MOC 37

629 60 0
                                    

ᅠᅠ




ᅠᅠ




ᅠᅠ




ᅠᅠ




ᅠᅠ




Setelah beberapa menit, Ara keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan wajah yang sedikit merengut. "Udah nih," ucapnya singkat sambil berjalan pelan menuju tempat tidur, duduk dengan ekspresi ogah-ogahan.

Chika yang sedari tadi duduk santai di kursi, langsung berdiri dan mengambil mangkuk dari meja. "Sini, gue suapin," katanya setengah memerintah.

Ara melirik Chika dengan tatapan sebal. "Gue bisa makan sendiri kali."

"Tapi gue yang mau suapin," Chika menjawab tanpa ragu, langsung mendekatkan sendok ke mulut Ara.

"Gue bisa makan sendiri!" Ara menegaskan sambil menepis pelan tangan Chika.

"Gue suapin," Chika tetap ngotot.

"Gue! Bisa! Makan! Sendiri!" Ara bicara tegas, suaranya menekankan tiap kata.

"Gue suapin. Kalau lo gak mau, gue tinggalin lo di sini," Chika menatapnya dengan tatapan serius.

Ara mengerucutkan bibirnya, merasa kesal. "Dih, mainnya ngancem, nggak seru."

"Bodo amat," Chika balas santai, tak menunjukkan tanda-tanda bakal mundur.

Ara akhirnya mendesah panjang. "Sumpah, lo tuh ngeselin banget."

"Terserah deh, yang penting lo makan," jawab Chika dengan santai. Senyum penuh kepuasan tak lepas dari wajahnya.

Ara menelan ludahnya, lalu membuka mulut, akhirnya menerima suapan pertama dari Chika. Sambil mengunyah, ia berusaha mengabaikan rasa canggung yang tiba-tiba muncul. "Kayak anak kecil aja gue disuapin."

"Emang lo nggak pernah gede di mata gue," ucap Chika dengan nada lembut, tapi ada kesan serius di balik ucapannya. Sesaat mata mereka bertemu, dan Chika tersenyum lagi, kali ini lebih hangat.

"Bangsat lo!" Ara menggumam pelan sambil menahan malu.

Chika tertawa kecil. "Ngomongnya dijaga ya sayang."

"Najis! Gak usah manggil 'sayang'!" Ara memelototi Chika, tapi wajahnya malah sedikit memerah.

Chika hanya tertawa lebih keras, merasa makin puas telah berhasil mengganggu sepupunya itu.

"Nggak usah ketawa, telinga gue sakit dengernya," ucap Ara sambil mengerucutkan bibir.

"Iya deh maap," Chika menjawab, meski nada suaranya jelas-jelas tak ikhlas.

"Hmm," Ara mendengus kecil.

Chika kembali menyuapi Ara tanpa berkata apa-apa lagi, namun setelah beberapa suapan, Ara tiba-tiba memanggil.

"Chika," ucap Ara pelan.

"Ka," tambahnya cepat.

"Apa?" tanya Chika sambil menoleh.

"Lo punya uang berapa sih?" tanya Ara tiba-tiba.

"Kenapa?" Chika balas bertanya dengan dahi sedikit berkerut.

"Heran aja, uang lo kok nggak habis-habis," ucap Ara dengan nada penasaran.

"Iya lah, Papi gue kan kaya," jawab Chika santai, seolah itu hal yang sudah jelas.

"Papa gue juga kaya!" Ara langsung membalas, tak mau kalah.

"Tapi kok uang gue cepet habis ya?" Ara menatap Chika, seakan menunggu jawaban logis dari sepupunya.

My Older CousinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang