Chapter 2.15: Bayang-Bayang yang Tak Kembali

4 1 0
                                    

Di benak Alina, Niskala mungkin sudah begitu sibuk dengan kehidupannya yang baru. Mungkin Niskala tak lagi memiliki waktu untuk merindukan rumah, untuk memikirkan ibunya yang menua dalam keheningan. Pikiran itu menyakitkan, tetapi Alina tahu bahwa ia tak bisa menuntut apa-apa. Setiap orang memiliki jalannya masing-masing, dan Niskala sedang menjalani hidup yang pernah ia impikan.

Namun, di sudut hati yang terdalam, Alina masih berharap. Harapan itu tidak pernah benar-benar mati. Seperti bara api kecil yang terus menyala, meski angin kencang berusaha memadamkannya. Setiap malam, ia duduk di pelataran itu, menunggu, mendengarkan suara alam yang berbisik, memanggil Niskala dalam keheningan.

Alina menutup matanya, menarik napas dalam-dalam, dan berbisik kepada angin malam yang lewat. "Suatu hari nanti, kau akan kembali, Niskala. Kau pasti akan kembali."

Dalam diamnya, Alina tahu bahwa rindu ini takkan pernah hilang. Namun, ia juga tahu bahwa hidup harus terus berjalan, meski bayang-bayang yang ia tunggu tak kunjung pulang. Dan malam itu, seperti malam-malam sebelumnya, bulan tetap diam, menyaksikan keheningan hati seorang ibu yang merindukan bayang-bayang putrinya yang tak kembali.

Bulan yang Menunggu di Pelataran MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang