kok tau gue belum makan?" tanya Ara lagi, kali ini dengan nada sedikit penasaran.

Angkasa tersenyum tanpa menoleh, fokus pada jalan di depannya. "Insting aja. Biasanya kalau lo lagi bad mood, suka lupa makan"

Ara melirik ke arah Angkasa, sedikit kagum dengan kepekaannya. "Lo perhatian banget, ya"

"Ya namanya juga temen," jawab Angkasa ringan sambil sesekali melirik ke cermin spion. "Gue juga nggak mau lo kelaparan, nanti siapa yang mau diajak ngobrol kalo lo tepar?"

Ara hanya tertawa kecil, merasa nyaman dengan candaan Angkasa. Ada sesuatu tentang cowok ini yang selalu bikin dia merasa diperhatikan, tanpa membuatnya merasa terkekang.

Setelah beberapa menit, mereka tiba di sebuah restoran yang terlihat cozy. Angkasa memarkir mobil dengan sempurna, lalu berjalan ke sisi Ara untuk membuka pintu. "Ladies first" katanya dengan senyum lembut.

"Thank you, gentleman" jawab Ara sambil turun dari mobil, sedikit tersipu dengan sikap manis Angkasa.

Mereka duduk di meja dekat jendela, pemandangan luar terlihat indah dengan lampu-lampu kota mulai menyala. Saat menu diberikan, Angkasa dengan santai berkata, "Lo pesen aja apa yang lo mau. Gue yang traktir"

Ara mengangkat alis. "Yakin? Jangan sampai lo bangkrut, ya"

Angkasa tertawa, "Gue nggak bakal bangkrut cuma karena makan bareng lo, tenang aja"

Setelah memesan, mereka berbincang santai. Angkasa selalu punya cara untuk membuat Ara merasa nyaman—baik itu dengan candaannya atau cara dia mendengarkan dengan sungguh-sungguh saat Ara bicara. Dia tidak pernah menyela, hanya memberi perhatian penuh, dan Ara menyadari kalau dia jarang menemukan cowok yang seperti ini.

Di tengah obrolan, Angkasa menatap Ara serius. "Ra, kalau lo ada masalah atau butuh temen cerita lo bisa  hubungi gue"

Ara menatapnya sejenak, sedikit tersentuh dengan perhatiannya. "Iya, gue tau... Makasih, baik banget sih"

Angkasa tersenyum tipis, seolah tidak terlalu memikirkan pujian itu. "Gue cuma jadi diri gue aja. Selama lo happy, itu udah cukup buat gue"

Ara hanya bisa tersenyum, merasakan hangat di dadanya. Ada sesuatu yang berbeda tentang Angkasa—sikapnya yang tulus, kebaikannya yang alami. Cowok ini memang idaman, tanpa harus berusaha keras untuk terlihat sempurna.

Sementara itu, di kamar Chika, rasa kesalnya semakin menggebu.

"Ck, Ara mana sih?" gumamnya sambil melihat jam di ponsel.

"Apakah dia di bawah ya? Gue cari deh" ucapnya, bertekad untuk menemukan sepupunya itu.

Chika pun melangkah keluar kamar dan mencari Ara di seluruh ruangan. Ia memeriksa dapur, ruang tamu, bahkan garasi, tapi nihil. Ara benar-benar tidak ada di mana pun.

"Gue telpon aja deh" putusnya, merasa frustrasi.

Ia pun mengeluarkan ponselnya dan mulai menelepon Ara beberapa kali. Namun, tidak ada satu pun panggilan yang diangkat.

"Lo kemana sih Ra!" gerutunya sambil mengerutkan dahi.

Karena merasa capek, Chika pun akhirnya duduk di sofa. Ia mengambil ponselnya dan membuka aplikasi X, berharap bisa mengalihkan pikirannya dari rasa khawatir tentang Ara.

"Kalau dia kabur, pasti ada alasan" pikir Chika. Meski begitu, rasa penasaran dan cemasnya semakin besar.

Sambil scroll aplikasi, pikirannya tak henti-hentinya melayang ke Ara. "Dia beneran gak tahu waktu, ya? Semoga aja dia baik-baik aja" ucapnya dalam hati, berharap sepupunya kembali segera.

Saat sedang asik scrolling, tiba-tiba ada postingan yang membuat Chika kesal dan marah.

"Anjinggg!" teriak Chika, suaranya menggema di seluruh ruangan.

"Anjinggg!" teriak Chika, suaranya menggema di seluruh ruangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue di sini khawatir sama dia, tapi dia malah jalan sama cowok" ucap Chika pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue di sini khawatir sama dia, tapi dia malah jalan sama cowok" ucap Chika pelan.

Setelah beberapa saat berputar dalam pikirannya, ia memutuskan untuk kembali ke kamar. Dengan perasaan campur aduk, Chika menutup pintu dan berbaring di tempat tidurnya. Ia menarik selimut hingga menutupi tubuhnya, mencoba menenangkan diri.

"Semoga dia baik-baik saja" gumamnya sebelum akhirnya terlelap, meskipun pikirannya masih dipenuhi oleh rasa cemas dan pertanyaan tentang Ara dan Angkasa.

"Ra, kita pulang yuk" ucap Angkasa, memecah keheningan malam.

Ara meraih ponselnya dan melihat beberapa panggilan tak terjawab dari Chika. "Ngapain sih dia nelponin terus daritadi?" batin Ara, merasa sedikit bersalah.

"Ra?" Angkasa memanggil lagi.

"Eh iya, kenapa?" tanya Ara, sedikit terkejut.

"Kenapa? Ada masalah?" tanya Angkasa dengan nada khawatir.

"Enggak kok" jawab Ara sambil memaksakan senyum.

"Kalau gitu, kita pulang yuk" ucap Angkasa, terlihat sabar.

"Nanti aja lah" Ara berusaha menolak.

"Ini udah jam setengah 8 Ra. Gak baik kalau pulang terlalu malam" ucap Angkasa lembut, menatap Ara dengan penuh perhatian.

"Hufftt, oke, ayo" Ara akhirnya mengalah, merasa tersentuh dengan perhatian Angkasa.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di rumah. Ara melangkah masuk dan merasakan suasana sepi. "Nih rumah sepi banget dah. Si Jamet kemana ya?" ucap Ara pelan, merasa aneh dengan ketidakhadiran Chika.

Ia pun berjalan ke kamarnya dan mendapati Chika sudah tidur nyenyak. "Tumben banget tidurnya cepet" gumam Ara, sedikit heran.

Setelah itu, Ara pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Sesudah selesai, ia kembali ke kamar dan menidurkan dirinya di samping Chika, memunggungi sepupunya.
ᅠᅠ





ᅠᅠ





ᅠᅠ





ᅠᅠ





ᅠᅠ





ᅠᅠ





ᅠᅠ





ᅠᅠ






Tbc

My Older CousinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang