Chapter 1.8: Cahaya yang Meredup di Ujung Senja

6 2 0
                                    

"Ibu, aku ingin melihat dunia. Aku ingin pergi sejauh mungkin, belajar, bekerja, meraih semuanya."

Suaranya saat itu penuh semangat, mata Niskala bersinar-sinar seperti ada api kecil yang membara di dalamnya. Alina tahu, impian itu tak mungkin bisa dihalangi, meski hatinya retak perlahan saat Niskala akhirnya benar-benar pergi.Alina mengambil cangkir itu, mendekapnya sesaat sebelum meletakkannya kembali di atas meja. Rumah ini, pikirnya, seperti rindu yang tak berujung—selalu terbuka, selalu menunggu, tapi tak pernah tahu kapan kehadiran yang dinanti akan kembali mengisi ruang kosong ini.

Langkah Alina beranjak ke jendela. Tirai tipis bergerak perlahan ditiup angin malam, membawa serta aroma tanah yang basah dan daun-daun yang berguguran. Matanya menatap keluar, menelusuri bayangan bulan yang terus bersinar tenang di langit. Dari dalam rumah, bulan tampak lebih jauh, namun tetap ada, seolah-olah mengawasi setiap penantian yang mengendap di dada Alina.

Bulan telah menjadi sahabatnya selama ini—selalu setia datang di setiap malam, bahkan ketika telepon dari Niskala berhenti berbunyi. Setiap malam, ketika kesunyian mulai menjeratnya, Alina akan mencari bulan di langit. 

Bulan yang Menunggu di Pelataran MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang