MOC 17

1.1K 97 2
                                    

ᅠᅠ


ᅠᅠ


ᅠᅠ


ᅠᅠ


ᅠᅠ


*Hari Kedelapan

Keesokan harinya, Ara sudah bangun dan melihat kamar dalam keadaan sepi. Dia duduk di tepi ranjang sambil menunduk, berusaha mengumpulkan nyawanya. Tiba-tiba, pintu kamar mandi terbuka, dan Chika muncul dengan wajah serius.

"Habis dari mana kemarin? Sama siapa aja? Sama Angkasa kan? Kemana aja sama dia? Pulang jam berapa?" tanya Chika bertubi-tubi, terlihat jelas kekhawatirannya.

"Ck, satu-satu dong kalau nanya, lagian ngapain sih nanya segitu banyak?" ucap Ara, merasa sedikit tertekan.

"Habis dari mana kemarin?" tanya Chika lagi, tidak menghiraukan respon Ara.

"Restoran sushi" jawab Ara singkat.

"Sama siapa? Angkasa kan?" tanya Chika lagi, menatap Ara dengan tajam.

"Iya" jawab Ara, merasa tidak enak.

"Kemana aja sama dia?" tanya Chika, masih penasaran.

"Ke restoran sushi doang" ucap Ara dengan nada santai.

"Pulang jam berapa?" tanya Chika, menunggu jawaban.

"Jam delapan kayaknya" jawab Ara sambil mengingat kembali.

"Lain kali jangan gitu! Izin dulu sama gue. Kalau gue izinin, baru lo boleh pergi" tegas Chika, mengekspresikan kekhawatirannya.

"Gue di sini khawatir sama lo, tapi lo malah jalan sama cowok" tambah Chika, nada suaranya mulai lembut.

"Iya maaf" ucap Ara, merasa bersalah.

"Udah, sana mandi. Nanti telat" ucap Chika, mencoba mengubah suasana.

"Iya" balas Ara, mengangguk dan beranjak menuju kamar mandi, masih merasakan kehangatan kekhawatiran Chika yang tulus.

Setelah selesai mandi, Ara pun turun ke bawah dan bergabung dengan Chika untuk sarapan.

"Ra, lo pacaran sama Angkasa?" tanya Chika, langsung to the point.

"Enggak lah" jawab Ara, sambil menyendokkan nasi ke mulutnya.

"Kenapa?" tanya Chika, terlihat penasaran.

"Gapapa, belum siap aja" ucap Ara.

"Iya sih, lo juga kan masih kecil" balas Chika, mengangguk memahami.

"Itu tau, tapi gue udah gede ya" ucap Ara, sedikit kesal.

"Bagi gue masih kecil. Oh iya, Angkasa satu angkatan sama lo?" tanya Chika, berusaha menggali informasi lebih lanjut.

"Enggak, dia kakak kelas gue" ucap Ara, sambil menuangkan susu ke gelas.

"Kok lo ngomongnya gitu sih? Gak pake 'kak' atau 'bang'?" Chika bertanya, bingung dengan sikap Ara.

"Ya, karena gue ngerasa kayak dia temen aja, bukan senior yang harus dipanggil 'kak' atau 'bang'. Dia juga nggak pernah ngajak gue formal. Kita lebih sering ngobrol santai" jawab Ara. "Dia baik, dan kita punya banyak kesamaan. Jadi menurut gue, kita lebih cocok jadi temen"

Chika mengangguk. "Tapi lo harus hati-hati, Ra. Kadang temen bisa jadi lebih dari sekadar temen kan"

Setelah sarapan, mereka berdua kembali ke kamar. Ara berusaha mengubah suasana hati yang tegang. "Gimana kalau kita nonton film? Atau ada acara yang lo mau tonton?" tawar Chika.

My Older CousinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang