Terhitung sudah satu minggu Ardan mengambil cuti menikahnya, dan sekarang waktunya Ardan untuk kembali bekerja. Banyaknya pekerjaan yang tertunda membuat Ardan akan datang lebih awal, selain karena hari ini ada Meeting ya tentu hari ini Ardan harus pulang lebih awal juga karena harus mengantar Alvin memeriksa kandungannya lagi.
"Sayang, jangan kemana-mana nyampe Aa jemput kamu ya! Pokoknya abis makan siang, kamu siap-siap aja. Nanti Aa jemput pas Aa udah selesai Meeting." Ardan mengusap pipi Alvin yang tengah sibuk mengancingkan kemeja Ardan.
"Iya, Yang. Alvin gak bakal kemana-mana kok. Lagian Alvin mau ngabisin Eskrim aja sambil nonton." Alvin hanya melihat wajah Ardan sekilas sebelum ia merapikan dasi milik Ardan.
"Baik-baik didalem ya, Jagoan-jagoannya Papa! Nanti kita ketemu Om Dokter lagi. Papa mau kerja dulu, bye-bye!" Ardan mengusap dan mengecup perut Alvin.
Seperti biasa, Alvin akan mengantarkan Ardan sampai didepan pintu unit apartemennya. Ardan kembali mengingatkan agar Alvin memakan makanannya, jangan hanya memakan eskrimnya saja. Alvin mengangguk dan mencubit pipi Ardan karena Ardan terus saja mengingatkannya.
Ardan sudah sampai di kantornya tepat pukul delapan pagi, padahal jam kerjanya dimulai pukul sembilan pagi. Ia masih mempunyai waktu satu jam untuk membereskan sisa pekerjaannya yang tertunda.
"Haaahh~ Mas Aryo udah dateng belum ya? Mau minta tolong bikinin kopi." gumam Ardan yang sekarang melirik jam tangannya, tidak terasa sudah pukul sembilan kurang. Mas Aryo adalah salah satu office boy dikantornya.
Langkah Ardan terhenti ketika ia hendak membuka pintu ruangannya, ia mendengar jika dimeja sekretarisnya terdengar obrolan beberapa karyawannya. Ardan akhirnya diam dibalik pintu ruangannya untuk menguping pembicaraan karyawannya itu.
"Sayang banget gak sih? Pak Ardan cowo cakep, kaya raya, tapi malah jadi gay." Ardan mengerutkan keningnya ketika mendengar ucapan karyawannya.
"Iya ih sayang banget. Mana katanya kemaren Pak Ardan nikah tuh ternyata nikah sama cowo juga, padahal cewe banyak ya? Kok Pak Ardan malah milih sesama jenis sih? Apa enaknya coba sesama cowo? Dadanya juga rata." Karyawan yang lain menimpali. Ardan yakin jika disana tengah ada beberapa karyawan wanita saja.
"Nisa, kamu kan sekretarisnya Pak Ardan. Emang kamu gak ngerasa risih gitu deket-deket sama gay? Gak bakal resign aja?" tanya karyawan bernama Gina kepada Nisa, sekretaris Ardan dikantornya.
"Loh? Ngapain resign anjir. Itu kan urusan pribadi Pak Ardan, lagian Pak Ardan kalo disini tetep profesional kok. Gak pernah nunjukin kalo Pak Ardan itu gay. Ngapain juga harus risih? Paling juga Pak Ardan nunjukin dia gay kalo pas Pak Alvin dateng itupun cuman didalem ruangannya, pas keluar ya biasa lagi. Meskipun Pak Ardan gay, tapi dia baik banget loh. Emang kalian gak ngerasa kalo kerja disini itu terjamin? Kesejahteraan kita sebagai karyawan juga dijamin sama Pak Sagara, Bu Ariana, Pak Ardan juga. Terus kalian ngerasa gak kalo kerja disini tuh tekanannya dikit banget? Jarang ada perusahaan gede yang tekanannya dikit kaya gini." jawab Nisa dengan santai, Ardan tersenyum tipis karena sekretarisnya secara tidak langsung memang membelanya.
"Ya tapi kan agak gimanaaa gitu kalo deket sama yang orientasinya nyimpang kaya gitu, ditambah ini kan di Indonesia Nis. Tabu banget." sahut Adel.
"Ya kalo kalian emang risih punya atasan gay kaya saya, kalian boleh kok ngajuin pengunduran diri ke leader divisi kalian masing-masing." Ardan bersuara berbarengan dengan pintu ruangannya yang ia buka. Hal itu membuat beberapa karyawannya sangat terkejut dan panik.
"Eh? Pagi Pak Ardan, kirain Bapak belum datang." Nisa menyapa Ardan tanpa rasa canggung karena ia tidak merasa menggunjingkan atasannya itu.
"Pagi juga. Jadi gimana? Kalian mau resign? Jika kalian mengundurkan diri sesuai dengan aturan perusahaan saya, kalian akan tetap dapat pesangon. Tapi jika kalian mengundurkan diri seenaknya dan tidak sesuai dengan aturan perusahaan, mohon maaf perusahaan tidak akan memberikan pesangon apapun. Jadi silahkan kalian bisa mendatangi leader divisi kalian masing-masing lalu bertemu dengan Bu Ariana selaku HRD di perusahaan ini." tambah Ardan, Ardan tetap santai dan tersenyum ramah. Itu membuat karyawannya semakin panik dan tidak enak hati.
"Nisa jika nanti kamu lihat Mas Aryo, tolong buatkan saya kopi seperti biasanya ya. Dan tolong nanti kirimkan saya dokumen untuk meeting hari ini." Ardan menatap Nisa dengan tatapan teduh tanpa melihat ke arah karyawannya yang lain.
"Baik pak, nanti saya sampaikan ke Mas Aryo. Setelah ini saya langsung kirim dokumennya ya Pak!" jawab Nisa. Ardan pun mengangguk dan kembali masuk kedalam ruangannya.
"Mampooosss~ Ngomongin orangnya eh orangnya denger." Nisa tertawa pelan melihat bagaimana teman-temannya ditegur seperti itu oleh Ardan. Mereka pun menjadi bingung bagaimana cara meminta maaf kepada Bos nya itu.
Ardan tahu jika hubungan sesama jenis di negaranya tentu sangat menentang adat dan norma. Namun apa salahnya mencintai seseorang tanpa mengenal gender? Bukankah mencintai itu hak semua orang? Ardan menghela nafasnya, sebenarnya ia tidak marah atau tersinggung dengan ucapan karyawannya karena memang ia akan mendapatkan hal seperti itu dari siapapun jika orang itu memang homopobic.
Hanya saja Ardan tidak habis pikir, mengapa karyawannya membicarannya tanpa melihat situasi. Itu yang membuat Ardan ingin tertawa.
Ardan membuka iPad nya dan seperti biasa ia akan memantau Alvin melalui CCTV nya. Namun ia tidak melihat Alvin diruang tamu. Ardan tentu langsung menghubungi Alvin menggunakan panggilan Video, Alvin menjawab jika dirinya sedang berada didalam kamar karena ia merasa pinggangnya pegal-pegal.
"Kayanya Aa harus pasang CCTV juga di kamar, Yang. Aa takut ada apa-apa." ucapan Ardan mendapat decakan dari Alvin diseberang sana.
"Gak anjir ah, apa-apaan? Kalo kita lagi ngeseks malah kerekam CCTV. Nanti Aa malah iseng. Gak! Alvin gak setuju kalo Aa pasang CCTV dikamar!" Alvin yang menggerutu membuat Ardan terkekeh.
"Ya gak apa-apa atuh, Yang. Biar kamu juga bisa liat gimana seksi nya kamu kalo lagi ngasih jatah buat Aa." Ardan menggoda Alvin, Alvin semakin memicingkan matanya.
"Nyebelin banget! Awas aja nanti pas pulang mau Alvin cubit!" Ardan terbahak mendengar ancaman istri nya itu.
Setelah berpamitan, Ardan memutuskan sambungan teleponnya karena ia masih harus bekerja. Namun iPad nya tetap menunjukan suasana didalam apartemennya.
Ardan benar-benar sibuk hari ini, tapi Ardan tetap menyempatkan untuk nanti mengantar Alvin memeriksakan kandungannya. Bapak Sagara, kakeknya pun tidak menahan Ardan untuk bekerja sampai pukul lima sore karena itu juga demi kandungan cucunya.
Sedangkan di apartemen, Alvin tengah terbaring dengan perut yang dibiarkan terbuka. Ia mengusap dan menggelitiki perutnya sendiri.
"Ih kalian tuh kenapa gerak terus kalo pas Papa lagi gak ada? Giliran Papa ada, kalian malah mgumpet, padahal Papa kan pengen liat kalian gerak-gerak didalem." gumam Alvin yang merasakan perutnya bergerak ketika ia menggelitiki didekat pusarnya sendiri.
Perutnya terus bergerak membuat Alvin terkekeh karena sensasinya cukup aneh didalam perutnya. Ia berniat merekam perutnya untuk dikirimkan kepada Ardan. Namun saat kameranya sudah menghadap perut, gerakannya tiba-tiba saja terhenti membuat Alvin mengerutkan keningnya.
"Kalian tuh gak mau diliatin Papa ya? Malu, hm?" tanya Alvin yang mengusap perutnya dengan lembut. Alvin masih tidak mengerti, kenapa janin didalam rahimnya seperti itu. Seakan-akan tengah mengerjai Ardan. Padahal Ardan sangat ingin melihat gerakan jagoan kembarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIKAPMU SEDINGIN BANDUNG [END] | PerthChimon (BL)
Fanfiction🏳️🌈 BxB 1821 Area (MPREG tapi bukan OMEGAVERSE) 🏳️🌈 Ardan Sagara, mahasiswa semester akhir yang dikenal dengan sikap dingin dan acuh, hanya ingin menyelesaikan studinya tanpa gangguan. Namun, kehidupannya berubah drastis ketika Alvin Arsenalio...