Malam itu, setelah Lestari pulang, Alina merasa lelah. Tidak karena tubuhnya, tetapi karena hatinya yang semakin berat oleh kerinduan. Angin malam berdesir pelan melalui jendela terbuka, mengirimkan bisikan-bisikan halus yang mengingatkannya pada tawa Niskala di masa lalu. Bayang-bayang kenangan itu datang tanpa diundang, mengisi kekosongan rumah yang semakin hampa dari hari ke hari.
Di langit, bulan mulai menampakkan diri, seolah perlahan-lahan keluar dari persembunyiannya. Cahayanya yang redup menyapu halaman rumah, dan seakan menjadi isyarat, Alina bangkit dari kursinya, berjalan menuju pelataran. Pelataran itu telah menjadi tempat di mana segala kerinduannya tertumpah, tempat ia berbicara pada bulan yang setia mendengarkan, meskipun tak pernah menjawab.
Alina menatap bulan dengan mata yang sarat akan rasa haru. Ia tahu bahwa di balik bayang-bayang malam ini, ada banyak perasaan yang belum sempat terucap. Bulan menjadi saksi bisu dari doa-doa yang ia lantunkan dalam kesendirian, berharap Niskala mendengarnya meski jarak memisahkan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan yang Menunggu di Pelataran Malam
Krótkie Opowiadania"Bulan yang Menunggu di Pelataran Malam" adalah kisah penuh keheningan dan kerinduan yang mendalam antara seorang ibu dan anak perempuannya. Alina, seorang ibu yang penuh cinta, hidup dalam kesendirian setelah anaknya, Niskala, pergi merantau ke neg...