"Ini kayu bakar mo di pake satu kota apa gimana, banyak banget buset di suruh ambil nya" gumam Afdal yang sibuk memilih-milih kayu untuk di ambil.
"ARGHHH.. banyak semut wee.." frustasi Kai, Kai melemparkan semua kayu yang penuh di pelukannya ke tanah.
"Ambil balik! Gue laporin pak Erik Lo ya" titah Afdal.
"Ya sabar ini banyak semut, tolol" balas Kai yang geram dengan Afdal.
Dengan sorotan mata tajam Cakra menyadari ada sesuatu yang mengarah ke mereka. Dengan cepat Cakra melindungi Zora dengan memeluknya.. dengan suara yang keras Cakra mengarahkan mereka semua untuk segera menunduk.
"NUNDUK!" Titah Cakra keras sembari memeluk melindungi Zora.
Bamm...
Suara ledakan peluru senjata yang bertabrakan di atas mereka, mengarah tepat dikepala jika tak segera menghindar."Lari lari!!" Titah Cakra dengan keras sembari memeluk Zora dan menggenggam beberapa kayu bakar yang ia ikat bersamaan.
"Aaaaaa.. apa itu!!" Teriak Anna panik, Anna berlari sambil menggenggam baju Kai diikuti Afdal yang lari sembari memeluk kayu bakar.
Dengan kepanikan yang mengiringi mereka berlari dengan kencang menuju kembali ke arah lokasi camping.
"Duh..aduh.. itu apa we gila ngeri banget dah" ujar Kai dengan nafas yang tergesa-gesa.
"Gila harus lapor sih ini.." sambung Afdal ngos-ngosan dengan tubuh yang penuh keringat.
"Jangan." Timpal Cakra. " Gue yakin kalo tadi itu ada sangkut pautnya dengan kejadian di rumah sakit waktu Zora di rawat." Terka Cakra.
"Ehiya loh bisa jadi, tapi dari mana bisa sampe mikir gitu?" Tanya Anna yang penasaran dengan dugaan Cakra.
"Maksudnya batu yang dilempar ke kaca itu?.." sambung Zora dengan tatapan mata yang terlihat tegang.
"Ya, karena aku juga merhatiin zor, peluru yang bertabrakan tadi itu dari dua arah yang berbeda yang sengaja diarahkan ke kita. Gamungkin itu pemburu, dihutan ini kan udah gaada sama sekali hewan buas, udah di kasih tau sama pak Erik juga yang survei lokasi dan ngobrol langsung sama penjaga disini. Kalo orang jahat yang ada di daerah sini gamungkin, karena di depan sana udah pos penjagaan polisi!" Terka nya dengan serius.
"Bagaimana anak-anak, udah dapat kayu bakarnya?" Dari arah belakang seorang guru datang menanyakan tentang prihal kayu bakar hingga membuat pembahasan mereka seketika terhenti.
"O-oh aman pak" jawab Kai diikuti Afdal dengan anggukan.
"Kenapa kalian kok pada keliatan panik gitu, ini juga ngos-ngosan ini kenapa kenapa?" Tanya Guru itu tegas dan penasaran.
"Oh ngga pak, ini tadi kita main lomba lomba, yang sampe duluan menang makanya pada ngos-ngosan" sangkal Cakra seakan tak ingin Guru itu tau tentang kejadian yang sebenarnya.
"Iya pak, gapapa." Sambung Zora untuk meyakinkan Guru itu.
"Yasudah, kalo ada apa-apa kasih tau ke guru-guru ya" titah Guru itu. "Lanjutkan lalu segera kumpul untuk acara selanjutnya." Ucap Guru itu menepuk pundak Cakra lalu berjalan meninggalkan mereka.
"Sekarang kita gaboleh ke pisah jauh-jauhan. Mulai sekarang di sini kalo ada yang mo apa-apa kasih tau." Titah Cakra serius.
"Iya, bener banget, kayaknya mulai sekarang kita harus hati-hati di sini soalnya itu bahaya loh mana belum tau penyebab sebenarnya lagi." Sambung Afdal serius.
Saat itu mereka mengumpulkan kayu bakar yang sudah mereka ambil dan dirapihkan sebaik mungkin, kembali mengikuti acara-acara pagi itu dengan tanpa gangguan sedikitpun. Hingga tak terasa langit sore mulai berganti menjadi langit malam yang gelap hanya diterangi bulan dan bintang.
"Udah nih" ujar Zora yang berjalan mendekati tendanya sehabis ganti baju bersama Anna.
Di depan tenda Anna dan Zora terlihat Cakra, Kai, dan Afdal yang sedang duduk bercerita.
"Gimana aman? Gaada apa-apa?" Tanya Cakra.
"Aman kok, ohya, nanti selesai acara malam ini kita jangan langsung tidur ya, seru-seruan gitu kan kita bawa makanan-makanan yang katanya mau di masak di sini." Kata Zora.
"Iya sayangg... Aku udah izin sama pak Erik tadi." Balas Cakra dengan berjalan mendekati Zora untuk mengelus lembut rambut Zora.
"Huekkk.. cukup sudah penderitaan ini" frustasi Afdal yang selalu menjadi nyamuk di sela-sela kebucinan Cakra dan Zora.
"Iri Lo?" Cakra makin membuat Afdal kesal melihat kebucinan nya dengan Zora.
"Ya ga lah, nih ada juga si K-" ucapan Afdal seketika terhenti melihat Kai yang sedang asik berbincang dengan Anna dan terlihat penuh kegembiraan.
"YAAAA... SAMA AJA" frustasi Afdal dibalas tawa oleh Cakra Zora.
Mereka asik bergumam-gumam bersama dan selalu diiringi tawa yang selalu menjadi hal yang paling utama saat mereka terkumpul bersama.
"Ketawa mulu aelahh" ujar Anna. "Jangan terlalu senang woi, katanya tuh kalo senang nya banget pake banget itu tuh pasti cuma sebentar besoknya pasti beda" ucapnya.
"Udah udah, eh ayo foto foto dong" dengan penuh inisiatif tinggi Kai mengambil kamera dari tasnya yang sudah ia siapkan.
"Woahh ada kameranya loh.. woahhh" Zora kaget melihatnya namun juga senang.
"Yaudah ini angkat we gue ga nyampe, kalo gue yang megang kita semua ga dapet, apalagi itu si Cakra dapetnya setengah doang etdah" gumam Kai.
"Iya loh aku dari awal liat ka Cakra juga salfok sama tingginya.. ketinggian" sambung Zora diiringi tawa.
"Tinggi badan kamu berapa sih ka?" Tanya Anna.
"194." Jawab Cakra singkat.
Seketika semua tak bisa berkata-kata mendengarnya..
"Buset sebenarnya Lo orang apa tangga menuju pintu sorga!" Ujar Kai yang tak habis fikir dengan tinggi Cakra.
"Seumur-umur gue bareng sama Cakra baru kali ini juga gue nyadar kalo dia emang setinggi itu" sambung Afdal.
"Yaudah pegang.. karena Lo paling tinggi nih nih ambil" Kai memberikan kamera yang ia pegang pada Cakra.
"Kenapa gue sih" ujarnya kesal dengan raut wajah datar.
"Gapapa ka, minta tolong tuh" balas Zora yang seketika membuat mood Cakra berubah drastis. Yang tadinya seperti kulkas seketika berubah cair sembari tersenyum ke arah Zora.
Cakra kemudian mengangkat kamera itu lalu berfoto bersama, dilengkapi gumam Afdal dan Kai yang selalu memancing tawa.
Lanjut chapter berikutnya>>
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐚𝐬𝐚 𝟎𝟗𝐒𝐌𝐀 𝐒𝐞𝐦𝐩𝐮𝐫𝐧𝐚 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)
Teen Fiction⊹ ࣪ ﹏𓊝﹏𓂁﹏⊹ ࣪ ˖ Di tepi laut, seperti di sapa debur ombak juga dilengkapi air hujan yang meneteskan rintik nya perlahan, hari yang Sempurna serta Berharga. Kata Cakra perasaan yang tidak pernah di ungkapkan tidak akan pernah menjadi apa-apa. Dan k...