Chapter 2.13: Bayang-Bayang yang Tak Kembali

2 1 0
                                    

Namun, waktu seperti monster yang diam-diam memakan kenangan, meninggalkan sisa-sisa samar yang hanya bisa dirasakan, tetapi sulit digenggam. Wajah Niskala yang dulu jelas dalam ingatan, kini mulai kabur. Bukan karena Alina lupa, tetapi karena waktu dan jarak telah menciptakan dinding yang tak kasat mata, membentang antara dirinya dan anaknya.

"Niskala," gumam Alina pelan, suaranya hampir tenggelam oleh suara angin. "Apakah kau masih ingat rumah ini? Ibu ini?"

Dia menoleh ke arah pintu depan yang selalu terbuka saat malam tiba. Setiap malam, sejak Niskala pergi, Alina selalu membiarkan pintu itu sedikit terbuka. Seolah-olah, suatu hari nanti, putrinya akan muncul di depan pintu, membawa serta angin dan debu perjalanan yang panjang. Ia membayangkan pelukan hangat yang akan mereka bagi, air mata yang akan tumpah, dan kata-kata yang akan terucap tanpa perlu dijelaskan.

Namun pintu itu tetap kosong, hanya menyambut hembusan angin dingin.

Bulan yang Menunggu di Pelataran MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang