ᅠᅠ
ᅠᅠ
ᅠᅠ
ᅠᅠ
ᅠᅠ
*Hari Ketiga
Keesokan paginya, Chika terbangun dan mendapati tempat tidur di sampingnya sudah kosong. Ia berasumsi Ara mungkin sedang sarapan di bawah. Setelah mandi, Chika turun ke dapur. Benar saja, dari belakang, ia melihat Ara duduk di meja makan.
"Ra" panggil Chika pelan.
Ara menoleh, dan yang pertama kali Chika perhatikan adalah mulut Ara yang belepotan es krim. Di depannya, ada cup es krim besar yang sudah setengah habis.
"Astaga, Ara! Ini masih pagi, kok udah makan es krim sih?" Chika mengerutkan kening, berusaha menahan heran.
"Suka-suka gue lah" jawab Ara santai, sambil menjilat sisa es krim di bibirnya.
"Lo udah sarapan belum?" tanya Chika, mulai khawatir.
"Belum" jawab Ara sambil memainkan sendoknya.
Chika menghela napas panjang, mencoba menahan emosi. "Ara! Lo kan punya penyakit lambung!"
Ara hanya mengangkat bahu, tetap santai. "Ya tau, terus kenapa?"
"Kenapa lo makan es krim?! Itu nggak baik buat lambung lo, apalagi pagi-pagi gini!" Chika mulai terdengar lebih tegas, sambil membersihkan mulut Ara dengan tisu.
Ara mengerutkan dahi, merasa sedikit tertekan oleh perhatian Chika. "Udah, Ka, gue baik-baik aja. Lagipula, es krim kan enak!"
"Enak atau nggak enak itu urusan belakang. Yang penting, kesehatan lo dulu" balas Chika, tetap berusaha menjaga nada suaranya agar tidak terlalu keras.
Chika menatap Ara dengan serius, berharap sepupunya bisa mengerti betapa pentingnya menjaga pola makan, apalagi di kondisi seperti ini. "Lo nggak mau sakit kan? Coba pikirin itu!"
"Udah terlanjur, Ka" jawab Ara dengan nada seenaknya.
Tanpa pikir panjang, Chika langsung mengambil cup es krim dari tangan Ara. "Sekarang lo makan nasi! Gue nggak main-main, Ara"
Ara mendelik, tak terima. "Dih, siapa lo nyuruh-nyuruh gue? Gue bisa ngurus diri sendiri!"
"Makan sekarang atau gue jewer lo!" ancam Chika dengan serius.
"Ah, lebay banget sih!" balas Ara, sebelum Chika menjewer telinganya dengan gerakan cepat.
"Aduh! Sakit, sakit, lepasin!" Ara meringis kesakitan.
"Mau makan nasi atau gue jewer lagi?" tanya Chika sambil melotot.
"Iya, iya, gue makan! Tapi lepasin dulu, sakit banget tau!" Ara mengeluh sambil memegangi telinganya yang mulai memerah.
Chika akhirnya melepaskan jeweran tangannya. "Cepet makan, sekarang!"
Ara menggerutu, tapi akhirnya mengambil piring berisi nasi yang sudah disiapkan di meja. Dengan malas, ia mulai menyendok nasinya.
"Sakit tau" gerutu Ara sambil tetap memegang telinganya yang memerah.
"Ya, lo tau aturan. Makanya nurut" jawab Chika tegas tapi lembut.
Ara hanya melirik tajam sambil mengunyah pelan, sementara Chika memperhatikan, memastikan sepupunya itu benar-benar makan dengan baik.
"Pakai sayur" ucap Chika sambil menunjuk sayur di piring.
"Gak mau" jawab Ara sambil memalingkan wajah.
"Biar sehat, Ra" bujuk Chika.
"Gue gak suka" Ara masih bersikeras.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Older Cousin
Roman pour AdolescentsCerita yang mengisahkan hubungan kompleks antara dua sepupu, Ara dan Chika. Dimulai dengan ikatan keluarga yang erat, hubungan mereka perlahan berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam dan rumit. Cerita ini mengeksplorasi emosi yang penuh intensit...