#100

246 22 15
                                    

Jam sudah menunjukan pukul enam pagi, Alvin sudah mandi menggunakan antiseptik dan duduk diatas tempat tidurnya. Sebenarnya Alvin sangat lapar dan haus, namun dokter mengatakan jika Alvin harus berpuasa dari jam 12 malam hingga selesai operasi nanti.

"Tahan bentar lagi ya, Nak. Nanti abis selesai operasi, kamu mau minta makan atau minum apapun juga Mama beliin." Ucap Ibu Ariana, Mama Ardan.

"Dulu juga Nia kaya gitu, Kak. Haus sama laper banget." Nia mengalami hal yang sama, ia ketika melahirkan Reyna memang menggunakan metode operasi caesar. Jadi ia juga harus berpuasa sama seperti yang dilakukan Alvin sekarang.

"Bener kata Mama, Yang. Tahan bentar lagi ya. Nanti Aa beliin apapun yang kamu mau selagi itu bukan pantangan dari Dokter." Ardan mengecup pucuk kepala Alvin.

Akhirnya Alvin hanya mengangguk dan memainkan kukunya. Ia melihat tangannya sudah terpasang infus dari semalam, ia merasa jantungnya semakin berdegup.

Tidak hanya Alvin, Ardan juga mengikuti Alvin untuk mandi menggunakan antiseptik karena ia akan ikut masuk keruang Bedah. Tujuannya mungkin agar lebih steril saja.

Devin terus menatap Ardan dan Alvin bergantian, Devin merasa ada yang berbeda dari Alvin. Bukan tentang Alvin yang perutnya sudah membesar, namun memang terlihat berbeda saja dari aura nya.

"Harusnya si Rully ikut kesini deh, dia kan tau urusan tenaga dalam." Batin Devin.

"Pacar kamu gak ikut kesini, Dev?" Tanya Ibu Ardan dengan lembut.

"Engga, Ma. Dia kerja, mungkin nanti aja dia kesini sama anak-anak kost yang lain pas jenguk Alvin." Jawab Devin dengan ramah.

Sebenarnya, Nia menyukai Devin. Namun ia sadar jika Devin adalah Kakak Tiri nya, tidak mungkin ia harus menaruh perasaan kepada Devin. Dan lagi pula Devin itu seorang Gay, yang sudah pasti dia tidak akan menyukai Nia karena Nia adalah perempuan.

Alvin terus memeluk tubuh Ardan yang duduk ditepian tempat tidur. Ardan tentu membalas pelukan Alvin, ia membiarkan Alvin menghirup aroma tubuhnya agar Alvin menjadi sedikit tenang dari rasa gugupnya itu.

"Aa, kalo Alvin pergi.. Aa bakal cari pengganti Alvin gak?" Gumam Alvin.

"Sshhh.. Gak bakal ada yang pergi, Sayangku.." Jawab Ardan. Ia tidak ingin mendengar Alvin yang terus saja mengatakan hal itu.

Meskipun jika Alvin memang harus pergi untuk selamanya, Ardan tentu tidak akan pernah mencari pengganti dirinya. Itu adalah janji Ardan. Karena bagaimana pun, tidak ada seorangpun yang dapat menggantikan Alvin dihidup Ardan.

Suara pintu yang terbuka membuat semua menoleh, seorang suster datang dengan kursi rodanya. Suster itu mengatakan jika Alvin harus segera bersiap-siap diruang bedahnya. Dan suster itu mengatakan jika baik Alvin maupun Ardan tidak boleh ada yang memakai perhiasan.

"Termasuk ini, Sus?" Tanya Ardan yang menunjukan cincin pernikahannya.

"Iya, Pak. Semua perhiasan harus dilepas termasuk cincin dan anting yang Bapak kenakan. Jika Bapak menggunakan softlens juga itu harus dilepas." Jawab suster itu dengan sangat ramah.

Ardan menghela nafasnya, ia melepaskan semua perhiasannya. Alvin juga melepaskannya dan menyerahkan perhiasan mereka kepada Ibunda Ardan.

Ardan membantu Alvin untuk beranjak dari tempat tidurnya dan duduk diatas kursi roda. Alvin menatap semua orang yang berada dikamarnya, seolah tengah meminta mereka untuk mendoakan Alvin.

"Semangat, Vin. Jangan gugup!" Ucap Devin yang berdiri disamping Nia. Alvin tersenyum dan mengangguk.

Ardan mengekor dibelakang suster yang membawa Alvin menggunakan kursi roda. Tadinya Ardan yang ingin mendorong kursi roda itu, namun susternya mengatakan jika itu adalah tugasnya jadi Ardan tidak perlu melakukan itu.

SIKAPMU SEDINGIN BANDUNG [END] | PerthChimon (BL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang