Surat ini ditulis bertahun-tahun lalu, ketika Niskala masih memiliki janji pulang yang tersimpan di dalam dirinya. Tetapi kini, waktu telah memisahkan mereka lebih jauh dari yang pernah Alina bayangkan. Mungkin Niskala lupa akan janji itu, atau mungkin hidupnya terlalu sibuk dengan segala impian yang ia kejar.
Namun, di sisi lain, surat ini menghidupkan kembali harapan yang hampir terkubur oleh keputusasaan. Sebuah janji, meski tak ditepati, tetaplah sebuah jalinan yang mengikat. Meski jarak di antara mereka terasa semakin jauh, janji itu memberi Alina kekuatan untuk percaya bahwa masih ada kemungkinan—mungkin di suatu hari yang tak terduga, Niskala akan kembali, seperti yang pernah ia janjikan.
Air mata menetes perlahan di pipi Alina saat ia menggenggam surat itu erat. Di dalam rumah yang sunyi, suara gemerincing angin di luar terdengar seperti bisikan, membawa pesan dari masa lalu. Seakan angin itu, bersama surat yang ditemukan kembali, berkata pada Alina bahwa harapan tak boleh benar-benar hilang.
Dengan tangan yang gemetar, Alina menyelipkan surat itu ke dalam sakunya. Kali ini, ia tidak akan membiarkan surat itu tersembunyi di sudut yang terlupakan. Ia akan menyimpannya, bukan sebagai kenangan yang usang, tapi sebagai lambang dari harapan yang baru. Harapan bahwa Niskala akan pulang, meski waktu terus berjalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan yang Menunggu di Pelataran Malam
Short Story"Bulan yang Menunggu di Pelataran Malam" adalah kisah penuh keheningan dan kerinduan yang mendalam antara seorang ibu dan anak perempuannya. Alina, seorang ibu yang penuh cinta, hidup dalam kesendirian setelah anaknya, Niskala, pergi merantau ke neg...