MOC 46

679 62 6
                                    

ᅠᅠ




ᅠᅠ




ᅠᅠ




ᅠᅠ




ᅠᅠ


Ara POV

"Lo pengen jadiin gue apa Ka?" tanyaku, merasa ada sesuatu yang aneh dengan semua ini, tapi aku masih penasaran. Aku harus tahu apa yang sebenarnya dia mau.

Chika nggak ragu sedikit pun, suaranya tetap tegas. "Gue pengen lo jadi temen hidup gue selamanya, dan gue akan nikahin lo."

Aku langsung terdiam, rasanya kayak petir nyambar disiang bolong. Kepalaku penuh tanda tanya, nggak percaya apa yang baru aja aku denger. Nikah?! Aku sama Ka Chika? Ini nggak masuk akal.

"Lo gila?!" ucapku spontan, nyaris teriak karena nggak bisa lagi nahan kekagetanku. "Lo gak normal Ka!"

Tapi Ka Chika cuma tenang, bahkan matanya tetap fokus ke gue, kayak dia yakin seratus persen sama apa yang barusan dia bilang. "Gue akan bawa lo ke tempat yang bisa nikah sesama gender."

Jantung gue berdetak makin cepat, dan sekarang bukan cuma karena kaget-tapi juga ketakutan. "Gak! Gue gak akan mau!" aku mundur sedikit, mencoba jaga jarak, tapi tatapan Ka Chika makin intens. Aku nggak pernah ngira dia bakal berpikir sejauh ini, sampai berani ngomong soal nikah.

Ka Chika mendekat lagi, seolah nggak peduli sama protesku. "Lo bisa nolak sekarang Ara, tapi nanti lo bakal ngerti. Gue nggak akan biarin lo pergi dari gue." Suaranya makin pelan tapi penuh tekad, bikin bulu kuduk aku merinding.

"Ka... ini semua salah," bisikku, mulai panik. Tapi Ka Chika nggak goyah sedikit pun. Aku ngerasa makin terjebak dalam obsesi gila Ka Chika yang aku sendiri nggak pernah lihat sebelumnya.

"Orang tua gue sama orang tua lo pasti gak setuju! Apalagi sampe lo bawa gue! Mama papa pasti bakal marah sama lo!" kataku dengan suara gemetar, mencoba cari akal buat keluar dari situasi ini. Rasanya makin nggak masuk akal, tapi Ka Chika masih terus ngejar keinginannya.

"Kita pergi diam-diam, simple kan?" jawab Ka Chika dengan santai, seolah itu solusi paling mudah di dunia. Aku merinding dengar caranya ngomong, kayak semuanya sudah diatur.

"Gak! Gue gak mau! Dan gak akan pernah mau! Gue gak akan nikah sama lo, Ka! Lo gak normal!" teriakku, nada suaraku meninggi. Tapi di balik kata-kata tegas itu, ada rasa takut yang makin besar. Ka Chika udah melampaui batas, dan aku gak tahu lagi apa yang bakal dia lakukan.

Tatapan Ka Chika nggak goyah sedikit pun, malah terlihat lebih keras dari sebelumnya. "Lo pikir gue butuh persetujuan lo? Enggak Ra. Gue bisa langsung bawa lo, kapan pun gue mau," ucapnya dengan suara datar tapi penuh ancaman terselubung.

Deg!

Jantungku seperti berhenti sesaat. Aku mundur satu langkah, mencoba cari ruang buat napas. "Enggak, gue gak mau, gue masih butuh Mama Papa..." Suaraku melemah, hampir seperti bisikan. Ada rasa putus asa yang mulai muncul, karena aku tahu betapa keras kepala Ka Chika.

Ka Chika mendekat lagi, mengulurkan tangan seolah ingin menunjukkan rasa sayangnya, tapi aku tahu ini lebih dari itu. "Sekarang lo ada gue. Mama Papa nggak penting lagi. Gue yang bakal jagain lo selamanya," katanya dengan nada tenang, tapi ada kegelapan di balik setiap kata-katanya.

"Gak," jawabku pelan tapi jelas, air mata mulai menggenang di mataku. "Gue gak butuh lo Ka. Gue cuma butuh Mama Papa." aku ngerasa napasku sesak, tapi aku harus tetap kuat. Aku gak bisa biarin dia ngambil alih hidupku, seberat apa pun ini.

Ka Chika menatapku dalam diam, tapi aku tahu ini belum berakhir.

Ka Chika terdiam sejenak, menatapku dengan pandangan yang sulit ditebak. Aku bisa lihat dari sorot matanya, dia nggak akan mundur begitu aja. Ada sesuatu yang semakin gelap dan menakutkan dalam sikapnya.

My Older CousinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang