Namun, ada satu hal yang tak pernah memudar—rasa rindu yang mengendap di relung hatinya. Rindu itu semakin pekat seiring berlalunya waktu, membentuk jarak tak kasat mata yang semakin dalam. Di balik wajah tenangnya, Alina menyimpan badai yang tak pernah reda, badai kerinduan yang terus mendera malam demi malam.
Suatu malam, di saat kesunyian mulai terasa menusuk lebih dari biasanya, Alina memberanikan diri menatap bayangannya sendiri di cermin. Matanya yang dulu penuh kehidupan kini tampak lelah, kulitnya yang dulu cerah mulai dihiasi kerutan waktu. Di balik segala perubahannya, ia menyadari bahwa ia telah menjadi orang yang berbeda, bukan lagi wanita yang dulu menemani Niskala setiap hari dengan senyum dan tawa. Kehilangan putrinya, meski hanya karena jarak, telah mengubahnya.
"Apa kau akan mengenaliku jika kita bertemu lagi, Niskala?" bisiknya, suaranya hampir tenggelam dalam sepi malam.
"Ataukah aku hanya menjadi bayang-bayang dari ibu yang dulu kau kenal?"
Tak ada jawaban. Hanya angin malam yang menyentuh lembut tirai jendela, menghembuskan kehangatan dingin yang membawa serta ingatan akan masa lalu. Dalam kesendiriannya, Alina tahu bahwa cinta seorang ibu tak pernah memudar, tapi ia tak bisa menyangkal bahwa dirinya telah berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan yang Menunggu di Pelataran Malam
Historia Corta"Bulan yang Menunggu di Pelataran Malam" adalah kisah penuh keheningan dan kerinduan yang mendalam antara seorang ibu dan anak perempuannya. Alina, seorang ibu yang penuh cinta, hidup dalam kesendirian setelah anaknya, Niskala, pergi merantau ke neg...